Ketika pintu kamar terbuka dengan hening, wajah Andara, Ibu Rama yang biasanya serasi dengan senyum, kini dihiasi kerutan bingung. "Apa yang... sedang kalian lakukan?" katanya, meremas setiap kata, seolah mencoba mencerna arti dari apa yang dilihatnya.
Dewo berusaha sekuat tenaga bersikap tenang seperti Rama, tapi jantungnya berdebar keras di dadanya.
Wanita yang anggun dan berwajah cantik ini mengambil langkah-langkah elegan menuju meja, menaruh nampan berisi glazed donat dan frappuccino dengan penuh kehati-hatian. Namun, tatapannya terus tertuju pada Dewo, pemuda berotot yang, secara mengejutkan, duduk di ruang tengah rumahnya tanpa mengenakan baju bagian atas.
Dewo merasa panas memenuhi wajahnya; semacam membara berasal dari dalam. Membungkuk sedikit, ia mencoba menyembunyikan tubuhnya yang terbuka lebar, matanya menangkap tatapan Rama dengan harapan; harapan yang setengah berucap 'tolong.'
Sementara itu, Rama, yang tampaknya menikmati suasana, tersenyum tipis. "Enggak Ma, si Abang baru cerita kalo dia mau jadi Binaragawan, Rama lagi mengagumi otot-otot Bang Dewo aja," katanya, meluncurkan tangan ke lengan Dewo dan menepuknya pelan. "Tunjukkan ke Mama, Bang!"
Seolah mendapat izin, namun masih dengan keberatan hati, Dewo mengangkat lengan kanannya, memamerkan otot bicepnya yang membulat bagai sebuah emoji kekuatan. "Nah, lihat, Ma! Keren, kan?" Rama menambahkan, sambil memijit dan mengelus bicep Dewo seperti sedang menghargai sebuah karya seni.
Andara tersenyum, tatapannya berubah menjadi penuh kekaguman. "Wow, sungguh impresif! Lebih besar dari mangga bangkok!" Dia memuji.
Dewo terkejut akan reaksi Andara yang sangat positif.
Rama tidak bisa menahan senyumnya, "Nah, selanjutnya coba lihat tricepnya, Ma."
Dewo menelan ludah, matanya memancarkan protes sekecil ke arah Rama. Namun, ia tetap diam membiarkan Andara memegang tricepnya. Ia meluruskan dan mengkontraksikan otot lengannya hingga membengkak dan menampilkan semua lekukannya yang terpahat dengan tajam.
"Lihat di bagian sini Ma, bentuknya kayak tapal kuda gitu ya?" kata Rama, jari telunjuknya menelurusi bagian cekungan di tricep Dewo.
"Aduh, benar juga!" Andara mengekspresikan kagumnya, jemarinya yang lentik mengeksplorasi otot tricep Dewo dengan kelembutan seakan ia sedang menyentuh sebuah batu berharga. "Kau memang memiliki potensi, Dewo."
Rasa bangga mekar di dada Dewo, Ia memutuskan untuk membiarkan saja kejadian mengalir.
"Nah, coba sekarang otot punggungnya, Bang," kata Rama.
Mengikuti instruksi, Dewo kemudian melakukan lat spread; mengepalkan tangannya di samping pinggang dan mengecangkan otot punggungnya hingga tampak seperti sepasang sayap yang siap untuk terbang.
"Uuuuuuhhh!!" Andara dan Rama sama-sama mengeluarkan seruan takjub. Dalam detik itu, atmosfer ruangan berubah. Apa yang tadi tampak seperti sebuah momen yang memalukan kini berubah menjadi sesuatu yang hampir ajaib.
Dengan tatapan yang dipenuhi oleh rasa kagum dan perasaan yang tidak bisa diartikan, Rama memandangi punggung Dewo yang lebar dan penuh otot. "Lebar banget, pesawat bisa lepas landas disini nih," ujarnya, lalu Rama menelusuri otot punggung Dewo yang luas menirukan gerakan pesawat tinggal landas.
KAMU SEDANG MEMBACA
PENTIL DEWO
RomanceSebuah kelemahan, sebuah obsesi, dan sebuah hubungan yang tak terduga. Rama, seorang remaja gay cerdas dengan fetish yang spesifik-tubuh berotot-mengincar Dewo, remaja macho dan berotot. Tapi ada satu rahasia yang Dewo simpan, sebuah kelemahan yang...