18. CINTA ITU MEWARNAI

22 4 2
                                    

"Ketika masuk dalam dunia cinta, kamu harus siap dengan segala warna, tapi sejatinya warna indah yang banyak mendominasi."

—Alfi Ay—

Alfi Zunaira datang dan memberitahu aku untuk segera ke ruang tamu. Tidak menyangka dan tidak mengira, aku dijenguk orang tua dan adik kembarku, Aal dan Aas. Sudah senang banget dari depan, tetapi kenapa raut wajah mereka seperti tegang?

"Assalamualaikum," ucapku lalu dijawab serentak oleh mereka.

"Nduk, kamu dijodohkan Abi dengan Gus Fuad," ucap Ummi.

DEGHHH.

Mataku langsung membelalak melihat Gus Aldi. Heran, bukannya mereka semua juga tahu bahwa yang mengajakku ta'aruf adalah Gus Aldi? Tampak mata resah di antara Gus Aldi dan Gus Fuad.

"Nggih," jawabku tak berani mengela apapun.

"Aldi piye? Urung plong?" tanya Abi.

"Insyaallah, yang dilakukan Abi dan Ummi untuk Aldi, Kakak, dan Alfi niku pun yang terbaik," jawab Gus Aldi.

"Bi, kalau memang Alfi untuk Aldi ... Fuad yang lain mboten napa-napa," kilah Gus Fuad.

"Kamu nolak Le?" tanya Abi Syauqi.

Aal dan Aas menghampiriku dengan senyum. Menggemaskan sekali gemoy-gemoyku. Bisa jadi hiburan saat suasana tegang  seperti ini. Siapa pun nanti jodohku, semoga dia yang sangat mengerti tentangku dan tidak menghujat apa yang memang menjadi kekurangan dalam diri ini karena mustahil seorang aku bisa sempurna atas segala-galanya, namanya juga manusia.

"Mboten Bi, maksud Fuad kalau memang Aldi lebih bersedia, monggo Aldi mawon. Amargi, Aldi kan sampun menjalani ta'aruf kaliyan Alfi." Gus Fuad tampak pucat, efek mikir keras sepertinya.

"Mboten! Aldi salah waktu itu, tidak memikirkan jangka panjang. Hari ini Aldi mau berangkat ke Sumatera, dan biarkan Aldi punya kehidupan baru lagi. Alfi memang cocoknya sama Kak Fuad, pun ngantos  digantos-gantos, Bi. Aldi ikhlas asalkan untuk Kak Fuad.  Semoga Tuhan menghendaki," timpal Gus Aldi.

Ucapan sepasang saudara itu bikin aku terkagum-kagum. Yang benar saja, mereka saling menyerahkan karena takut saling menyakiti. Benar-benar jiwa mereka terdidik dengan baik.

***

"Al, kamu tidak terima?" tanya Gus Aldi.

"Dari dulu aku sudah bilang, Gus. Kalau masalahnya sudah dengan keputusan Abi Ummi, kula nderek mawon."

"Kamu bisa terima?"

"Insyaallah."

Waktu itu, Gus Aldi berkata bahwa dirinya takut hanya menyakitiku saja. Ternyata,  apa yang ditakutkan itu terjadi. Namun, bukannya yang Gus Aldi takutkan itu jikalau tidak bisa membawaku ke sana lantaran orang tuaku  merintis pesantren? Kenapa jadinya seperti ini? Kalau bisa jujur, aku berat melepas Gus Aldi dan beralih ke Gus Fuad. Hari ini, tepat saat beliau ke tanah Sumatera, perjodohan antara aku dan Gus Aldi diungkapkan oleh orang tua dan Abi Ummi.

"Kalau kamu tidak siap, saya bisa bantu lagi bilang un---"

Aku memotong pembicaraan Gus Fuad karena beliau terdiam lama. "Sudah, Gus. Insyaallah. siap."

"Ya di sini trik memaksa harus dipakai. Kalau untuk ikhlas emang ngapunten dereng saget, tapi aku yakin semua akan baik-baik saja dan bisa nerima dengan lapang dada."

 Basmalahnya Gus untuk Mbak Santri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang