2e. Tears of Love✨️

24 2 0
                                    

Dua manusia yang masih setia menerawang melihat arah pantai seolah di sana ada film yang diputar tentang kisah mereka masing-masing. Dua pasang mata itu sudah dibasahi dengan air mata yang diam-diam luruh.

Apakah begitu sakitnya cerita cinta mereka?

Pikirannya sama-sama mengembara entah kemana tapi dengan masalah yang dihadapi berbeda;

Cakra dengan Galuh pemeran utamanya dan masalah "Apakah selama ini dirinya kurang dalam menyampaikan persaannya?"

Hema dengan Rava pemeran utamanya dan masalah "Apakah dirinya kurang cantik, manis? Atau karena dirinya lelaki?"

Mereka menerka kekurangannya. Mereka merasakan kosong, hati dan pikirannya tak menemukan titik ujung jawaban dari setiap pertanyaannya.

Jiwa-jiwa yang mengembara tadi, kembali dengan tangan kosong, berpulang pada jalan takdir yang sudah digariskan. Bahwa mereka telah selesai dengan perjalanan ini.
.
.
.
Setelahnya mereka sadar, bukan menerawang film masa lalu. Tapi menerka masa kini, di sini, dengan orang di sampingnya ini.

Hema dengan pikirannya bagaimana reaksi Cakra dengan kisah yang dibawakannya; pun

Cakra dengan pikirannya apakah semua ini jika ditarik benang merahnya akan tertuju dengan kesimpulan bahwa Galuh diceritanya adalah Galuh dicerita Hema.

Cakra mengusap air matanya, lalu menoleh melihat Hema yang terdiam dengan air mata yang masih setia mengalir, lalu ia bangun dan duduk menghadap Hema. Tangannya ia bawa untuk mengusap air mata Hema, yang diberi usapan terkejut dan langsung mendudukkan dirinya.

Lalu Hema mengambil ponselnya dan menunjukkan pada Cakra foto seorang wanita. Cakra terdiam melihat foto itu, dan Hema menyimpulkan bahwa pikiran yang meresahkannya 3 bulan yang lalu setelah mendengar cerita Cakra adalah benar.

 Cakra terdiam melihat foto itu, dan Hema menyimpulkan bahwa pikiran yang meresahkannya 3 bulan yang lalu setelah mendengar cerita Cakra adalah benar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia orang yang sama, Widya Galuh Padmarani. Si pemeran dalam dua kisah yang berbeda.

Mereka duduk berhadapan, sepasang mata mereka saling menatap. Menyalurkan semua rasa sakit, keterkejutan, ketidakpercayaan, yang masih mereka rasakan dari kejadian 6 bulan yang lalu.

Ingin saling merengkuh, tapi tubuhnya kaku. Hanya detak jantung mereka yang sedari tadi berdetak kencang entah karena apa?

Hema bergerak dahulu, ia membutuhkan sebuah ketenangan. Ia menarik badan Cakra, ia ingin sebuah pelukan yang menenangkan, karena tidak ada bathtub dengan vanilla mint-nya.

Cakra tak terkejut, ia malah membalas pelukan Hema dengan erat, mengelus rambut dibelakang kepalanya. Mereka sama-sama saling menyelaraskan detak jantung yang berpacu karena sebuah kebenaran.

Menghirup masing-masing bau tubuh yang asing, Hema dengan aroma vanila mint-nya dan Cakra dengan aroma baby powder-nya. Aroma baru yang bercampur dengan asin laut dibawa desir angin memenuhi masing-masing indra pembau, menawarkan perasaan untuk saling menenangkan.

Tidak ada lagi aroma rosemint, tidak ada lagi aroma citrus spicy. Hanya aroma asing, yang menawarkan diri sebagai penawar aroma aroma busuk yang banyak mereka hirup.

Tak terasa air mata keduanya saling membasahi bahu mereka.

Dua orang manusia, yang saling menyembuhkan, dari dua buah cerita  dengan satu kesimpulan yaitu pemeran utama yang sama.
.
.
.
Hema tersadar dari apa yang mereka lakukan saat ini. Lalu cepat-cepat menjauhkan tubuhnya dari Cakra.
Semburat merah dari pipi hingga ketelinganya, hidungnya pun tak kalah merah.

Entah yang mana hasil dari tangisannya dan yang mana hasil dari rasa malunya. Cakra hanya tersenyum dengan tingkah gemas Hema.

Mereka segera menyegarkan kerongkongan dengan menghirup udara dalam-dalam. Kisah yang pilu sekaligus lucu.

Mereka bertemu dengan cara yang seperti ini. Sangat sempit sekali dunia.

Swatamita akan menenggelamkan diri. Sekarang hanya Hema yang ada disampingnya, bukan mantan kekasihnya. Ia mencoba memandang Hema, ia sama cantiknya jika terkena sinar jingga. Perasaannya saja yang berbeda.

Hema menatap Cakra, iris matanya warna hazel dengan semburat jingga dan sama berkilaunya dengan milik Rava, tapi cara menatapnya saja yang berbeda.

Mereka memutuskan berjalan-jalan ke tepi pantai. Menikmati swatamita yang sudah di ujung peristirahatan.

Bermain air dengan Hema menghentakkan kakinya sehingga airnya mengenai Cakra. Oh, Cakra mengetahui si jahil ini ingin bermain. Ia kejar Hema seolah ingin menggelitikinya.

Ah, indah sekali dua insan yang mencoba saling menyembuhkan.

Setelah puas bermain dan bercanda. Mereka memilih untuk pulang dari pantai Pandawa dan pergi mengisi perut kosongnya.

Perjalanan menuju tempat parkir ada yang berbeda. Mereka merasakan kelegaan yang sama, walau entah bagaimana perasaan itu.

Langkah kaki yang seirama, ayunan tangan yang seirama, tapi tidak dengan detak jantung mereka.

Cakra dengan sengaja menggenggam tangan Hema, tidak bertaut antara jari ke jari. Tapi itu berhasil membuat Hema kelimpungan, detak jantungnya berubah sangat cepat.

Wira? Entah terasa sama saja. Mungkin?

SWATAMITA [OFFGUN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang