33

82 9 11
                                    

Zaina menatap kue ulangtahun di depannya dengan tatapan kosong, ketimbang meniup lilin yang sengaja ia nyalakan tadi, wanita itu hanya asik menatapnya sambil menikmati 1 batang tembakau di mulutnya.

Dari kepulangannya ke rumah sakit, Zaina belum menangis, meski dadanya sudah bergemuruh hebat. Entah lah, Zaina hanya merasa tidak pantas cemburu. Zaina merasa bahwa sejak dulu hati Ezra masih akan selalu milik Honey dan Zaina tidak berhak untuk memrotesnya.

Meski harusnya berhak, bahkan sangat berhak, karena Ezra sudah melambungkan Zaina setinggi mungkin dengan semua sikap dan kata-katanya seolah Zaina adalah wanita yang paling ia sayang dan karena Zaina sudah melambung tinggi maka ketika jatuh seperti sekarang pun sakitnya lebih dari yang ia bayangkan.

Wanita itu memejamkan matanya, "Apa emang gue itu ditakdirkan buat selalu dibuang ya?"

Tok...tok...tok

"Zaina! Lo di dalem kan? Plis dengerin gue dulu!"

Zaina menoleh ke arah pintu depan terdengar suara ketukan dan suara Ezra, ya harusnya suaranya tidak terdengar sampai ke dalam tapi mungkin Ezra berteriak sangat kencang di luar sana.

Wanita itu diam bergeming, toh Ezra juga akan masuk dengan sendirinya karena pria itu tau passcode apart-nya.

1....

2....

3....

4....

5....

Ceklek

"Zaina!"

Betulkan.

Pria itu masuk dan terpatung di ambang pintu ketika melihat pemandangan Zaina sedang merokok di depan kue dengan lilin menyala yang hampir habis. Wanita itu tidak menoleh ke arahnya, hanya duduk diam di lantai, bersandar di kaki sofa dengan tatapan lurus menatap api sedang menghabisi lilinnya yang belum ia tiup.

"Zai..." lirih Ezra. Pria itu hendak melangkah mendekat tapi Zaina langsung mengintrupsi.

"Gue mau rayain ulangtahun gue sendiri, boleh gak?"

"Zaina, kita bicara dulu yuk?"

Zaina menggeleng, "Gak mau! Gue belum potong kue, belum tiup lilin, diri gue sendiri adalah PRIORITAS bukan? Because it's MY DAY!" Jawab Zaina menekankan kata yang berhuruf besar.

Ezra merasa tertohok karena itu adalah kata-kata darinya, tapi justru dia juga yang sudah memgecewakan Zaina.

"Pergi mas! Kita bicara nanti."

"Tapi Zaina---,"

"Gue gak mau ngomongin orang lain di hari ulangtahun gue!"
"Bisa lo ngerti?"

Ezra menundukan kepalanya, "Gue minta maaf."

"Emangnya lo ada salah?"

"Ucapan gue Zai...."

"Kalau itu datang dari hati lo, berarti itu gak salah, gak perlu minta maaf."

"Gue udah bikin lo kecewa."

Zaina tersenyum tipis, "Gapapa, udah biasa. Biar itu jadi urusan gue."
"Mending lo pergi, kak Honey mungkin butuh lo."

Ezra melangkah mendekat pada Zaina, tidak peduli bahwa Zaina kembali mengintrupsinya, wanita itu bahkan sudah berdiri, menatapnya tajam, "Pergi mas!"

"Zaina... jangan kayak gini," lirih Ezra berusaha meraih tangan Zaina tapi wanita itu menghindar.

Zaina menatap Ezra, "Terus gue harus apa? Marah-marah? Emangnya gue berhak marah?"

"Kalau lo merasa ucapan gue nyakitin lo, lo sangat berhak marah Zaina."

Twist of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang