IF. 16

19.4K 1.4K 10
                                    

Haaaaai!

Vote woi voteeee
Typo tandainn

Selamat membaca~

***

Seminggu berlalu begitu saja, Davin menderet koper nya. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu, yaitu hari dimana ia akan kembali ke Indonesia.

Davin sudah memberi tahu Jason dan Neva beberapa hari yang lalu, awalnya mereka menolak tetapi akhirnya mereka membiarkan Davin pindah bersama Kaivan dan Kevano.

Ia menunduk untuk melihat arlojinya, kemudian menatap jengah sekumpulan pemuda yang tengah berpelukan sambil menangis. Persis seperti teletubbies.

Mereka saat ini sudah di bandara, Jason dan Neva mengantar Davin dan Kedua putranya. Awalnya semuanya berjalan cepat sebelum teman-teman Kaivan datang.

"Hiks hiks, baik-baik disana, jangan lupa sama kita-kita!" Mark memeluk Kaivan dengan tangannya yang menepuk-nepuk punggung Kaivan.

"Benar, jangan lupakan kami. Aku sedih sekalii, huhu." Larry ikut menepuk pundak Kaivan, Sedangkan Kaivan hanya diam dan pasrah. Ia juga sebenarnya sedih karena harus pergi meninggalkan teman-temannya. Tapi ya mau gimana lagi?

"Kabarin kita, kalau ada masalah cerita aja jangan sungkan-sungkan lagi." Sean ikut memberikan petuah. Kaivan mengurai pelukan Mark, ia kemudian Menatap mereka satu-persatu.

"Lho, bentar, Alan mana?" Kaivan menatap teman-temannya dengan alis yang terangkat. Sedangkan Mark, John, Larry dan Sean juga menatap Kaivan dengan tatapan bingung.

"Gatau, kita tadi udah ajak dia, tapi katanya duluan aja." Sean menjelaskan, sedangkan Kaivan yang mendengar itu menghela nafas berat.

"Yaudah, pewasatnya udah mau terbang tuh, aku pergi dulu. Sampai jumpa lagi." Kaivan berbalik, ia menatap Davin dan juga Kevano yang sudah menunggunya.

"Yuk!" Davin berjalan duluan, sedangkan Kaivan dan Kevano berjalan berdampingan di belakang Davin.

"KAAAII! TUNGGUUU" Kaivan mengerutkan keningnya ketika namanya di panggil oleh seseorang, Ia berbalik dan senyumnya langsung terbit.

"Alan?" Alan berlari kearah Kaivan dan langsung memeluknya. Sedangkan Kaivan mengernyitkan keningnya ketika melihat Alan yang datang dengan membawa sebuah koper.

"Aku ikut! Aku udah pesan tiket pesawatnya kemaren, hehe" Alan menyengir lebar, Sedangkan Kaivan mengangkat alisnya.

"Ikut? Maksudmu, kau ikut aku ke Indonesia, begitu?" Alan mengangguk dengan cepat, ia menoleh ke belakang dan melambaikan tangannya.

"Apa-apaan kau!? Kalau begini ceritanya sih, aku juga jadi ingin ikut" Larry menatap Alan dengan muka tertekuk.

"Kai!" Davin memanggil Kaivan karena pesawat mereka akan segera lepas landas, Kaivan yang mengerti maksud ayahnya itu pun mengangguk.

"Yaudah, ayo. Kita pergi dulu." Kaivan kemudian kembali melanjutkan langkahnya, mengikuti Davin yang sudah berjalan lebih dulu bersama Kevano.

"Huhu~ gak solid banget si Alan!" Larry menatap punggung Kaivan dan Alan dengan mata yang berkaca kaca. John menepuk pundak Larry.

"Udah, lagian kita masih bisa menghubungi mereka lewat ponsel kan?" John dengan reflek mengelus puncak kepala Larry.

"Jangan di kepala, dong!"

***

Davin sampai di Indonesia setelah hari sudah gelap, mereka saat ini sudah berada di mobil menuju rumah yang sudah ia siapkan.

Alan untuk sementara akan tinggal di rumah Davin selama ia mencari tempat tinggalnya sendiri.

Davin sebenarnya merasa heran, apa Alan tidak takut tinggal sendirian? Ia awalnya ingin mengusulkan agar Alan tinggal saja di rumahnya, toh Kaivan dan Kevano juga tak akan keberatan, tetapi Davin tidak di berikan kesempatan berbicara karena Alan dan Kaivan yang ribut.

Setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh, akhirnya Davin dan ketiga bocah itu sampai di rumahnya.

Davin sudah membeli rumah, Rumah minimalis berlantai dua. Jason awalnya menyarankannya untuk membeli Mansion, tetapi Davin menolak karena ia rasa itu terlalu berlebihan. Lagian rumah minimalis saja sudah sangat cukup untuk menampungnya bersama kedua anaknya.

Rumah baru mereka sudah bersih dan bisa langsung di tinggali, Paling-paling mereka hanya harus membereskan barang-barang bawaan mereka.

Di rumah itu ada lima kamar. Dua kamar di lantai atas dan tiga kamar di lantai bawah.

Davin membuka pintu rumahnya kemudian membuka pintunya lebar, membiarkan ketiga bocah itu masuk setelah itu kembali menutup pintu.

"Ada dua kamar di lantai atas, dan tiga kamar di bawah. Kalian bebas memilih kamar. Ayah akan tinggal di kamar utama." Davin melangkahkan kakinya menuju ke sebuah pintu, tetapi ia kembali menghentikan langkah kakinya dan berbalik.

"Bersihkan diri kalian, setelah itu turun ke bawah untuk makan malam." Setelahnya Davin kembali melanjutkan langkahnya. Badannya pegal-pegal karena terlalu lama duduk.

Kaivan dan Kevano saling pandang, kemudian setelah itu mereka menggeleng.

"Ayah mungkin cape." Kaivan berujar dengan suara pelan, sedangkan Kevano mengangguk saja.

"Abang mau di kamar yang mana? Aku mau di atas." Kaivan mengendikkan bahunya kemudian ia menatap Alan yang juga menatapnya.

"Kau ingin kamar yang mana?"

"Aku di bawah saja, malas juga kalau harus naik turun tangga." Alan menyengir, sedangkan Kaivan mendengus kecil.

"Kau boleh milih kamar yang itu, atau itu. Terserah, lah." Kaivan menunjuk dua pintu yang berada tak jauh dari kamar Davin.

Alan mengangguk mengerti. Kaivan dan Kevano pun naik ke lantai atas bersama.

***

Davin keluar dari kamarnya dengan memakai baju santainya. Setelah sekian lama akhirnya ia bisa memakai baju santai.

Ia berjalan menuju ke dapur. Perutnya sudah keroncongan sedari tadi. Sesampainya di dapur, ia menghampiri kulkas dan membukanya.

Bahan makanannya lengkap, Davin memang meminta bawahannya agar menyiapkan rumahnya agar ia tidak perlu susah susah lagi.

"Enak kan jadi aku?" Davin menghela nafas lelah mendengar suara Evan yang berujar dengan sombong nya.

"Iya, enak banget. Aku jadi punya anak, uang sama orang tua. om iri kan sama aku?" Davin membalas dengan malas, sedangkan Evan mendengus.

"Dih, kenapa pula aku harus iri? Lagipula mereka juga anak-anakku, tuh." Davin terkekeh kecil, ia mengambil daging mentah dan juga beberapa jenis sayuran.

"Ucap orang yang udah ninggalin anak-anaknya." Davin berujar dengan nada mengejek, ia menghampiri wastafel untuk mencuci daging nya.

"Aku kan sudah menyesal. Lagian aku juga udah minta maaf kepada mereka."

Bersambung

Mlkchz
281223

Impromptu Father! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang