Gistara memejamkan matanya erat-erat saat merasakan ciuman Raka turun pada lehernya. Sesekali Gistara merasakan Raka menyesapnya. Ah, sepertinya beberapa akan meninggalkan bekas.
"Sshhh, pelan-pelan Mas, sakit." Gistara mengeluh kala Raka menggigit lehernya dengan gemas.
"Maaf ya, kelepasan." Raka tersenyum tanpa rasa bersalah. Lalu kembali melanjutkan aktivitasnya yang sudah dia tunggu sejak kemarin-kemarin.
"Mas!" Gistara melebarkan matanya saat merasakan tangan Raka mulai menyusup ke dalam baju tidurnya. "Tangannya." Gistara merengek dengan wajah yang sudah berantakan.
Gistara salah besar, justru dengan dia yang berteriak-teriak semakin membuat Raka bersemangat melanjutkan aktivitasnya. Belum apa-apa saja Gistara sudah pucat pasi seperti itu, apalagi kalau Raka sudah melakukan lebih dari ini.
Sebelum melanjutkan, Raka kembali mencium bibir Gistara. Setelah di rasa sang istri sudah mulai kehabisan nafas, Raka melepaskannya, lalu menatap mata Gistara yang terlihat sayu. "Boleh aku memulai?"
"Kalau aku bilang nggak boleh memangnya mau berhenti?" Tanya Gistara menaik turunkan alisnya.
Raka terkekeh, lalu menggeleng. "Tentu, tidak."
Gistara memutar bola matanya malas. "Yaudah."
"Kalau begitu, jangan minta berhenti kalau aku sudah memulai."
"Memangnya yang dari tadi kita lakuin belum bisa di sebut memulai?"
Sekali lagi, Raka mengecup bibir manis sang istri. "Itu belum apa-apa sayang."
Setelah itu mereka melanjutkan sesuatu selayaknya pengantin baru, menggantikan malam pengantin yang kemarin belum sempat terjadi.
••••••••
Aroma segar menguar begitu Raka membuka matanya saat mendapati Gistara yang baru keluar dari kamar mandi.
Sesaat matanya melirik jam yang berada di atas nakas, di sana sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Ah, sepertinya hari ini sedikit terlambat.
"Kenapa nggak bangunin aku, Gis?" Tanya Raka menatap Gistara yang berjalan menuju meja rias.
"Aku juga baru bangun, Mas. Lagipula kamu nyenyak banget tidurnya. Takut malah ganggu." Gistara mulai menggunakan rangkaian perawatan wajahnya serta bodycare. Lalu sedikit menggunakan concealer guna menutupi beberapa bercak merah yang Raka tinggalkan di sana. Ah, jika mengingat itu kembali membuat wajah Gistara memanas.
"Kamu nanti mau pergi jam berapa?"
"Em kayaknya nggak jadi."
Raka mengernyitkan keningnya. "Loh, kenapa?"
"Aku mau istirahat."
Mulanya Raka tak mengerti, begitu paham dengan maksud Gistara justru membuatnya tergelak. "Kamu lelah?"
Gistara diam tak menjawab, terlalu malu jika harus membahas tentang semalam.
"Maaf, Gis. Mungkin aku terlalu berlebihan sampai membuat kamu kelelahan." Ujar Raka sembari bangkit dari ranjangnya. Sebelum itu, dia memakai celananya terlebih dahulu yang tergeletak di bawah.
"Apalagi ini yang pertama untuk kamu, pasti belum terbiasa. Nanti kalau sudah terbiasa nggak akan sesakit ini kok."
Kegiatan Raka yang terlalu terang-terangan memakai celananya dan berucap santai semakin membuat Gistara tak ingin membalas ucapannya. Dia lebih memilih mengalihkan pembicaraan guna menghalau rasa malunya. "Kamu mandi dulu, nanti aku siapkan sarapannya."
"Nggak usah, kamu tunggu aku saja. Nanti biar aku yang buat sarapan spesial untuk kamu." Raka mengecup bibir Gistara sebelum berlalu ke kamar mandi.
"Ya ampun Mas Raka." Gistara menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu berjalan menuju ranjang hendak menggulung sprai yang terdapat noda bekas semalam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arranged Marriage
Fiksi UmumMeski sudah menginjak usia 32 tahun, namun tak ada tanda-tanda sedikitpun dari seorang Raka Satria Erlangga untuk pulang dengan membawa calon istri. Sikap Raka yang kelewat santai membuat Sania-Ibunya kalang kabut hingga kerap kali mendesak Raka unt...