26

60 12 5
                                    

Tristan bangun dan tidak mendapati Honey di sampingnya, ia pikir mungkin Honey sudah bangun lebih dulu dan sekarang di dapur, atau di kamar mandi atau mungkin di ruang tengah, yang pasti di luar kamar ini.

Pertama, Tristan memastikan ke kamar mandi tapi tidak ada, lalu ke dapur tidak ada juga, di ruang tengah dan seluruh penjuru rumah pun tidak ada. Sepi. Viola sendiri, anaknya dari kemarin memang ada di rumah kakek-neneknya, karena liburan sekolah, jadi rumah ini benar-benar terasa tidak ada orang. Hanya Tristan sendiri.

Tidak mendapati Honey dimana pun Tristan mulai panik, ia menelpon Honey berkali-kali, tapi tidak diangkat juga. Apa Honey pergi keluar? Berbelanja? Rasanya itu bukan Honey sekali. Wanita itu tidak pernah berbelanja harian, selalu bulanan. Jadi Tristan tidak yakin kalau isterinya pergi keluar untuk berbelanja? Apa mencari sarapan? Tristan tidak yakin juga karena mobilnya ada di garasi dan Honey tidak mungkin pergi berjalan kaki.

Pria itu mengacak-acak rambutnya frustasi. Setelah apa yang terjadi semalam, Tristan takut sekali Honey pergi meninggalkannya.

Akhirnya pria itu memberanikan diri untuk menelpon orangtua Honey untuk bertanya apakah Honey di sana atau tidak. Setelah menelpon, justru penyesalan lah yang ia rasakan, karena ternyata Honey tidak di sana dan menelpon orangtua Honey, menanyakan keberadaan Honey, membuat orangtua Honey jadi ikut khawatir.

"Kamu gimana Tristan masa isterinya pergi gak tau?" Itu suara mama mertuanya.

"Maaf Ma, saya bangun Honey udah gak ada. Mama sama Papa tenang dulu ya, saya pasti cari Honey. Semoga dia lagi keluar aja sebentar."

"Kalian... bertengkar?"

Tristan meneguk salivanya sendiri, "Ada salah paham sedikit Ma."

Suara di sebrang sana tiba-tiba berganti menjadi suara berat, itu Papa mertuanya, sosok yang sangat ia segani,
"Honey bukan tipe orang yang suka kabur-kabur, kalo memang ia kabur karena pertengkaran kalian,
berarti itu bukan pertengkaran biasa, kamu... melakukan apa ke anak saya?"

Deg

Tristan tidak bisa menjawab, ia tidak sanggup untuk jujur. Ia takut Papanya Honey marah dan mengambil Honey darinya.

"Tristan, kamu udah coba hubungi Jena, temannya?" Tristan beruntung karena sang mama mertua mengalihkan itu dengan pertanyaan lain.

"Belum Ma, saya gak punya nomornya."

"Ya udah, saya yang coba telpon. Kamu coba cari di sekitar komplek kalian, siapa tau Honey emang cuma lagi jalan-jalan keluar aja."

"Iya Ma."

"Teman Honey itu siapa lagi ya Tristan?"

"Setau saya cuma Jen--, oh Eyra mungkin?"

"Ah iya, Eyra. Tapi saya gak ada nomornya Eyra."

Menyebut nama Eyra, Tristan justru teringat satu nama yang lain. Kakaknya Eyra. Ezra.

Pria itu langsung mencari kartu nama Ezra, dan itu ketemu, masih ada di meja kerjanya.

"Tristan?"

"Biar saya hubungi Ezra."

"Hah? Ezra? Kok Ezra?"

"Iya, saya gak punya nomor Eyra, tapi nomor Ezra ada."

"O-oh, ya sudah, nanti kabari ya?"

"Iya Ma, tolong kabari juga."

Telpon pun terputus.

Tristan masih menatap kartu nama di tangannya. Haruskah ia menghubungi pria ini? Honey bilang sendiri kalau Ezra memberinya kartu nama untuk Honey menghubunginya jika ia butuh bantuan, jadi apakah Honey benar-benar bersama Ezra, mantan suaminya?

Twist of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang