Di samping Dewo, Rama merasa seolah-olah dia adalah sebuah lukisan pucat dan tak berwarna di sebelah sebuah potret yang dilukis dengan kuas berlapis emas. Tubuhnya kurus, hampir rapuh, sebuah kontras mencolok terhadap kekuatan dan kekokohan Dewo.
Apa yang benar-benar mencuri perhatian adalah fisiknya, bahkan dalam seragam SMA yang ketat. Seragam sekolah yang biasanya monoton pada orang lain, pada Dewo, menjadi panggung bagi kemegahan otot-ototnya yang terdefinisi. Kemeja putih yang memeluk dada dan bahu kokohnya dengan erat, seakan bisa robek kapan saja tak mampu membendung ukuran otot-ototnya
."Ram, mulai yuk," Dewo berkata, merogoh kantong celana seragamnya untuk mengambil ponsel. " Waktu aku nggak banyak," katanya sambil mengatur alarm di ponselnya.
'Pasti mau jemput Dinda' pikir Rama.
Rama berusaha menyembunyikan rasa cemburunya, namun ia sendiri sudah punya rencana lain yang telah dipersiapkannya, ia sempat merenung sebentar, tapi kemudian meyakinkan diri, kalau modusnya harus dilakukan hari ini. Sudah terlalu lama ia menunda.
Ketika Dewo mengecilkan mata, membaca catatan di samping paragraf teks, Rama merasa mereka berdua sedang menulis sejarah mereka sendiri. Bukan sejarah yang akan diabadikan di buku text—tetapi sebuah sejarah yang akan terekam dalam hati dan memori mereka.
"OK Bang, oh ya, aku punya ide untuk sesi belajar kita," kata Rama.
"Apaan?" Dewo bertanya, nada suaranya yang rendah dan maskulin meluncur keluar.
"Aku ingin kita mencoba metode belajar yang lebih interaktif," kata Rama, merasa berani. "Aku rasa itu akan lebih efektif."
Dewo menatapnya, matanya yang hitam mencair dalam keraguan dan keingintahuan. "Inter...apa?"
Rama mengambil nafas dalam-dalam, merasa detak jantungnya semakin cepat. "Interaktif Bang. Kita cobain yuk Bang? Gampangan dipraktekin daripada dijelasin. Tapi kita komitmen ya, nggak boleh setengah-setengah."
Dewo tersenyum, sebuah ekspresi yang memberikan kehangatan pada wajahnya yang tegas. "OK, kayaknya seru, yuk coba aja."
Rama bernafas dalam, mencari kata-kata yang pas. "Nah, gimana kalau kita coba metode intensif negatif? Menurut psikologi, metode ini bisa memicu motivasi dan mempertajam ingatan kita."
Dewo memiringkan kepala, alis tebalnya terangkat sebelah, seolah menunjukkan bahwa dia tak mengerti sepenuhnya, namun bersedia untuk mendengarkan.
"Misalnya, setiap kali Abang salah jawab, Abang harus membuka satu kancing baju," lanjut Rama, jantungnya hampir meledak dari ketegangan yang mengisi udara.
Dag-Dig-Dug
Dewo menggaruk kepala, bisepnya kembali menegang, memberikan tontonan singkat tentang kekuatan fisiknya yang memikat. Matanya menatap Rama, "Hmm," gumamnya, lalu dengan senyum yang tetap merekah, ia menjawab, "Seru! Yuk coba."
KAMU SEDANG MEMBACA
PENTIL DEWO
RomanceSebuah kelemahan, sebuah obsesi, dan sebuah hubungan yang tak terduga. Rama, seorang remaja gay cerdas dengan fetish yang spesifik-tubuh berotot-mengincar Dewo, remaja macho dan berotot. Tapi ada satu rahasia yang Dewo simpan, sebuah kelemahan yang...