Malam ini hujan mengguyur begitu deras. Angin berhembus sangat kencang menyebabkan hawa dingin begitu menusuk di sela pori-pori kulit.
Padahal Gistara sudah memakai piyama berlengan panjang dengan di lapisi jaket tebal. Kakinya sudah terbalut dengan kaos kaki. Namun, hawa dingin masih sangat terasa menusuk kulitnya.
"Kayaknya makan yang hangat berkuah enak ya hujan-hujan begini." Ujar Gistara saat melihat postingan di salah satu sosmed yang menampilkan video pangsit kuah.
Saat ini mereka masih sama-sama berbaring di ranjang dengan bergelung pada selimut tebal. Mereka bahkan belum sempat makan malam sebab terlalu malas untuk beranjak dingin-dingin seperti ini.
"Kamu mau makan apa biar aku pesankan." Sahut Raka yang juga merasa tertarik dengan makanan hangat.
"Lagi nggak kepingin makanan di sini. Pesen di luar aja kali ya."
"Sebentar, aku cari dulu makanan enak yang dekat sini." Gistara lalu mengotak-atik ponselnya untuk mencari pangsit kuah seperti yang dia tonton tadi.
"Hujannya deras sekali, kasihan tukang ojeknya nanti kalau antar ke sini."
Sejenak Gistara terdiam mendengar ucapan Raka. Benar juga, hujan deras sekali. Rasanya tidak mendukung untuk memesan makanan di luar.
"Tapi siapa tau mereka masih ada yang cari uang buat keluarganya jam segini. Nanti aku kasih tips buat bapak ojeknya."
Raka mengangguk setuju. Dari pengalaman yang dia tau, ada beberapa tukang ojek yang bahkan tidak mendapatkan orderan hingga malam. Pernah suatu hari Raka memesan makanan diluar karena saat itu dia tengah sakit jadi tidak memungkinkan untuk dia masak sendiri. Apalagi saat itu posisinya dia tengah berada di luar kota untuk mengunjungi restorannya yang berada di sana. Tukang ojek itu bahkan sampai mengucapkan berkali-kali terimakasih dikarenakan Raka adalah pelanggan pertama malam itu. Raka yang tak tega akhirnya memberi uang lebih untuk bapak tukang ojek yang usianya kisaran 60 tahun itu.
"Kamu mau apa, Mas?" Tanya Gistara.
"Samakan sama kamu saja, yang penting berkuah."
Beberapa menit berkutat memilih-milih makanan, akhirnya pilihan Gistara jatuh pada pangsit kuah pedas, bakso, ramen dan makanan berkuah lainnya.
"Udah aku pesan, tinggal kita tunggu."
"Nanti kalau sudah di apartemen, aku masakin buat kamu." Ujar Raka mengelus-elus tangan Gistara.
"Kamu pasti terbiasa makan enak ya, Mas? Aku jadi nggak percaya diri buat masakin kamu nantinya."
"Apapun yang dibuatkan sama kamu pasti aku suka."
"Mungkin aja kan masakan aku nggak sesuai sama selera lidah kamu yang udah terbiasa makan makanan enak sekelas masakan Chef gitu."
"Kanapa mikir begitu? Aku aja malah bosan makan masakan sendiri." Ujar Raka. "Seenak apapun masakan sendiri, pasti jauh lebih enak kalau dimasakkan dan disiapkan oleh istri."
"Aku nggak pinter masak loh, Mas. Mungkin kalau di sandingkan sama kamu, aku baru dua dari sepuluh."
"Nggak papa, nanti kita masak sama-sama." Raka tersenyum sembari mengamati wajah cantik Gistara.
Berbanding terbalik dengan Gistara, hujan malam ini sama sekali tak membuat Raka kedinginan. Sebab kehadiran Gistara mampu menghangatkan dirinya.
Tangan Raka terulur untuk mengelus leher Gistara yang terdapat tanda merah di sana. "Ternyata cukup membuatnya berbekas."
Spontan Gistara menutupi lehernya dengan kerah piyama, lalu rambutnya yang tergerai dia kedepankan. Wajahnya memerah malu tampak salah tingkah. Ayolah, dia belum terbiasa di tatap dan di sentuh seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arranged Marriage
Fiksi UmumMeski sudah menginjak usia 32 tahun, namun tak ada tanda-tanda sedikitpun dari seorang Raka Satria Erlangga untuk pulang dengan membawa calon istri. Sikap Raka yang kelewat santai membuat Sania-Ibunya kalang kabut hingga kerap kali mendesak Raka unt...