Sudah tiga puluh menit berlalu sejak Gistara datang di salah satu restoran untuk menemui seseorang yang akan di jodohkan dengannya. Sudah berkali-kali pula Gistara melirik jam tangannya yang saat ini sudah menunjukan pukul satu siang, sudah lewat dari jam makan siang, namun sama sekali belum ada tanda-tanda kedatangan seseorang itu.
Gistara tidak mau repot-repot menanyakan nama dan ciri-ciri laki-laki itu. Begitu laki-laki itu datang di meja yang sudah ayahnya pesankan, Gistara hanya ingin segera membuat kesepakatan agar mereka sama-sama menolak pada orangtuanya masing-masing.
Lagi-lagi Gistara menghela nafas beratnya. "Lama banget, jadi datang nggak sih?"
"Tau gitu, aku datang telat aja."
Sembari menunggu, Gistara mencoba menghubungi ayahnya untuk memastikan pertemuan ini. Namun, dari banyaknya chat dan panggilan telepon, tidak ada satupun jawaban dari ayahnya. Ah iya, Gistara lupa kalau jam istirahat sudah berlalu, pasti ayahnya sudah mulai bekerja kembali.
"Hai."
Gistara mendongakkan kepalanya begitu mendengar sapaan yang sepertinya di tujukan untuknya.
Beberapa detik Gistara hanya terdiam, mengamati laki-laki di depannya, bukannya laki-laki ini adalah?
"Iya?" Akhirnya hanya itu yang bisa keluar dari mulut Gistara setelah bisa menguasai ekspresi wajahnya.
"Boleh duduk di sini?"
"Silahkan."
Dengan masih tersenyum tipis, laki-laki itu menarik kursi yang akan dia duduki.
Gistara masih terdiam kaku, bagaimana tidak? Laki-laki di depannya ini adalah laki-laki yang selama beberapa bulan ini dia kagumi. Gistara mengenalnya karena saat itu dia makan di salah satu restoran terkenal, dan sempat berpapasan dengan Chef yang saat ini berada di depannya. Saat itu Gistara mencari tahu sedikit tentang laki-laki itu, Gistara mengetahui kalau laki-laki itu bernama Raka, pemilik sekaligus Chef di restoran tempatnya makan.
Sejak saat itu, Gistara mengagumi sosok Chef di restoran yang menjadi favoritnya beberapa bulan belakangan ini. Menurutnya, laki-laki itu tampan dan juga ramah. Setiap melihat laki-laki ini tersenyum, Gistara yakin perempuan manapun pasti akan dibuat diabetes karena tidak mampu menampung manisnya senyum seorang Chef ini.
Memang tidak ada interaksi khusus, Gistara hanya melihatnya dari jauh, namun begitu membekas dalam ingatannya.
"Gistara Aurista Ardinanta, benar?"
Gistara mengangguk kaku, masih belum bisa mencerna kejadian yang menurutnya adalah keberuntungan baginya.
"Em, kamu siapa?"
"Saya Raka, Raka Satria Erlangga." Raka menjulurkan tangannya hendak menjabat tangan perempuan di depannya.
Tidak, bukan itu yang akan Gistara tanyakan. Gistara mengetahui kalau hanya sekedar nama laki-laki ini. Benar, namanya Raka. Memangnya siapa yang tidak mengenal sosok Chef tampan yang menjadi incaran kaum hawa ini? Tapi maksudnya adalah Raka ini kenapa bisa berada di sini?
Dan tunggu, siapa tadi? Erlangga?
Sepertinya terdengar tidak asing di telinganya.
Tak urung, Gistara menerima jabatan tangan Raka. "Gistara."
"Maaf saya terlambat, kamu sudah menunggu lama?" Tanya Raka tak enak hati. Tadi ada sedikit kendala di restoran, ditambah lagi jalanan macet dikarenakan bersamaan dengan jam makan siang. Maka dari itu, dia sedikit terlambat dengan jam janjinya.
"Tidak masalah." Sekarang Gistara tidak peduli lagi berapa lama dia menunggu tadi, dia harus memastikan isi kepalanya terlebih dahulu.
"Jadi, kamu?" Gistara menggantungkan pertanyaannya begitu mendapati anggukkan kepala dari Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arranged Marriage
General FictionMeski sudah menginjak usia 32 tahun, namun tak ada tanda-tanda sedikitpun dari seorang Raka Satria Erlangga untuk pulang dengan membawa calon istri. Sikap Raka yang kelewat santai membuat Sania-Ibunya kalang kabut hingga kerap kali mendesak Raka unt...