Sebuah kelemahan, sebuah obsesi, dan sebuah hubungan yang tak terduga. Rama, seorang remaja gay cerdas dengan fetish yang spesifik-tubuh berotot-mengincar Dewo, remaja macho dan berotot. Tapi ada satu rahasia yang Dewo simpan, sebuah kelemahan yang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dewo berdiri di hadapan Rama, matanya menatap ke lantai, berusaha mencari kata-kata yang tepat. Di ruangan itu, hening menyelimuti, hanya terdengar suara nafas mereka yang berat. Dewo merasa frustasi, bingung bagaimana menjelaskan perasaannya yang rumit, perasaan yang bahkan ia sendiri belum sepenuhnya mengerti.
"Rama, aku... maaf," ucap Dewo dengan suara yang serak, penuh penyesalan. Ia berlutut di depan Rama, mencoba menatap mata yang selama ini selalu ia hindari.
Rama, dengan suara yang tenang namun tajam, bertanya, "Lebih penting orang yang dianter jemput setiap hari dong?" Pertanyaan itu seperti jarum yang menusuk langsung ke hati Dewo. Ia terdiam, kebingungan.
Rama terkejut ketika melihat mata Dewo berkaca-kaca. Rahangnya yang kokoh bergetar. "Aku nggak pernah mau menyakitimu, Rama," bisik Dewo lemah, hampir tak terdengar. Namun ketulusannya terasa begitu nyata.
Dewo, memohon, "Hukum aku, Rama. Bagi ke abang rasa sakit kamu, lampiaskan aja ke abang." Ia merasa ini adalah satu-satunya cara untuk menebus kesalahannya, untuk merasakan apa yang telah ia berikan pada Rama.
Rama, yang mendengar permohonan Dewo, merasakan dilema yang mendalam. Di satu sisi, ia merasa senang dengan ide menghukum Dewo, sebuah peluang untuk melampiaskan rasa sakit yang telah lama terpendam. "Dihukum dengan cara apa?" tanya Rama, suaranya bergetar dengan emosi yang bercampur aduk.
Dewo, dengan mata yang masih menatap Rama, menawarkan, "Gebukin abang!" Suaranya terdengar serius, namun ada nada keputusasaan yang tersembunyi di baliknya.
Rama, yang mendengar usulan Dewo, menyadari kekonyolan situasi ini. Dewo baru saja terluka melindunginya, dan sekarang minta digebukin karena berciuman dengan pacarnya sendiri. Namun, Rama tidak bisa menyangkal perasaannya yang bergejolak, kontolnya yang ngaceng dan setuju dengan usulan Dewo.
"Bang, obatnya lagi bekerja, nih. Ini lagi tahapnya otot Abang jadi ekstra sensitif. Jadi kalo dipukul, pasti lebih sakit, lho!" kata Rama, mencoba memperingatkan Dewo.
Dewo, yang kini berdiri dengan kekuatan dan ketangguhan yang khas, hanya tersenyum. "Hajar Dek, hukum abang! Abang bisa tahan apapun itu!," jawabnya dengan suara yang penuh keyakinan.
Rama tidak bisa menahan seringai yang mekar di wajahnya, dengan tatapan yang menggelap, mengangkat tangannya tinggi. Ia menatap area dada Dewo yang montok, tempat di mana ia akan menanamkan pukulannya. Dengan gerakan yang cepat dan tegas, tangannya mendarat di dada Dewo yang berlapis lilin obat, menghasilkan suara yang tumpul namun memuaskan.
BUGG!!!
Rama terkejut ketika tinjunya mendarat di otot dada Dewo, bogem mentahnya diterima tanpa perlawanan oleh otot perkasa itu. Tinjunya disambut oleh kekenyalan daging yang menyerah. Menimbulkan perasaan nikmat di kontolnya.
Tinju Rama berhasil menembus ke bagian terdalam otot dada Dewo. Binaragawan itu merasakan rasa sakit yang tajam menyebar di seluruh dadanya, rasa sakit yang dilipatgandakan oleh efek samping obat.