2. Mengelilingi Aerola Dewo Yang Berwarna Toblerone.

9.4K 167 5
                                    

Dewo tersenyum lebar, sebuah ekspresi yang menggambarkan kebanggaan dan sedikit sisi narsisnya. "OK, kenapa enggak?" Dewo membuka kemejanya, memperlihatkan otot-otot yang sudah ia bangun selama bertahun-tahun di gym.

Pandangan Rama menempel di tubuh Dewo, seolah ingin menabadikan setiap detil keindahan fisiknya ke dalam ingatan. Bagi Rama, Dewo adalah personifikasi dari semua fantasi dan hasrat yang selama ini ia pendam.

Sinar senja merayapi kamar, menggaris batasi kontur otot Dewo yang terdefinisi dengan jelas. Saat cahaya menari di permukaan kulitnya, puting coklatnya tampak menantang-seolah-olah memohon untuk disentuh. Rama merasa seperti kutu buku yang tiba-tiba menemukan artefak langka, mata terpaku tak bisa lepas.

'Anjing bagus banget! Anjing bagus banget! Anjing bagus banget!...' Kata-kata itu terlintas berulang-ulang di benak Rama seperti rekaman error.

"Ah, sialan, kemeja ini agak ketat ya," Dewo mengomel, tangan besarnya berjuang untuk melepaskan kemejanya. Saat ia berjuang, otot bicep dan tricepnya terjebak dalam perangkap kain, membuatnya tampak semakin menawan dalam pandangan Rama.

Bibir Rama terasa kering, dan dia nyaris tak bisa menahan diri untuk tidak menjilat. Fantasi yang lebih liar mulai membayangi pikirannya; ia membayangkan dirinya menyentuh, mencium, bahkan menghisap area-area sensitif di tubuh Dewo, sementara lengan Dewo terperangkap di kemejanya, tak berdaya melawan.

Dag-Dig-Dug Jantung Rama berdetang kencang, kontolnya berdesir-desir.

Rama mengusir pikiran-pikiran itu.

"Sini, aku bantu, Bang," katanya, berusaha menenangkan diri.

Rama berdiri di belakang Dewo dan menghirup aroma maskulin yang menyeruak dari punggung Dewo. Sejenak, ia merasa terhipnotis oleh konstelasi otot-otot yang tampak seperti bukit-bukit kecil. Air liur mulai membanjiri mulutnya.

Dewo, merasakan atmosfer yang berubah, berbalik dan berkata, "Keren, nggak?" Dia berpose, memamerkan otot-ototnya seperti binaragawan profesional di atas panggung, "Lumayan kan, hasil latihan abang?"

Rama mencoba menjawab dengan tenang, tapi suaranya tergagap, "K-ke...keren banget, Bang." Adrenalin sudah merayapi setiap serabut syarafnya.

Rama mengejek dirinya sendiri dalam hati:

'K-ke...keren banget, Bang, itu doang yang bisa kamu ucapkan?!

Bagaimana dengan puisi yang kamu tulis dan kamu sembunyikan di laci? Hah!

Otot-ototmu, seperti pegunungan penuh misteri dan keindahan. Setiap kali ototnmu bergerak, aku merasa seperti sedang menyaksikan sebuah tarian alam yang murni, sebuah koreografi alami dari kehidupan itu sendiri.

Aku terpikat, ingin merasakan getaran dari setiap otot yang berkontraksi, ingin menjadi bagian dari energi yang melimpah ruah darimu.

Ada rasa penasaran yang mendalam, bagaimana rasanya jika aku bisa beristirahat di antara lekuk-lekuk ototmu, mencari perlindungan di sana.'

"Kamu kenapa Ram, kenapa muka kamu kayak begitu?" tanya Dewo

"Eh ng...nggak apa-apa, Bang," jawab Rama

Mata Dewo turun, mendarat di selangkangan Rama. Ada sesuatu yang tampak hendak 'meledak' dari sana. "Nah, kalo gitu, coba pegang ini," Dewo mengencangkan otot bicepnya, memperlihatkan sebuah bola otot yang kokoh dan bulat.

Dag-Dig-Dug

Rama terpaku senjenak, seolah otaknya konslet mendengar Dewo.

Dia menatap Rama, seolah menantang, dan berkata dengan suara bergetar, "Coba pegang, serius."

PENTIL DEWOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang