IF. 24

14.4K 1.3K 12
                                    

Typo tandainnn

Selamat membaca~

***

Davin menepikan mobilnya ketika melihat kerumunan di depan sana, ia mengerutkan keningnya.

"Ada apa sih?" Karena rasa penasaran tingkat dewa nya itu, ia akhirnya memutuskan untuk keluar dan melihat apa yang terjadi sebenarnya.

Begitu Davin keluar dari mobilnya, telinganya menangkap pembicaraan orang orang yang mengerumuni sesuatu itu.

"Huekk! aku mau muntah, kenapa kalian malah memvideo ini? Lebih baik cepat telepon polisi!"

"Kasihan sekali, aku jadi takut. Kota kita sudah tidak aman lagi!"

"Cepat telepon polisi, dong! Nanti saja gibahnya!"

"Loh, kenapa gak kamu aja yang telepon?"

"Aku gak bawa ponsel! Huekk! jijik ah, aku mau pulang saja! Ngeri banget! Dasar kalian psikopat!"

"Permisi." Davin sedikit menggeser tubuh orang-orang yang mengerumuni sesuatu itu, matanya membelalak ketika melihat objek yang membuat beberapa orang ketakutan itu. Yaa walau masih ada beberapa orang yang sempat-sempatnya memotret dan menjadikannya status.

Perut Davin rasanya di kocok melihat itu, ia segera saja menjauh dengan menutup mulutnya, menahan muntah. Disana ia melihat anggota tubuh manusia yang terpotong dengan rapi dan dimasukan kedalam koper hitam besar. Kopernya terbuka, entah siapa yang membukanya.


Ia membungkukkan badannya, rasanya benar-benar mual melihat itu. Bisa-bisanya dua orang remaja yang melihat itu malah memotretnya.

Davin kembali mengintip, walaupun mual, ia tetap penasaran!

"Davin sekali."

Davin mengabaikan ocehan 'om' nya itu, matanya sedikit membola ketika melihat sebuah kartu ktp yang sudah berlumuran darah. Matanya menyipit untuk membaca nama dari orang yang menjadi korban mutilasi itu.

"Ti-a-ra A-me-" tubuh Davin sedikit terdorong ketika orang orang tadi di bubarkan oleh polisi. Rupanya polisi sudah datang, Davin sedikit kesal karena belum membaca nama korban mutilasi itu dengan benar.

"Siapa tadi namanya? Tiara.. tiara apa ya?" Davin bergumam sambil masuk kedalam mobilnya dan memasang seat belt nya.

"Tiara Amelia." Evan berujar memberi tahu, Davin mengangguk kecil namun seketika tubuhnya membeku.

"T-tiara Amelia? Tiara mantan istri om itu, bukan sih?" Davin bertanya dengan sedikit mencicit. Ia shock berat!

"Ya, dia mati cepat ternyata." Davin mendengus kecil ketika mendengar Evan berujar dengan santainya setelah melihat cara Tiara mati.

"Aku sih tidak kaget." Evan berujar dengan tenang, seakan akan sudah mengetahui nya. Davin sendiri di buat bingung.

"Om tahu sesuatu?" Davin menginjak pedal gas mobil nya. Ia melajukan mobilnya pergi dari sana.

"Aku mengetahui lebih dari itu." Davin terdiam sejenak, kalau Evan mengetahui semuanya, itu artinyaa..

"Kalau gitu, om tahu dong kenapa aku bisa masuk ke tubuh om?"

Evan, "..."

***

"Bagaimana sekolah kalian?" Davin bertanya setelah Kaivan dan Alan masuk ke dalam mobil. Ia kembali melajukan mobilnya menuju ke sekolah Kevano.

"Hm? Baik. Hari ini terasa lebih menyenangkan dari hari-hari biasanya." Kaivan menjawab dengan cengiran lebarnya. Davin yang melihat itu tersenyum tipis.

"Benarkah? Kamu bagaimana, Alan?" Davin menatap Alan dari kaca spion. Alan tersenyum lebar, ia melirik Kaivan sekilas.

"Baik, sangat baik!" Davin terkekeh kecil karenanya. Anak anaknya benar benar sangat riang.

Alan dan Kaivan saling tatap dengan tatapan penuh arti, mereka bersmirk kecil tanpa sepengetahuan Davin.

Davin menepikan mobilnya di halte bus dekat sekolah Kevano. Tak lama, Kevano keluar dari sekolahnya dengan senyuman lebarnya. Ia berjalan menghampiri mobil Davin.

Kevano langsung saja masuk dan duduk di kursi sebelah kemudi. Ia terus saja tersenyum.

"Kau terlihat bahagia?" Davin tersenyum kecil melihat ketiga anaknya yang terlihat tidak berhenti tersenyum itu.

Ketiga? Benar. Davin sudah menganggap Alan sebagai anaknya. Bagaimana tidak? Dia tinggal di rumahnya, setiap hari ia antar jemput, hubungan Alan dengannya dan kedua putranya juga sangat dekat. Hanya orang tak berperasaan saja yang masih menganggapnya orang asing.

"Iya, tadi aku dapat sedikit kejutan!" Kevano berseru dengan antusias. Davin terkekeh melihatnya, jarang sekali Kevano terlihat begitu antusias.

"Kejutan apa yang membuatmu menjadi sangat senang seperti ini, hm?" Davin kembali melajukan mobilnya setelah Kevano memasang seat belt nya. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Oh? Aku terpilih sebagai wakil ketua osis dan teman temanku mengucapkan selamat." Davin kembali terkekeh melihat wajah dan mendengar nada riang Kevano.

"Benarkah? Anak ayah memang hebat!" Tangan Davin terulur untuk mengusak rambut tebal Kevano.

Kaivan dan Alan di belakang yang mendengar perkataan Kevano menatap aneh Kevano. Kemudian mereka saling pandang dengan tatapan yang- err entahlah.

"Benarkah?" Kaivan menyahuti dengan tatapan mengejek nya. Kevano yang mendengar nada mengejek dari Kaivan mendengus, ia memelototi kakaknya itu.

Alan yang melihat itu menyenggol bahu Kaivan dan terkekeh ringan.

"Dia sangat pintar..." Ia berseru dengan tangan yang memukul pelan bahu Kaivan. Kaivan yang mendengar itu kembali mendengus.

"Berbohong." Alan melanjutkan perkataannya hanya dengan gerakan bibir dan tanpa melunturkan senyumannya. Kaivan yang melihat itu meledakkan tawanya, padahal tidak ada yang lucu.

Kevano menyeringai kecil.

Davin hanya tersenyum melihat 'interaksi' ketiga putranya itu. Ia dengan tidak tahu situasinya malah menyalakan lagu dan bersenandung kecil.

Bersambung

Ayolah Davin, minimal peka dikit!

Mlkchz
060124

Impromptu Father! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang