1. CINTA ITU ARAH

204 21 24
                                    

POV ATHIFA

"Cinta tidak perlu disalahkan, tapi perlu diarahkan."

-Athifa Iffah-

Aku Athifa Iffah, santri dari Pesantren Mar'atun Mir'ah yang berusaha untuk mengunci cinta atau bisa dibilang anti cinta, paling tertutup juga orangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku Athifa Iffah, santri dari Pesantren Mar'atun Mir'ah yang berusaha untuk mengunci cinta atau bisa dibilang anti cinta, paling tertutup juga orangnya. Kami berlima, GENG BESTOD TOLAK NJAROT terbilang viral di pesantren. Bukan viral karena potensi, bukan, yang utama itu viral karena siap siaga untuk tetap menjadi pahlawan dapur, di era para santri sudah berdandan cantik bak bidadari untuk mengaji. Alhasil, aku dan para Bestod mempunyai ruang mengaji khusus bersama Gus Azhar, putra Kiai yang paling friendly, ramah, tetapi juga paling jail dan manja.

"Cah, rene-rene! Eneng inpo penting!" panggil Ni'ma.

"Ada apa?" tanyaku.

"Rungokke, tadi aku dengar, Abi dawuh kalau---" Ni'ma mengamati secara bergantian ke arahku dan tiga Bestod yang lain.

"Apa! Jangan bikin panik!" seru Alfi.

"Kepo yaaa?" ledek Ni'ma.

"Cepeto lek ngomong, keburu ada utusan!" pinta Sari.

"Halah Cah-Cah, paling kita hanya di-prank aja sama Ni'ma," sahut Rini.

"Suwer, beneran. Tadi denger, katanya Gus Azhar mau nikah," ungkap Ni'ma.

"Masyaallah, bagus-bagus!" Rini tepuk tangan dengan tersenyum manis.

Breghhh.

"Fa, bawain air minum ke kamarku!" pinta Gus Azhar.

Lagi asyik-asyiknya mendengar kabar dari Ni'ma, Gus Azhar datang menaruh sapu baru di pojokan aula. Belum sempat melanjutkan obrolan, beliau sudah kembali manja. Mau tidak mau, aku harus menuruti perintahnya dengan ikhlas.

"Minum air putih mawon, Gus? Mboten ngopi?"

"Gak usah, perut saya lagi sakit, sekalian minta freshcare-nya dong, sama koyok juga." Gus Azhar memegangi perutnya kesakitan sembari melanjutkan jalan.

Lelaki itu memang terlihat pucat. Tidak sekalian dia minta dioleskan? Gus yang satu ini memang beda, aku serasa menjadi istrinya melayani seperti ini karena tidak hanya sekali dalam satu hari. Tidak munafik, tatapan matanya itu membuatnya terlihat semakin manis, sampai aku tak sanggup mendongakkan kepala.

"Ya Allah, bekas freshcare-ku mboten napa-napa?" Aku menggigit bibir, merasa tidak pantas memberinya bekas.

"Santai, gak apa-apa."

"Sekedap nggih, Gus. Aku ambilkan dulu. Napa kula tumbasne mawon kersane mboten bekas?" tanyaku.

Gus Azhar membalikkan badan, aku tahu posisinya dia menatapku dengan tajam. Entahlah, apa coba maunya? Selalu membuat hatiku berdegup kencang, padahal dia tidak killer sedikit pun. Dari awal mendengar namanya saja, rasanya sudah beda dari yang lain, tetapi diri aku sama sekali belum tertarik lebih dalam mengurus cinta.

 Basmalahnya Gus untuk Mbak Santri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang