illustrasi Ario , dibuat dengan Leonardo AI
Di gym rumahan Ario yang sederhana, pagi itu terasa berbeda. Cahaya matahari pagi yang menerobos masuk memberikan semangat baru pada Ario dan Dewo yang tengah memulai latihan mereka. Setiap detail di ruangan itu, dari poster motivasi hingga cermin besar yang menggantung di dinding, berkontribusi pada atmosfer yang memotivasi. Dumbbell dan barbell teratur di rak besi, sementara matras latihan di lantai menunjukkan jejak keringat dari latihan keras mereka.
Ario, seorang polisi yang tegas namun penuh kasih, dengan otot-otot yang berbicara tentang tahun-tahun dedikasi, memandu Dewo melalui setiap gerakan. "Tarik napas, angkat, tahan, turunkan perlahan," arahnya, suaranya menggema di ruangan itu. Setiap kata dari Ario bukan hanya tentang fisik, tetapi juga tentang mendidik Dewo dalam disiplin dan ketekunan.
Namun, di balik kebanggaannya, Ario menyimpan kekhawatiran. Malam sebelumnya, Dewo pulang terlambat, melanggar jam malam yang jarang dia langgar. Ario dan Dinda, telah menghabiskan malam mencari Dewo tanpa hasil. Dewo pulang tanpa sepatah kata dan langsung tidur, meninggalkan Ario dalam kecemasan.
'Kamu pasti tahu cara terbaik menghadapi ini,' gumam Ario dalam hati, seolah berbicara kepada mendiang istrinya. Dalam keheningan gym, Ario merenungkan bagaimana mendiang istrinya selalu menjadi sumber kekuatan dan inspirasi baginya.
Ketika Dewo melakukan pemanasan, Ario memperhatikannya dengan mata yang penuh pertanyaan. Anaknya tampak lebih pendiam dari biasanya, pikirannya seakan melayang jauh. 'Ada apa denganmu, Wo?' tanya Ario dalam hati, ingin mengerti apa yang mengganggu Dewo.
Sementara Dewo memulai set latihan berikutnya, Ario teringat pada mendiang istrinya yang selalu menjadi tempat berbagi segala suka dan duka, harapannya agar Dewo juga merasa cukup nyaman untuk berbagi apa pun dengannya.
"Kamu tumben semangat banget! Ada yang spesial ya?" tanya Ario, mencoba mengalihkan pikirannya dari kekhawatiran. Dewo, dengan senyum samar, merespons, "Cuma ingin lebih fit aja, Pa." Suaranya, meski serak, menyembunyikan semangat yang tak biasa. Ario mengamati anaknya, mencoba membaca apa yang mungkin tersembunyi di balik senyum itu.
"Sekarang giliran ayah, jagain ya, Wo," kata Ario sambil mengatur beban pada mesin latihan. Ario berbaring di bench press, menyesuaikan posisinya, dan mulai mengangkat barbell berat. Setiap angkatan adalah perjuangan, otot-ototnya berkontraksi penuh tenaga, wajahnya menunjukkan tekad yang kuat.
Di sisi lain, Dewo mencuri kesempatan untuk sekali lagi meraba dadanya yang sensitif. Dia merasa bingung dan frustrasi, tidak mengerti mengapa putingnya terasa begitu sensitif dan bengkak. Pikirannya melayang kembali ke malam sebelumnya, ingatannya tentang Rama yang mencoba memberikan terapi eksposur pada putingnya terasa samar dan terputus. Semua kenangan itu berakhir dalam kegelapan, dan dia hanya terbangun di rumah dengan puting yang bengkak dan merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
PENTIL DEWO
RomanceSebuah kelemahan, sebuah obsesi, dan sebuah hubungan yang tak terduga. Rama, seorang remaja gay cerdas dengan fetish yang spesifik-tubuh berotot-mengincar Dewo, remaja macho dan berotot. Tapi ada satu rahasia yang Dewo simpan, sebuah kelemahan yang...