IF. 15

20.2K 1.6K 30
                                    

Typo tandainnn

Selamat membaca~

***

Davin meregangkan badannya karena merasa pegal. Seharian ini ia mengerjakan pekerjaan milik Evan, ia tadi sempat meminta gantian dengan Evan tetapi Evan menolak. Akhirnya Davin lah yang mengerjakan nya.

Davin mengangkat tangannya untuk melihat jam.

"Setengah tiga." Davin beranjak, ia sudah berjanji kepada Kaivan dan Kevano jika ia akan menjemput mereka sepulang sekolah.

Segera saja ia keluar dari kamar nya dan turun ke bawah.

"Mau kemana?" Neva yang tengah menonton TV di ruang keluarga menatap Davin dengan tatapan bertanya. Davin yang melihat itu menghentikan langkahnya dan menatap penuh kepada Neva.

"Mau jemput Kai sama Kevan." Setelah itu Davin kembali melanjutkan langkahnya tanpa menunggu tanggapan dari Neva.

Davin masuk kedalam mobilnya, ia kemudian mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang menuju sekolah kedua putranya.

"Pinggang ku pegal." Davin mengeluh, ia sedikit memutar badan nya ke kanan dan kiri berharap pegal nya segera menghilang.

"Baru segitu saja sudah pegal." Davin mendengus mendengar perkataan Evan, ia menegakkan badannya.

"Om tidak merasakan, jadi jangan banyak bicara!" Davin membalas dengan ketus. Evan yang mendengar nada ketus dari Davin pun terkekeh.

"Iya-iya deh, si paling menderita." Davin tak membalas, ia memilih fokus menyetir.

"Kau mau pindah ke Indonesia, kan?" Davin mengangguk, Evan terdiam sebentar.

"Ku beri tahu, ya. Lebih baik kau mencari negara lain untuk di tinggali. Dengan kau pergi dan menetap disana, kau malah menghampiri masalah." Evan berujar dengan serius, sedangkan Davin tertawa geli mendengar perkataan Evan.

"Kalau begitu yasudah, tinggal hadapi saja masalahnya. Aku tidak seperti om yang suka lari dari masalah, ya!" Davin menghentikan mobilnya tepat di depan sekolah High Hopes school.

Siswa siswi sudah berhamburan keluar. Davin menurunkan kaca mobilnya, ia melihat ke arah gerbang menunggu Kaivan dan Kevan.

"Kau ini, aku memberitahumu sungguh-sungguh tapi kau malah meremehkannya. Dasar bocah bebal!" Evan merasa kesal karena perkataannya hanya di anggap angin lalu, sedangkan Davin hanya mengendikkan bahunya tak peduli.

Tak lama, Kevan dan Kaivan datang. Mereka langsung masuk kedalam mobil.

Davin mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi Kevan yang terlihat tidak bersahabat.

"Ada apa?" Davin bertanya. Ia kemudian melajukan mobilnya meninggalkan kawasan sekolah.

"Tid-

"Kevan tadi di bully lagi." Kaivan memotong perkataan Kevan. Davin menatap Kevan yang terlihat sedikit berantakan dari kaca spion depan.

"Oleh siapa?" Davin membelokkan arah tujuannya, ia tidak akan langsung pulang ke rumah kalau begitu.

"Sama si Bobby, orang yang kemarin malam mukul ayah itu." Kaivan menjelaskan, sedangkan Kevano terlihat mengerutkan keningnya tak mengerti.

"Mereka juga orang yang sama yang kemarin gebukin kamu di depan sekolah itu?" Davin bertanya dengan menatap Kevano sekilas.

"Iya, tapi maksud omongan abang 'mukul ayah' itu apa?" Kevano menatap Davin dan Kaivan dengan tatapan bertanya-tanya.

"Kemaren abang kamu tauran, terus cowok yang namanya Bobby Bobby itu mau mukul abang kamu. Kebetulan ayah waktu itu liat dan akhirnya nolongin abang kamu, eh pukulannya malah kena nya ke ayah." Davin menjelaskan secara singkat. Ia sebenarnya merasa geli menyebut dirinya sendiri dengan kata "ayah" mau bagaimanapun, Davin itu belum menikah. Dan tentu saja ia masih perjaka, eh tiba tiba malah udah punya dua anak.

Ekspresi Kevano terlihat semakin tak enak di pandang, Kaivan yang melihat itu terlihat tersenyum penuh arti.

"Kamu jangan mau-mau aja di bully gitu dong." Kaivan menimpali. Sedangkan Davin mengerutkan keningnya.

"Kalian sudah baikan?" Davin menatap kedua putranya dengan tatapan bingung. Mereka terlihat lebih akrab dari yang terakhir kali ia lihat.

"Lho, sejak kapan kita marahan?" Davin berdecak ketika mendengar balasan menyebalkan dari Kaivan. Bukan nya menjawab, dia malah balik bertanya.

Davin menghentikan mobilnya di sebuah restoran cepat saji. Membuat Kaivan dan Kevano mengerutkan kening mereka.

"Kok kesini?" Kaivan dan Kevan bertanya dengan bersamaan.

Davin mengendikkan bahunya dan turun dari mobil. "Ayah sih sudah lapar, kalian juga pasti sudah lapar kan?" Kaivan dan Kevan turun dari mobil.

"Tapi kan di rumah juga bisa." Kaivan berjalan menghampiri Davin begitupun dengan Kevan.

"Iya, tapi ayah maunya disini." Setelah itu mereka berjalan bersamaan masuk ke dalam.

Restorannya ramai pengunjung. Davin memilih meja dekat Jendela dengan Kaivan dan Kevano yang senantiasa mengikuti ayahnya itu.

"Sudah lama aku tidak makan di resto." Davin membatin. Dulu ia memang tidak sering makan di restoran karena selain gak punya uang, Davin juga bukan orang yang pemilih.

"Keliatan banget miskinnya." Evan berseru dengan nada mengejek, sedangkan Davin yang mendengar itu hanya mendengus kecil saja.

Bersambung

Besok kayaknya aku gak up dulu, lagi gak enak badan nih..

Mlkchz
261323

Impromptu Father! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang