Masih belum vote, ayo vote dong! Seengaknya vote dong kalau gak mau komen. Vote, ya? Iyaaa! Kudu vote pokoknya!!
Typo tandain ya, sayang.
Selamat membaca~
***
Davin menghela nafas nya, mencoba meredakan ke gugup an nya. Bagaimana tidak? Ia akan bertemu keluarga besar Miller yang terkenal baik, ramah dan murah hati itu!
"Jalan dong! Aku mau liat wajah mama, aku kangen banget sama mama tau. Davin, jalan!"
Evan berteriak gemas dengan kelakuan Davin yang menurutnya berlebihan.
Davin yang mendengar itu mendengus kecil, namun tak ayal ia juga melangkahkan kakinya menuju ruang makan dengan di tuntun oleh Evan.
"Kalau om kangen sama mama om, kenapa dari dulu gak pulang dan malah milih kabur-kaburan di negara orang? Aku gak habis pikir sama om." Davin berucap dengan sedikit kesal. Padahal apa susahnya Evan pulang?
"Kau enak, cuma ngomong. Aku tau kelakuanku kemarin kemarin itu kekanakan, tapi kan aku butuh waktu. Sebenarnya juga sedikit malu, aku sendiri yang pergi, masa aku sendiri juga yang pulang?"
Evan berujar memberi alasan, sedangkan Davin hanya mendengus kecil untuk merespon perkataan om-om itu.
"Dasar om-om labil!"
Sesampainya di ruang makan, Davin langsung melangkah kan kakinya menuju salah satu kursi yang berada di seberang kursi seorang wanita paruh baya.
Di meja makan, Ada Jason yang duduk di kursi kepala keluarga, lalu ada Anneva, ibu Evan yang duduk di depan Davin. Dan ada dua pemuda yang duduk di samping ibu Evan.
"Kalian boleh makan." Jason memberi interupsi, mereka pun mulai memakan makanan mereka dengan khidmat.
Sedangakan Davin memegang sendoknya, ia sesekali mencuri pandang kepada keluarga Evan. "Kok suasana nya canggung gini, ya?" Davin membatin, ia menyendok omelette yang telah di hidangkan di piring nya.
"Berhenti, Davin! Jangan makan!"
Trang!
Davin terperanjat kaget ketika mendengar teriakan Evan, hingga membuat sendok yang tadi ia pegang terjatuh.
"Hah? Kenapa?" Davin bertanya dengan panik di dalam benaknya, tak menyadari jika semua orang yang berada di sana menatapnya bingung.
"Aku punya alergi telur, jangan dimakan kalau tidak mau mati. Padahal aku sudah memberikan sebagian ingatanku padamu."
Evan berujar menjelaskan, Sedangkan Davin yang mendengarnya menghela nafas kecil.
Sedangkan keluarga Evan yang melihat Davin yang menghela nafas menyalah artikan nya.
"Kenapa menghela nafas? Makan! Aku sudah berbaik hati membiarkanmu makan disini. jangan mengacaukan makan malam kami!" Jason angkat bicara, membuat fokus Davin teralihkan. Ia menatap Jason dengan tatapan tak suka nya. Ia kesal dengan pria tua itu.
"kalau papa gak suka sama aku, bilang saja! Tidak perlu menghidangkan racun ini padaku."
Drrkk!
Davin berdiri membuat kursi yang ia duduki terdorong, menimbulkan suara derit kursi.
Jason yang mendengar perkataan Davin mengerutkan keningnya, ia menatap tajam Davin yang hendak pergi. Siapa juga yang mau meracuninya? Apa untungnya? Pikirnya.
"Berhenti, makan makanan mu. Aku tak pernah menaruh racun di makananmu!" Jason berujar menyuruh Davin kembali duduk dan memakan makanannya.
Sedangkan Davin hanya diam, tak berniat membalas perkataa pria tua itu juga tak berniat kembali duduk.
"Evan, Duduk!" nada bicara Jason naik satu oktaf, ia menatap tajam putra bungsu nya itu.
"Evan, duduklah. Sudah lama kita tidak makan bersama, kan?" Neva membuka suara, Davin menatap Neva sejenak setelah itu kembali duduk.
"Lanjutkan." Setelah itu mereka kembali makan, sedangkan Davin hanya duduk dengan tangan yang memainkan sendok, tak memperdulikan lirikan tajam dari Jason.
Davin melirik dua remaja lelaki yang duduk di samping Neva, mereka adalah Kaivan dan Kevano.
Kaivan Miller. Putra sulung Evan yang sekarang sudah berumur 16 tahun.
Dan di sebelahnya, Kevano Miller. Putra bungsu Evan yang baru berumur 13 tahun.
Mereka juga sesekali curi-curi pandang ke arahnya, sedangkan Davin yang mengetahui itu hanya pura-pura tak tahu saja.
Ketika pikiran Davin melalang buana, tiba-tiba saja tercetus ide jahilnya yang tiba-tiba saja terlintas di pikiran nya dengan random. diam-diam, Davin tersenyum smirk.
Beberapa saat berlalu, semua nya telah menghabiskan makanan mereka berbeda dengan Davin yang hanya memainkan Omelette miliknya.
"Kenapa denganmu? Kenapa kau tidak memakan makanannya? Bukankankah kau menyukai omelet?" Jason bertanya dengan tampang menyebalkannya. Sedangkan Davin hanya diam tak berniat menjawab.
"Evan, Ayahmu bertanya padamu." Davin melirik Neva sekilas ketika mendengar suara nya. Ia menghela nafas dan bangkit dari duduknya.
"Entah sengaja atau lupa, tapi aku alergi telur. Maaf saja." setelah mengatakan itu, Davin bangkit dan hendak pergi. Neva yang melihat itu langsung bangkit dari duduknya.
Drrkk!
"E-evan, tunggu! Maaf kan mama, mama lupa, nak."
Neva menahan pergelangan tangan Davin, membuat langkah Davin terhenti. "Benar, begitu! Perkiraan ku tak pernah salah." benak Davin berteriak senang, ia berbalik dengan menahan senyumannya, berusaha mempertahankan wajah flat nya.
"Evan mau istirahat saja, ma. Lagian ini kan salah Evan, Siapa suruh gak pulang-pulang sampai bikin mama lupa." Davin memegang tangan Neva yang menggenggam pergelangan tangannya.
"Heiii! Dasar bocah, secara tidak langsung kau menyindir ku, tahu!"
Evan berseru tak Terima membuat Davin ingin tertawa, tetapi ia tahan. Hei, ia kan sedang melakukan drama.
"Ngomong-ngomong, mamamu kayaknya khawatir banget sama aku lho, om Evan~"
"Awas kau, bocah tengikk!"
Bersambung
Mlkchz
141223
KAMU SEDANG MEMBACA
Impromptu Father! [END]
FantasyDavin tak sengaja ketiduran di taman, seharusnya bukan masalah. Tetapi ketika ia terbangun, ia tiba tiba berada di kamar. Benar, kamar. Tetapi bukan kamar nya. Ada yang salah, ia berkaca dan melihat orang lain di pantulan nya. Setelah mencerna apa...