IF. 08

21.6K 1.7K 22
                                    

Sebenernya aku cape ngingetin kalian buat Vote, tapi ya begitulah~

Selamat membaca~

***


"Aku? Entah. Ayah ibuku pergi, nenek dan kakek ku sibuk lalu kakakku yang membenciku. Apa menurut mu itu baik?"

Davin terhenyak mendengar perkataan Kevano, hatinya terasa berdenyut sakit mendengar perkataan pemuda di depannya.

"Ayah mengerti." Davin mencoba biasa saja, ia menatap Vano yang terlihat tak peduli itu.

"Kau tahu siapa aku, kan?" Vano melirik Davin dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. Ia mengendikkan bahunya.

"Yang ku tahu, kau itu pria brengsek yang menelantarkan anak anaknya." Vano mengalihkan tatapannya, ia mendongak menatap bintang-bintang yang menghiasi langit malam.

Davin speechless, ia tak menyangka jika Vano ternyata memiliki sifat terlampau jujur.

"Heeei! Aku tidak berniat menelantarkan mereka, kok! Lagi pula, jika aku memang berniat menelantarkan mereka, aku tidak akan menitipkan mereka di rumah mama."

Evan berteriak membela diri, nada suaranya juga menjadi lesu di akhir kalimatnya.

"Lebih baik kau masuk dan segera istirahat. Angin malam tidak bagus untuk kesehatan." Tangan Davin dengan reflek terangkat dan mendarat di puncak kepala Vano dan mengelus nya.

"Siapa kau, mengatur-atur?" Vano mendelik, ia menepis tangan Davin. Bukan, bukan itu yang ingin ia katakan, ia merindukan ayahnya. Dari dulu, Vano sangat menantikan saat ayahnya pulang, ia ingin merasakan bagaimana kasih sayang dari seorang ayah. Ia bahkan sempat iri kepada Kaivan karena ia sempat merasakan kasih sayang ayah dan ibu mereka.

Vano rasanya ingin memeluk ayahnya dan berkata jika ia merindukannya, tetapi ego nya berkata lain. Ia merasa marah kepada ayahnya karena telah meninggalkannya.

"Aku ayahmu, Vano. Masuklah." Davin menepuk pundak Vano setelah itu beranjak untuk masuk ke dalam rumah.

"Untuk apa kau kembali jika hanya ingin membuatku sakit?" Vano merutuki mulutnya yang asal berbicara, ia menatap punggung Davin yang berdiri beberapa langkah di belakangnya.

"Aku tidak berniat pulang, kakekmu lah yang membawaku pulang." Davin kembali melanjutkan langkahnya untuk masuk kedalam rumah.

"Besok kau sekolah, sebaiknya kau segera beristirahat." Davin mengucapkan itu sedikit keras agar Vano bisa mendengarnya.

Setelahnya ia masuk kedalam tanpa menyadari seorang pemuda yang berada di atas balkon menatap mereka dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Cih!"

***

Davin kesiangan, ia terbangun ketika matahari telah meninggi, padahal dulu ia tidak pernah kesiangan. Pernah sih, tapi cuma beberapa kali.

"Dasar kebo!" Davin mendelik mendengar ejekan dari Evan. Ia baru saja selesai mandi. Davin duduk di sudut kasur dengan rambut yang masih basah.

"Tubuh om yang kebo! Padahal dulu aku selalu bangun pagi, dasar om-om kebo!" Davin balik mengejek, ia menggosokkan handuk ke rambutnya. Sebenarnya sih, ia bisa saja menggunakan hairdryer, tapi berhubung Davin tidak bisa memakainya, jadi ia pakai cara yang ia bisa saja.

"Sembarangan kalo ngomong! Heh, asalkan kau tahu, aku dulu bahkan-"

"Selalu melewatkan sarapan. iya, iya. Aku tahu kok, om gak lupa kan kalau aku juga punya ingatan om?" Davin memotong perkataan Evan dengan cepat, sedangkan Evan mendengus sebal.

"Dasar bocah! Awas saja kau!" Evan berseru dengan menggebu-gebu, sedangkan Davin tertawa kecil mendengar nya.

"Eh, apa aku boleh keluar rumah? Atau pergi dari negara ini, gitu?" Davin mengalihkan topik, ia beranjak dan keluar dari kamar. Jujur saja, perutnya keroncongan.

"Bisa aja sih, tapi kayaknya kamu harus izin dulu sama si pak tua. Emang kenapa sih? Kau bosan disini? Atau sama seperti ku yang malas melihat wajah si pak tua itu?"

Davin menghela nafas kecil, "enggak juga, aku cuma kurang nyaman saja tinggal disini, selain karena harus tinggal dengan om jason, aku juga rindu dengan tempat kelahiranku, tahu!"

"Ha? Gak salah? Kamu bahkan baru disini dua hari, lho! Sudah kangen saja?"

"Iya, lah! Aku kan rakyat Indonesia yang baik." Davin berseru dengan dramatis, membuat Evan yang melihatnya berdecih jijik.

"Terserah padamu saja, yang penting jangan lupakan misi kita!"

"Ying pinting jingin lipikin misi kiti! Misi kita pantat mu! Om bahkan kemarin gak bantu aku." Davin berseru kesal. Ia duduk di kursi meja makan.

'Pantatku juga pantatmu, tolol!' Evan membatin kesal.

"Ngomong-ngomong, kok rumah ini sepi, ya?" Davin melihat ke sekelilingnya. Tiba -tiba saja ia teringat kejadian ketika ia yang di culik oleh beberapa pria berbaju hitam ketika masih di rumah Evan kemarin.

"A-apa jangan jangan aku bakalan di culik lagi?" Davin dengan panik kembali berdiri. Bulu kuduk nya tiba-tiba berdiri.

"Omong kosong! Lebih baik kau makan saja. Lagipula penculik akan berpikir dua kali untuk menculik mu, ingat ya! Kau sekarang berada di dalam tubuhku. Evander Miller yang super duper tampan dan berkharisma ini! Lagi pula, rumah ini memiliki keamanan yang cukup ketat!"

"Narsis banget, tapi siapa yang tahu? Gimana kalau tiba-tiba ada yang ingin menculik ku karena aku berada di dalam tubuh om, lalu aku akan di jual dan dijadikan kelinci percobaan? Ngeri banget!" Davin bergidik ngeri ketika membayangkan dirinya yang dijadikan bahan eksperimen.

"Heh, bocah! Kau ini cukup dengarkan perkataanku saja! Diam, duduk dan makan. Apa susah nya sih?! "

Bersambung

Mlkchz
201223

Impromptu Father! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang