23

13.7K 1.1K 45
                                    

Nafas Gistara tercekat. Pasokan udara di sekitar seketika menipis. Otaknya berusaha keras mencerna kata demi kata yang telah sang suami ucapkan. "M-maksud Mas Raka a-apa?"

"Kamu hamil, tapi ... " Raka tak sanggup melanjutkan ucapannya. Dia tau Gistara pasti terkejut mengetahui dua kabar sekaligus. Kabar bahagia dan juga kabar duka bagi mereka.

"M-mas Raka nggak serius kan?" Gistara menggeleng ragu, "A-aku b-bahkan nggak tau kalau aku h-hamil. K-kenapa tiba-tiba keguguran?"

Raka membawa Gistara ke dalam pelukannya, "Tenangkan diri kamu ya."

Tanpa sadar, Gistara meneteskan air matanya dalam pelukan sang suami. Sungguh, hatinya terasa sakit mengetahui fakta mengejutkan ini. Dia tidak tau kalau dia tengah hamil. Andaikan dia tau, pasti dia akan menjaganya sepenuh hati.

"I-ini b-beneran?" Rasanya sulit sekali mempercayai kejadian ini yang tiba-tiba.

"Tuhan lebih menyayangi calon anak kita."

Gistara memejamkan matanya yang seketika membuat air matanya menetes, "Maafin aku, Mas. A-aku nggak bisa jaga anak kita."

"A-aku nggak tau kalau aku hamil."

"Seandainya aku tau–"

"Ssstttt." Raka mengelus kepala Gistara pelan ketika menyadari tubuh sang istri mulai bergetar. "Bukan salah kamu sayang."

"Ini takdir. Mungkin Tuhan masih mau memberi kita kesempatan untuk mempersiapkan diri agar kelak kita menjadi orang tua yang baik."

"T-tapi anak kita–"

"Its okay, kita ikhlaskan ya." Raka sedih tentu saja. Tapi dia harus bisa menenangkan istrinya yang saat ini lebih membutuhkannya. Jika dia larut bersedih, siapa yang akan menenangkan istrinya?

Gistara melepaskan pelukannya, kepalanya mendongak memandang Raka yang tersenyum ke arahnya. "Kamu nggak marah?"

Raka tersenyum, bibirnya mengecup kedua mata sang istri yang basah karena air mata. "Siapa yang marah hm?"

"Nggak ada orang yang mau ini terjadi, begitupun kita. Tapi semua atas takdir Tuhan. Aku percaya, di balik kehilangan ini pasti Tuhan sudah menyiapkan rencana kebahagiaan lain untuk kita. Kuncinya, kita harus belajar ikhlas, ya?"

Air mata Gistara yang sempat terhenti kembali mengalir. Tubuhnya kembali menghambur ke dalam pelukan Raka. "Sekali lagi aku minta maaf, Mas."

"Mungkin kalau aku lebih hati-hati, ini semua nggak akan terjadi."

Raka menopangkan dagunya pada kepala Gistara, tangannya mengusap-usap rambut sang istri yang tak berhenti menggumamkan kata maaf. "Semakin banyak kata maaf yang kamu ucapkan, semakin membuat aku merasa bersalah. Aku lalai menjaga kamu sampai kamu bisa jatuh di kamar mandi. Aku yang minta maaf sayang."

Gistara menggeleng di sela-sela pelukannya, "Aku tau pasti kamu kecewa."

Raka mengecup pucuk kepala Gistara dengan sayang, "Sudah ya, jangan terlalu keras berpikir. Kamu istirahat dulu supaya cepat pulih."

"Kamu jangan pergi."

"Iya, aku di sini." Raka membenarkan letak bantal agar nyaman ketika kepala Gistara berbaring. "Aku tunggu sampai kamu tidur."

••••••••

"Maafin ya, Ma. Aku nggak bisa jaga cucu Mama." Kedatangan ibu dan ibu mertuanya kembali membangkitkan kesedihan yang semula sedikit sudah padam dari diri Gistara.

"Nggak papa sayang, ikhlaskan ya. Yang penting kamu baik-baik aja." Sania bergerak menghapus air mata sang menantu.

"Aku gagal menjaga calon anakku, Ma."

Arranged MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang