15. Otot Dewo Bagai Baja Menyerap Pukulan Demi Pukulan

2.1K 71 6
                                    

Dewo ingin mengakhiri ciuman tersebut, namun Dinda tidak mau melepaskan bibirnya. Dengan setiap detik, ciuman itu semakin mendalam dan intens. Dewo merasakan tekanan bibir Dinda yang lembut namun memaksa, Dinda merubah posisi duduknya di pangkuan Dewo, menempatkan dirinya dalam posisi yang mendominasi.

Dewo mencoba untuk menarik diri, namun setiap kali ia mencoba, Dinda semakin menekan bibirnya dengan lebih kuat. Dengan tangan yang lentik, Dinda menyusuri wajah Dewo, merasakan setiap lekuk dan garisnya dengan ujung jari. Ciumannya bergerak dari bibir Dewo turun ke rahangnya yang kokoh, lalu naik kembali ke bibirnya, menghirup aroma maskulin Dewo.

Sementara Dewo, meski terlihat tegap dan kuat, kini tampak pasrah di bawah ciuman Dinda. Wajahnya yang tampan dengan rahang yang kokoh kini terpapar rasa ketidakberdayaan, kini terasa lemah di bawah kekuasaan Dinda.

"Dinda, aku kan udah bilang, aku mau fokus belajar buat ujian," ujar Dewo, suaranya tetap tenang namun terdengar berat. Di dalam hatinya, ada pergolakan yang tidak bisa ia ungkapkan.

Di tengah suasana kelas yang kini hanya diisi oleh mereka berdua, Dinda duduk dengan penuh kekuasaan di pangkuan Dewo. Pandangannya penuh kecurigaan dan ketidakpercayaan, sementara tangannya meremas otot Dewo dengan penuh kepemilikan.

Jari-jarinya yang lentik bergerak perlahan namun penuh niat, dari perut kekar Dewo seperti ular melata turun ke arah pangkal pahanya.

Dinda, dengan keberaniannya yang khas, memandang Dewo dengan tatapan yang penuh tuntutan. 

Setiap sentuhan Dinda mengirimkan gelombang sensasi yang bercampur aduk antara ketidaknyamanan dan kebingungan di benak Dewo.

"Fokus belajar? Atau fokus sama si bencong itu?" tanya Dinda dengan nada yang menyiratkan ejekan dan kebencian. Sentuhannya di perut Dewo, meskipun lembut, menyimpan tekanan dan kepemilikan.

Di dalam hati Dinda, muncul kekhawatiran yang mendalam. 'Dewo tidak boleh dekat dengan Rama,' pikirnya, penuh keyakinan. 'Gue harus selamatkan lo dari pengaruh buruk itu, Bang.'

Dewo, merasakan cengkeraman Dinda di buah zakarnya, berusaha tetap tenang. "Dinda, stop bicara gitu tentang Rama. Dia temen baik gue, Dek," ujar Dewo, suaranya tetap tenang namun terdengar tegas, mencoba menahan emosi yang mulai mendidih di dalamnya.

Dinda, dengan tatapan dan remasan yang semakin intens, menatap Dewo dengan emosi yang memuncak. "Ya udah, kalo begitu pilih! Gue atau dia!" tantangnya, matanya memerah dan melotot, memancarkan aura tantangan yang tidak terbantahkan. Suasana di ruangan itu terasa seperti mendidih, diisi dengan emosi yang hampir terasa fisik.

Dewo terdiam, merasakan setiap detak jantungnya seakan memecah keheningan. Matanya bertemu dengan pandangan Dinda yang penuh tuntutan, mencari jawaban dalam kedalaman mata yang memancarkan kepastian. Di dalam hatinya, Dewo tahu ia harus membuat keputusan, keputusan yang akan menentukan banyak hal dalam hidupnya, sebuah keputusan yang tidak hanya tentang cinta, tapi juga tentang kejujuran pada diri sendiri.

Dua teman Dinda, Tasya dan Bella, saling bertatapan, menahan tawa hingga bibir mereka membentuk cibiran sinis. Dengan cekikikan yang terdengar hampir sadis, mereka mengeluarkan HP dan mulai menyiarkan LIVE di akun tiktok mereka masing-masing. Adegan yang terjadi di depan mereka adalah tontonan yang sempurna untuk ditampilkan kepada dunia, drama yang akan mendapatkan ribuan likes dan komentar.

Dewo, yang merasakan tatapan mata mereka, merasa semakin tertekan. Dia tahu bahwa apa pun keputusannya, akan ada konsekuensi yang harus dihadapi. Di satu sisi, ada Dinda, gadis yang telah lama menjadi bagian dari hidupnya, sumber keamanan dan status. Di sisi lain, ada Rama, teman yang telah membuka mata Dewo pada dunia yang lebih luas, penuh dengan pemahaman dan penerimaan.

PENTIL DEWOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang