04

107 17 4
                                    

Honey melempar tasnya di atas kasur sebelum tubuhnya juga menyusul, ia menatap langit-langit kamar, masih berusaha untuk menetralkan degup jantungnya. Bertemu dengan Ezra benar-benar membuat jantungnya runyam.

Wanita itu merasa heran dengan dirinya, kenapa sih harus berlebihan banget, orang mas Eja juga biasa aja, batin Honey berbicara. Mas Eja. Panggilan yang dari tadi Honey tahan untuk tidak tersebut karena itu adalah panggilannya saat masih bersama dengan Ezra.

Honey tidak merasa bahwa dirinya belum move-on, karena jelas dirinya sudah ada Tristan, Honey menyayangi Tristan dan Honey akan segera menjadi isterinya Tristan. Tapi kenapa? Kenapa Ezra masih sebegitu membuat hatinya tak karuan?

"Ah pasti karena udah lama gak ketemu," ucap Honey berbicara sendiri.

Karena tidak mau terus memikirkan, Honey pun akhirnya memilih untuk bersih-bersih. Ia mandi, lalu berganti baju tidur. Tapi setelah itu, ia malah teringat Ezra lagi ketika ia tidak sengaja melihat foto dirinya berseragam SMA yang ada di atas nakas meja, padahal di sana tidak ada Ezra, tapi.... iya sih yang fotoin memang Ezra.

Honey tersenyum melihat fotonya itu.

"Duh, Ney, keliatan bahagia banget sih dulu?" Ucapnya sambil mengusap frame foto dirinya sendiri.

Terbawa nostalgia, Honey jadi melupakan niatnya untuk tidur, ia bahkan tidak memeriksa ponselnya lagi apakah Tristan sudah membalas atau belum. Yang Honey lakukan adalah membuka lemarinya, mengeluarkan sebuah kotak yang berisi barang-barangnya semasa SMA.

Dari sekian banyak barang, Honey tertarik untuk mengambil buku jurnalnya. 

Ia tersenyum ketika melihat buku yang bertuliskan dearly Ney. Honey membuka lembar pertama dan mulai membacanya.

2015

Dearly Ney,

Hari ini adalah hari pertama aku masuk SMA. Masih pakai seragam biru-putih sih, tapi aku seneng karena  akan duduk di bangku SMA.

Ya meskipun temen baruku baru 1, namanya Jena,  tadi aku datangnya telat, biasalah harus naik angkot karena Papa gak bisa antar karena bekerja, begitupun Mas Genta yang lebih pilih antar kekasihnya. Nah, karena aku datang telat, semua bangku di kelas sudah terisi penuh, kecuali bangku di samping Jena, jadilah aku duduk bersama Jena.

Jena anaknya seru, aku yang gak biasa ngomong gue-elo, diajarin sama dia karena katanya kalau enggak gue-elo, aku disangka anak culun atau anak gak gaul. Jadi... ya aku nurut aja. Jena juga anaknya ekspresif banget, waktu kita lagi dikumpulkan di lapangan, gak jarang dia berseru sendiri karena melihat cowok-cowok tampan.

Di lapangan itu, kami semua disuruh untuk meminta tanda-tangan 10 guru, 5 kakak kelas dan 1 teman seangkatan alias sesama murid baru. Ya aku sih gak mau repot, jadi tinggal minta tanda tangannya Jena aja. Sedangkan Jena berkeliaran untuk meminta tanda-tangan cowok yang tadi ia anggap tampan itu.

Selama Jena entah pergi kemana, aku duduk di bawah pohon, aku gak berani kalau minta tanda tangan guru atau kakak kelas sendirian, jadi mending munggu Jena aja. Lalu tiba-tiba, ada yang datang nyamperin aku. Dia itu.. cowok yang tadi Jena bilang ganteng.

"Mau minta tanda tangan dong," begitu katanya tanpa ada sapaan dulu.

"Kenapa ke aku.. eh gue?"

"Emang gak boleh?"

"Bukan gitu, tapi yang lain kan banyak, kita juga gak saling kenal."

Dia langsung menyodorkan tangannya, "Ezra."

Jiwa santunku reflek keluar dengan menyambut sodoran tangannya itu, "Honey," tapi aku mengejakan namaku dengan sebutan Hani.

Twist of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang