Ayolooo belum vote kan? Vote dulu sayangkuu
90 vote aku lanjut ke bab selanjutnya.
Selamat membaca~
***
"Kevano! Davin, tolong dia! Dia di bully!"
Davin melangkah cepat ke arah kerumunan para pemuda itu dengan alis yang menukik tajam.
"Ada apa, ini?!" Suara bariton milik Davin berhasil mengalihkan atensi para pemuda yang tengah tertawa-tawa itu. Davin menatap mereka dengan tatapan tajamnya.
"Kamu gak liat? Nih!" pemuda yang tengah memukuli Kevano menyahut, ia menendang Kevano hingga terjerembab ke belakang.
Hati Davin rasanya terbakar, Hawa panas menjalari hatinya ketika melihat Kevano yang terjerembab dengan tubuh yang penuh lebam.
Dukk!
Brukk
Brukk
Brukk
Davin menendang motor seorang pemuda yang berada tak jauh darinya hingga membuat motor itu terguling, bersama motor-motor yang berada di sebelahnya.
"Apa-apaan, sih?! Heh, om gak usah ikut campur urusan anak muda, ya!" salah satu pemuda yang menjadi salah satu korban dari Davin berseru kesal, alisnya menukik dengan tangannya yang menggosok-gosok lututnya.
"Tau, nih! Udah tua juga. Kita hajar, mampus!" pemuda yang tadi memukuli Kevano menimpali, ia ikut kesal dengan terjatuhnya motor teman-temannya. Ia menunjuk Kevano yang memandangi Davin dengan tatapan tak percaya.
"Lagian om siapa, sih?! Dateng-dateng malah marah-marah, odgj?" pemuda lain ikut menimpali, ia membantu teman-temannya mengangkat kembali motor mereka.
"Gak sopan banget sama yang lebih tua, saya bisa aja laporin kalian ke polisi karena udah menganiaya orang lain!" Davin berseru geram, tangannya mengepal. Davin mau nonjok rasanya, sayangnya dia gak bisa berantem.
"Mereka songong seperti dirimu, Davin." Evan berujar dengan nada mengejek, membuat Davin kesal setengah mati.
"Gak takut! Lagian percuma aja om laporin kita, orang kita bisa langsung bebas." pemuda lain menyahuti perkataan Davin, membuat Davin semakin kesal.
"Bubar gak? Saya telepon polisi sekarang, nih?" Davin merogoh ponselnya dan bersiap menelepon polisi. Para pemuda itu berdecak kemudian saling pandang.
"Cabut aja, males." seorang pemuda yang Davin duga sebagai ketua dari geng abal-abal itu menyalakan motornya dan pergi. Diikuti juga dengan pemuda-pemuda lain.
"Masih kecil udah gitu, gimana nanti udah besar nya, coba?" Davin menggerutu kesal dengan mata yang menatap kepergian pemuda-pemuda berandal itu.
Davin melangkah untuk menghampiri Kevano yang masih terduduk, ia membantunya berdiri.
"Kita ke Rumah sakit." Davin memapah Kevano yang hanya diam, tak menolak ketika Davin memasukkannya ke dalam mobilnya. Kevano malah memandangi Davin dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Kakak mu sudah pulang, Kevan?" Davin duduk di kursi kemudi, ia memasang seat belt dan melajukan mobilnya.
"Kevan?" Davin menoleh ketika mendengar suara putra bungsu nya itu, ia tersenyum kecil dan mengangguk.
"Panggilan spesial dari ayah, untukmu." Kevano terdiam sejenak, tapi setelahnya ia memalingkan wajahnya agar tidak bersitatap dengan Davin.
"Dia sudah pulang sedari tadi." Davin mengangguk, mungkin Kaivan pulang ketika ia ketiduran.
"Kanapa bisa?" Davin kembali melontarkan pertanyaan, ia melirik Kevano yang diam memandangi jalan lewat jendela.
"Apanya?" Kevano bertanya tak mengerti, nada suaranya terdengar ketus. Ia juga tak menatap Davin ketika menjawab.
"Dibully. Kenapa bisa, kamu di bully?"
"Karna aku gak punya orang tua." Davin dengan reflek menolehkan kepalanya ke arah Kevano. Kevano mengatakannya dengan enteng, seakan-akan itu bukan apa-apa. Berbeda dengan Davin yang merasa sakit mendengarnya.
Davin tak bertanya lagi, ia memilih diam dan mengendarai mobilnya menuju ke rumah sakit, sedangkan Kevano terlihat curi-curi pandang ke pada Davin.
Kevano sejak dulu adalah anak yang pendiam, tumbuh dengan lingkungan toxic membuatnya menjadi pribadi yang tertutup baik di rumah maupun di sekolah.
Kevano di benci oleh Kaivan, kakaknya sendiri. Sedangkan nenek dan kakeknya memilih tutup mata dengan menyibukkan diri mereka dengan pekerjaan atau dengan alasan "Mencari ayah mu." Kevano tidak membenci kedua orang tuanya, tetapi ia marah. Marah karena kedua orang tuanya meninggalkannya dengan orang-orang yang tak menyukainya.
Orang-orang di sekolah nya juga selalu mencemoohnya. Sejak kecil, Vano sudah merasakan kerasnya dunia, membuatnya terbiasa dengan tatapan dan perkataan mencemooh dari semua orang.
Kevano tidak memiliki tujuan untuk hidup, tetapi ia percaya jika kebahagian akan datang untuknya walaupun kebahagiaan itu berupa kematian. Kevano lelah, tetapi ia sadar jika bukan dirinya saja yang lelah.
Jujur saja, ia bahagia ketika mendengar jika ayahnya pulang. Ia sangat menantikan saat ketika ayahnya pulang. Ia ingin merasakan kasih sayang dari sosok ayah walaupun hanya sedikit.
Ia akui jika dirinya haus kasih sayang.
Setelah memarkirkan mobilnya, Davin membawa Kevano ke rumah sakit dengan memapahnya.
***
Setelah mengobati luka-luka Kevano, Davin akhirnya membawanya pulang. Hari sudah menggelap, sekarang sudah waktunya makan malam. Perjalanan dari sekolah ke rumah sakit sangat memakan waktu, begitupun juga dengan perjalanan pulang.
"Ayah berencana pindah dan membawa mu beserta kakakmu." Davin membuka topik pembicaraan. Ia melirik Kevano yang hanya diam.
Kevano tak membalas, membuat Davin menghela nafas kecil.
Setelah sampai di kediaman Miller, Davin memarkirkan mobilnya dan masuk ke rumah dengan memapah Kevano. Pergelangan kaki Kevano terkilir hingga membuatnya susah berjalan.
Davin melewati ruang makan, ia tak menyadari keberadaan Jason, Neva dan Kaivan karena terlalu fokus membantu Kevano berjalan.
Neva mengernyitkan dahinya ketika melihat Davin yang pulang bersama Kevano. Juga keadaan Kevano yang babak belur sampai harus di papah oleh Davin.
"Anak itu, setelah kabur malah dengan santainya melewati kita." Jason berseru kesal karena di abaikan oleh Davin membuat Neva menepuk pundak suaminya itu dengan kesal.
Sedangkan Kaivan menatap punggung Davin dan Kevano dengan tatapan yang sulit di artikan. Tangannya menggenggam erat sendok dan garpu yang ia pegang.
"Kenapa cuma Vano yang ayah perhatiin?!"
Bersambung
Mlkchz
221223
KAMU SEDANG MEMBACA
Impromptu Father! [END]
FantasyDavin tak sengaja ketiduran di taman, seharusnya bukan masalah. Tetapi ketika ia terbangun, ia tiba tiba berada di kamar. Benar, kamar. Tetapi bukan kamar nya. Ada yang salah, ia berkaca dan melihat orang lain di pantulan nya. Setelah mencerna apa...