"Aku nggak mengira kalau Arka akan mengikuti jejak Saka."
Perjalanan pulang menuju apartemen tak membuat Raka lupa dengan kejadian di kediaman orang tuanya. Rasanya dongkol sekali menghadapi adik-adiknya yang di luar batas itu.
"Kasusnya memang beda, tapi intinya mereka sama-sama maniduri perempuan." Sekali lagi Raka berdecak kesal. Padahal tidak ada dari kedua orang tuanya yang mempunyai sifat sebajingan itu. Entah dari mana sifat bajingan tertanam di diri Saka dan Arka. Sepertinya hanya dia anak laki-laki satu-satunya yang masih waras.
Gistara masih terdiam mendengarkan umpatan-umpatan Raka untuk adiknya itu, biarlah dia melampiaskan rasa kesalnya.
"Benar-benar memalukan."
"Padahal kelihatannya Arka bukan laki-laki yang seperti itu." Setelah Raka selesai dengan gerutuan-nya, barulah Gistara angkat suara.
"Dia memang bukan laki-laki yang suka neko-neko. Tapi semenjak bercerai dua tahun lalu, dia jadi melampiaskannya dengan mabuk-mabukan." Raka menghela nafasnya. "Meskipun nggak sering, tapi aku menyadari kalau semua ini terjadi setelah kejadian itu."
"Mungkin dengan mabuk, dia bisa melampiaskan rasa sakitnya."
"Tetap saja itu salah. Sekarang kamu lihat sendiri akibat dari minum minuman sialan itu, dia menghancurkan masa depan seorang gadis."
Gistara mengangguk setuju. "Semoga dia bisa belajar dari kesalahan."
"Tapi ... kamu nggak gitu kan Mas?"
Raka menolehkan kepalanya mendengar pertanyaan yang tidak dia kira akan keluar dari bibir istrinya. Lalu bibirnya menyunggingkan senyum. "Walaupun mereka adik-adikku, bukan berarti kita sama. Aku nggak sebajingan mereka berdua, Gis."
"Mama dan kedua adikku perempuan, aku masih waras untuk punya pikiran seperti mereka."
"Lagipula, bagiku hal seperti itu lebih baik dilakukan setelah menikah. Benar begitu kan, Gis?" Raka menolehkan kepalanya ke samping dengan tersenyum.
Gistara mengalihkan pandangannya ke depan, lalu berdehem sebentar untuk menghilangkan salah tingkahnya. Sial, ucapan Raka seperti kode untuk ... ah sudahlah, Gistara tidak mau semakin terlihat salah tingkah.
••••••••
Tadi saat perjalanan pulang, mereka mampir terlebih dahulu ke supermarket untuk berbelanja bahan-bahan masakan dan keperluan lainnya. Hari ini belanjaan mereka cukup banyak mengingat mereka baru saja pindah. Kulkas yang semula kosong sekarang sudah penuh dengan berbagai minuman, sayuran dan buah-buahan. Untuk saja Raka mempunyai kulkas yang khusus untuk buah dan sayur, jadi tidak perlu harus di campur menjadi satu.
"Hari ini mau masak apa, Mas?" Tanya Gistara yang tengah memasukkan beberapa jenis minuman dan buah-buahan. Sedangkan Raka tengah membersihkan ayam dan beberapa jenis ikan yang tadi sempat dia beli sebelum nanti dimasukkan ke kulkas.
"Kamu maunya apa?"
"Masak ikan bakar aja gimana, Mas? Kayaknya enak dimakan sama nasi hangat pakai lalapan selada." Ujar Gistara setelah beberapa detik berpikir. Tangannya bergerak memasukkan sayur selada ke dalam kulkas. "Lihat selada seger-seger banget jadi mikir pasti enak buat lalapan."
Raka mengangguk setuju. "Okay, nanti masak sama-sama ya."
Gistara mengacungkan dua jempolnya. Membayangkan ikan bakar dengan sambal rasanya sudah tidak sabar. Apalagi perutnya sudah mulai keroncongan.
••••••••
"Enak banget, Mas. Sambalnya berasa, beda nggak kayak buatan aku." Sudah berkali-kali Gistara memuji sambal buatan Raka enak. Padahal menurut Raka dia membuatnya menggunakan resep biasa seperti pada umumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arranged Marriage
General FictionMeski sudah menginjak usia 32 tahun, namun tak ada tanda-tanda sedikitpun dari seorang Raka Satria Erlangga untuk pulang dengan membawa calon istri. Sikap Raka yang kelewat santai membuat Sania-Ibunya kalang kabut hingga kerap kali mendesak Raka unt...