20

11.8K 1.1K 46
                                    

Gistara mematut dirinya di depan cermin. Make up tipis namun terlihat segar dan elegan, sangat pas sekali dipadukan dengan kebaya berwarna nude yang merupakan seragam keluarga Erlangga di hari pernikahan Arka dan Sarah. Rambutnya hanya di sanggul sederhana dengan bagian sisi kiri di kepang cantik.

Gistara cukup puas dengan hasil tangan-tangan cantik Make Up Artist. Meski make up sederhana, namun terlihat sekali dia tampak lebih segar dan cantik.

"Memang dasarnya Mbak sudah cantik, jadi di make up seperti apapun tetap cantik." Puji MUA yang merias Gistara.

Gistara tersenyum, "Ini juga karena tangan Mbak yang udah buat saya cantik."

Pernikahan Arka dan Sarah di adakan di hotel tempatnya melangsungkan pernikahan beberapa waktu yang lalu. Satu hari sebelum acara, semua keluarga sudah menginap di hotel sekaligus untuk memantau persiapan acaranya. Hingga tiba hari acara, mereka bisa bersiap langsung dan di bantu oleh beberapa MUA.

"Sudah?" Raka menjemput Gistara setelah istrinya itu selesai merias diri. "Acara sebentar lagi mulai."

"Iya, ini udah selesai." Gistara buru-buru menghampiri Raka yang berada di depan pintu. "Makasih, ya, Mbak."

"Ayo." Raka mengambil tangan Gistara untuk dia lingkarkan di lengannya.

"Yang lain udah selesai semua?" Tanya Gistara.

"Pengantin perempuan belum, tapi akad sebentar lagi di mulai."

Mereka berjalan beriringan menuju ballroom hotel tempat acara akad berlangsung.

"Kamu cantik." Raka tidak tahan untuk tidak mengeluarkan pujiannya.

"Biasa aja." Elak Gistara. "Lebih cantikan Mbak Selina nggak sih, Mas? Dia cantik banget, mana kalem lagi, udah gitu anggun. Hampir nggak ada kurangnya. Aku aja yang perempuan suka lihatnya."

Pujian Gistara bukan semata-mata untuk menyindir Raka. Ya, meski ada secuil niat, tapi ucapannya memang suatu kebenaran. Lihatlah, baru tiba di ballroom, fokus Gistara sudah mengarah pada Selina yang tengah menggandeng lengan suaminya. Perempuan itu juga tampak cantik sekali mengenakan kebaya berwarna nude yang senada dengannya.

"Semua perempuan cantik, tapi kamu paling cantik."

Gistara mencibir tak. "Nggak, ah. Aku jelek."

Raka mendengus, entah kenapa Gistara menjadi menyebalkan sejak mengetahui perasaannya untuk Selina dulu. Dia selalu menyindirnya dengan nama Selina, contohnya seperti saat ini.

"Kamu lebih sensitif akhir-akhir ini." Ujar Raka to the point.

"Perasaan kamu aja kali." Gistara segera melepas tangannya dari lengan Raka ketika sampai dimana keluarga Erlangga berkumpul.

Gistara mendudukkan tubuhnya di sebelah Selina. Bibirnya menyunggingkan senyum ketika Selina tersenyum ke arahnya.

"Sini, Mas." Gistara mempelototi Raka ketika tidak mendapati suaminya itu duduk. Dia malah berdiri tidak jelas di samping kursi.

Raka menghela nafasnya, laki-laki itu lantas mendudukkan tubuhnya di sebelah sang istri. "Kursi lain masih ada yang kosong, kenapa memilih duduk di sini?"

Bukan apa-apa Raka bertanya demikian, hanya saja dia ingin menghentikan pikiran negatif Gistara tentangnya dan Selina. Tapi justru perempuan itu yang seolah sengaja membuat posisinya menjadi serba salah.

"Memangnya kenapa?" Bisik Gistara lirih. Dia bertanya seolah-olah tidak mengetahui maksud dari suaminya.

Sekali lagi, Raka mendengus. Dia baru menyadari kalau menghadapi perempuan ternyata cukup sulit. "Nggak papa."

Arranged MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang