4

15.2K 1.3K 44
                                    

Ternyata hari yang Gistara takutkan tiba begitu cepat. Hari dimana dia bertemu dengan keluarga Raka. Gistara tidak bisa mengelak lagi saat Raka mengajaknya ke rumah laki-laki itu, sebab weekend minggu kemarin Gistara tidak bisa menepati janjinya untuk datang ke rumah Raka, karena dia ada urusan mendadak bersama temannya.

Akhirnya Raka kembali mengajaknya datang ke rumahnya nanti malam, bersamaan dengan jadwal makan malam keluarga Erlangga, yang artinya semua keluarga Erlangga berkumpul semuanya saat makan malam itu, tak terkecuali adik-adik Raka yang sudah berumah tangga.

Mengetahui fakta tersebut membuat Gistara semakin tidak karuan. Ada perasaan cemas, takut, gugup semuanya menjadi satu. Apalagi, dia juga masih merasa canggung pada Raka meskipun kedekatan mereka sudah berjalan satu minggu lebih. Apa nantinya dia di sana harus menempeli Raka terus menerus? Sedangkan dia sendiri masih dalam mendekatkan diri pada Raka.

Gistara bukan tipikal orang yang mudah bergaul, dia cenderung malu dan canggung saat bertemu dengan banyak orang. Dia juga tidak pandai berbasa-basi pada orang. Dia bahkan tidak tau apa yang harus dilakukan untuk berbasa-basi sekedar untuk mencairkan suasana.

Maka dari itu, untuk menghilangkan rasa gugup karena akan bertemu dengan keluarga Raka, seharian ini Gistara berencana akan menghabiskan waktu di rumah saja. Sekedar membaca novel atau menonton film.

••••••••

"Makanan kesukaan Gistara apa? Biar nanti Mama masakan sendiri khusus untuk calon menantu Mama." Tanya Sania saat mereka masih bersantai di ruang keluarga. Dia tengah bersantai sembari menunggu cucu-cucunya datang hari ini. Rencananya Rania-anak keduanya dan juga Saka-anak ketiganya akan datang siang hari dan akan menginap, sebab mereka mempunyai anak kecil yang tidak memungkinkan jika datang mendadak nanti malam.

"Aku belum mengenal Gistara sejauh itu sampai mengetahui makanan kesukaannya, Ma."

"Ya makanya tanya dong, Mas. Laki-laki itu harus peka supaya perempuannya juga nyaman." Ujar Kania yang menyahut.

Raka hanya mengangguk, "Iya, nanti ditanyakan."

Sania menatap putra sulungnya, bibirnya menyunggingkan senyuman bahagia. "Mama bahagia, sebentar lagi anak Mama akan menikah. Tapi di sisi lain Mama juga sedih karena anak Mama yang lain gagal dalam pernikahannya."

Sania tersenyum getir, seharusnya anak-anaknya bahagia sudah menemukan kebahagiaan bersama keluarga kecilnya. Namun ternyata hidup tidak berjalan semulus itu. Arka-anak keempatnya gagal dalam pernikahannya 2 tahun lalu. Apalagi sejak hari itu, Arka tidak lagi seceria dulu. Dia cenderung lebih banyak diam dan sibuk bekerja untuk mengalihkan kesedihannya.

Sejak saat itu pula, Sania tidak lagi mengijinkan Arka untuk tinggal di rumahnya bersama sang istri dulu. Sania menyuruh Arka untuk tinggal di sini. Selain rumah itu banyak meninggalkan kenangan yang membuat anaknya kembali bersedih, Sania juga takut kalau seandainya anaknya berbuat sesuatu yang bisa menyakiti dirinya sendiri, meskipun Sania yakin kalau Arka tidak mungkin melakukan hal konyol itu. Namun tetap saja, sebagai seorang ibu ada rasa khawatir yang berlebihan pada anak-anaknya.

Davian, Raka dan juga Kania terdiam mendengar ucapan Sania. Benar, dibalik kebahagiaan mereka, ada Arka yang masih dalam menyembuhkan sakit hatinya. Setiap hari libur seperti ini, dia lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar.

Menurut mereka, sejauh ini Arka sudah bisa melupakan mantan istrinya secara perlahan. Namun sepertinya kesedihan yang masih menyelimutinya hingga saat ini adalah Arga-anak dari mantan istrinya bersama kekasihnya.

Merawat Arga dari bayi hingga berusia enam bulan memanglah waktu yang sangat singkat. Namun, kenangan bersama bayi kecil itu tidaklah bisa dilupakan dalam waktu enam bulan. Kasih sayangnya terlalu besar untuk dilupakan begitu saja.

Arranged MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang