Tepat pukul sepuluh malam, Gistara baru tiba di rumahnya dengan Raka yang mengantarnya. Gistara yang tadi hendak menelepon sopirnya untuk menjemputnya dicegah oleh Raka. Laki-laki itu begitu kekeh ingin mengantar Gistara dan memastikan perempuan itu selamat sampai rumahnya.
"Sekali lagi terimakasih ya, Mas." Ujar Gistara untuk ke sekian kalinya. Saat ini mobil Raka sudah berhenti di halaman rumahnya.
Raka menganggukkan kepalanya. "Terimakasih kembali Gistara, karena kamu sudah meluangkan waktu untuk datang ke rumah saya."
Gistara tertawa pelan. "Tidak masalah sama sekali, Mas Raka. Justru saya senang bisa datang dan bertemu dengan keluarga kamu yang sangat baik menyambut saya."
Sekali lagi Raka menganggukkan kepalanya, bibirnya tersenyum lembut. "Secepatnya giliran saya yang datang ke keluarga kamu."
"Tentu, kapanpun Mas Raka datang, rumah ini terbuka menyambut kedatangan kamu."
"Ehm, yasudah Mas, saya turun dulu ya. Kamu hati-hati di jalan. Jangan ngebut, sudah malam."
Sebelum benar-benar turun, Gistara terdiam sejenak sebelum akhirnya kembali membuka suara. "Soal jawaban dari pernyataan kamu tadi," Gistara sengaja menggantungkan ucapannya untuk melihat raut wajah Raka yang dengan seksama mendengarkannya.
"Saya bersedia." Lanjut Gistara lagi.
"Kalau kamu benar-benar serius dengan niat baik kamu, tidak ada alasan saya untuk menolak."
"Saya harap, kamu bisa datang ke rumah bertemu dengan Papa dan Mama untuk membicarakan ini lebih lanjut."
Senyum lebar langsung terbit dari bibir Raka. Tangannya menggenggam tangan Gistara yang berada di pangkuan perempuan itu. "Saya akan datang secepatnya."
"Terimakasih sudah menerima saya sebagai bagian dari hidup kamu."
Melihat senyum tulus dari Raka, tak ada alasan untuk Gistara tidak ikut tersenyum. Tangannya ikut membalas genggaman hangat tangan Raka. "Terimakasih kembali."
Tangan Gistara yang semula berada dalam genggaman tangannya, Raka bawa untuk dikecup bibir hangatnya. "Mungkin kamu menganggapnya saya terkesan buru-buru, tapi saya sama sekali tidak berniat main-main, Gistara. Saya benar-benar serius mau menjadikan kamu sebagai istri saya."
••••••••
Untuk ukuran hubungan yang akan di bawa ke jenjang serius, hubungan Raka dan Gistara terhitung sangat cepat. Mereka tidak memerlukan waktu yang lama untuk saling mengenal. Selebihnya, mereka lebih memilih saling mengenal setelah menikah, agar lebih bisa leluasa mengenal secara luar dan dalam.
Mungkin rasa cinta belum tumbuh secepat mereka mengenal. Namun, waktu yang sangat singkat itu nyatanya mampu menumbuhkan kenyamanan dalam diri mereka masing-masing. Apalagi Gistara sendiri sudah menyimpan kekaguman pada Raka sebelum mereka di pertemukan dalam perjodohan ini. Semua berawal dari kenyamanan lalu tumbuh perasaan lain yang di sebut cinta. Ya, setidaknya mereka berharap seperti itu untuk kedepannya.
Raka ingin segera menjadikan Gistara istrinya bukan semata-mata hanya untuk memenuhi perjodohan kedua keluarga. Namun, memang sudah seharusnya dia menikah dalam waktu dekat ini mengingat semakin lama usianya semakin bertambah. Dan Raka sangat yakin, bahwa Gistara perempuan yang tepat untuk menemani sepanjang usianya.
Beberapa hari ini mengenal Gistara, Raka sudah bisa menilai bahwa Gistara adalah perempuan yang baik. Selain itu, pembawaan Gistara yang tenang dan lemah lembut mampu menarik perhatiannya. Sedikit mengejutkan memang kalau dia tiba-tiba langsung melamar Gistara kemarin malam. Raka menyadari dari raut wajah Gistara yang tampak terkejut dan bingung menanggapinya. Namun, bukankah memang niat baik tidak boleh di tunda-tunda?

KAMU SEDANG MEMBACA
Arranged Marriage
General FictionMeski sudah menginjak usia 32 tahun, namun tak ada tanda-tanda sedikitpun dari seorang Raka Satria Erlangga untuk pulang dengan membawa calon istri. Sikap Raka yang kelewat santai membuat Sania-Ibunya kalang kabut hingga kerap kali mendesak Raka unt...