Bagi Gistara, hubungan yang harmonis harus di landasi dengan kejujuran. Entah kejujuran manis ataupun pahit, dia akan berusaha menerimanya selagi itu tidak keluar batas. Seperti halnya kejujuran suaminya tentang perasaannya di masa lalu, dia memakluminya, sebab memang itu tidak bisa kita kendalikan.
Gistara percaya pada Raka. Suaminya itu selalu berkata jujur padanya. Tentang Selina, dan juga tentang Maura. Tapi sini bukan Raka yang bermasalah, namun Maura. Perempuan itu seolah-olah selalu mencari celah untuk mendekati suaminya dengan mengatasnamakan pekerjaan.
Mulanya Gistara hanya membiarkan, tapi semakin kesini Maura semakin berani. Pada pertemuannya untuk yang ke sekian kalinya, Maura bertindak seolah-olah dia paling tau apa yang Raka suka dan apa yang Raka tidak suka. Gistara jelas muak melihat Maura yang seperti sengaja ingin membuatnya cemburu.
Gistara bukan perempuan bodoh. Dia jelas mengetahui kalau Maura benar-benar menyukai suaminya. Perempuan itu sedang menunjukkan bahwa dia seolah-olah orang yang paling dekat dengan Raka dan yang paling mengetahui semuanya. Meski terlihat tenang dalam menanggapi, namun sejujurnya Gistara rasanya ingin mencakar-cakar wajah sok polos milik Maura.
"Tapi, perempuan kayak gitu harus di pantau loh, Gis. Takutnya malah semakin lebih berani."
Tidak sanggup memendam kekesalannya seorang diri, Gistara memilih mencurahkannya pada sang sahabat, Laura.
Gistara menyeruput jus jeruk miliknya guna membasahi tenggorokannya yang kering karena terlalu banyak bicara. "Ya kali aku harus ngikutin Mas Raka terus, Lau."
"Nggak gitu, tapi mungkin kamu bisa meluangkan waktu ke sana pas makan siang atau apa gitu?"
Gistara mengedikkan bahunya, "Sebenernya aku udah males banget lihat muka perempuan itu. Rasanya mau aku jambak-jambak."
"Tapi, karena demi menjauhkan Mas Raka dari hama, ya aku harus bisa mencegah supaya perempuan itu nggak punya kesempatan lagi." Lanjut Gistara lagi.
"Suami kamu nggak akan tergoda kan?"
Gistara menggeleng, "Nggak sih. Mas Raka juga bilang katanya risih sama kelakuan perempuan itu."
Laura mengangguk-anggukkan kepalanya, "Kenapa nggak di pecat aja?"
"Mungkin karena kinerjanya bagus?" Balas Gistara ragu.
"Loh, Gistara, Laura?"
Perbincangan mereka terpaksa terhenti karena kedatangan seseorang yang menyapanya.
"Oh, hai, Galang." Laura lebih dulu menjawab. Perempuan itu melirik sepasang mantan itu. "Di sini juga?"
Galang mengangguk, "Habis selesai meeting."
Laura melirik Gistara yang hanya diam, "Ah, iya, silahkan duduk." Karena tidak enak membiarkan Galang berdiri, akhirnya dia mempersilahkannya duduk.
Galang tak menolak. Laki-laki itu duduk di antara kedua perempuan cantik itu.
"Gis," Sapa Galang pada Gistara yang belum berucap satu patah kata pun sejak kedatangannya. "Dapat salam dari Mama."
Gistara tersenyum menanggapi, "Sampaikan juga salam buat Tante Riani, ya."
Galang mengangguk, bibirnya menyunggingkan senyum manisnya. "Mama maksa banget mau ketemu kamu."
Gistara berpikir sejenak, "Mungkin weekend ini baru aku bisa ketemu Tante."
"Nanti aku sampaikan."
"Oh iya-"
Drrttt
Perkataan Galang terpotong oleh deringan ponsel yang berasal dari tas Gistara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arranged Marriage
BeletrieMeski sudah menginjak usia 32 tahun, namun tak ada tanda-tanda sedikitpun dari seorang Raka Satria Erlangga untuk pulang dengan membawa calon istri. Sikap Raka yang kelewat santai membuat Sania-Ibunya kalang kabut hingga kerap kali mendesak Raka unt...