Typo tandain!
Selamat membaca~
***
Langkah Davin terhenti ketika ia melihat Kaivan dan Kevano yang keluar dari kamar Alan yang berada tepat di sebelah kamar nya.
"Kenapa ayah gak jemput kita? Kevan nungguin Ayah lama banget, Tapi ayah malah gak jemput Kevan!" Kevano berseru.
"Tadi ada urusan mendesak, jadi ayah gak sempet jemput kalian. Ayah bahkan baru pulang, nih." Davin berujar dengan menghindari kontak mata dengan Kaivan dan Kevano. Entah kenapa rasanya ia seperti terciduk selingkuh.
"Jangan berbohong, Kai tau tadi ayah kemana aja. Lagian urusan itu gak penting penting amat, tuh?!" Davin terhenyak, ia menatap Kaivan yang juga menatapnya datar.
"Apa 'urusan mendesak' itu lebih penting dari kami?" Kevano kembali membuka suara, ia menatap ayahnya dengan tatapan kecewa.
"Enggak, kalian lebih penting tapi-"
"Tapi ayah ingin rujuk lagi~" Kaivan memotong perkataan Davin dengan menirukan gaya bicara ayahnya itu.
Davin mengerutkan keningnya, ia menatap Kaivan dengan tatapan bingung. "Kamu bilang tau ayah pergi kemana? Tau dari mana, kamu?"
Kaivan yang mendapat pertanyaan itu terhenyak, ia buru buru mengalihkan tatapannya menghindari tatapan Davin.
"G-gapapa, tau aja." Davin semakin mengerutkan keningnya curiga.
"Pokoknya, kalo ayah mau rujuk sama cewek itu, Kai enggak setuju! Lagian dia udah punya suami baru, ayah mau jadi pebinor?" Kaivan mengalihkan pembicaraan, ia berseru penuh penentangan.
"Kevan juga! Jangan-jangan ayah pengen tinggal di sini itu buat rujuk sama dia? Enggak! Gabisa! Kevan cuma mau ayah, gak punya ibu pun Kevan hidup kok!" Kevano ikut menyerukan ketidak setujuannya. Davin yang melihat itu bingung sendiri.
"Rujuk? Maksud kalian apa, sih? Ayah gak ada niatan nikah lagi kok." Davin menghela nafas lelah melihat kelakuan kedua putra bujang nya itu.
"Iya bagus, ayah gak perlu nikah lagi kalo gitu!" Kaivan dan Kevano berseru bersamaan.
"Enggak, gak akan."
"Kalo nanti aku dapet kabar ayah mau nikah lagi atau rujuk sama dia, Kai sendiri yang bakal turun tangan!" Kaivan menajamkan matanya, ia menguarkan aura membunuh yang kuat.
Davin meneguk ludahnya dengan susah payah, ia menatap Kaivan yang menatapnya dengan tatapan mengancam.
"Kevan juga!" Kevano berseru merusak suasana membuat Kaivan sedikit berdecak, sedangkan Davin diam-diam berterimakasih karena Kevano sudah membebaskannya dari anak durhakanya, Kaivan.
"K-kalo gak ada yang mau di omongin lagi, Ayah ke dalem dulu." Davin dengan gesit berjalan ke kamarnya tanpa menunggu balasan dari Kaivan dan juga Kevano.
***
Davin menghela nafasnya gusar, ia lupa belanja. Tidak ada bahan makanan di kulkas. Ia juga lupa mencari Art.
"Ayah ke supermarket dulu sebentar, kalian di rumah aja." Katanya kemudiam berlalu dari dapur, ia pergi ke kamar dan mengambil kunci mobilnya.
"Biar Kai aja" Davin menoleh, kemudian menggeleng.
"Gak ah, nanti kamu malah keluyuran." Davin berjalan keluar dari rumah tanpa menunggu tanggapan dari Kaivan.
Kaivan yang ditinggal oleh Davin berdecak kesal, kemudian ia berlalu ke ruang keluarga menghampiri Kevano dan Alan yang tengah menonton tv.
Davin mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Jarak antara supermarket dan rumahnya sebenarnya cukup jauh, tapi ia santai saja. Toh, ini belum malam-malam amat.
"Kenapa kau harus susah susah berbelanja, sih? Gunanya bawahan untuk apa coba?" Evan berujar.
"Mau aja, lagian bawahan-bawahan om itu lagi sibuk sama kerjaan om." Davin membalas dengan cuek, ia menyalakan musik agar tidak terlalu senyap.
"Alasan, makannya kerjakan juga pekerjaanku!"
"Ogah, om kerjain sendiri lah! Aku mending di suruh gambar yang banyak dari pada harus ngerjain dokumen-dokumen penghasil cuan itu. Lagian aku masih banyak kerjaan lain, gak cuma itu." Davin menolak, Evan yang mendengar itu mendengus.
"Dasar pemalas, kerjaan lain apanya? Kau bahkan hanya pengangguran yang suka menghabiskan uang ku."
"Uang om, uang aku juga. Om harus terbiasa berbagi." Davin terkekeh kecil, sedangkan Evan mendengus sebal menghadapi sikap kekanak-kanakan Davin.
"Cih, dasar bocah tengik!"
Setelah sampai di tempat tujuan, Davin langsung saja masuk. Ia mengambil troli dan berjalan-jalan untuk mencari barang-barang yang sekiranya akan ia butuhkan.
Setelah selesai berbelanja dan membayar, Davin langsung saja pergi dari supermarket. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang melewati jalan yang sama dengan jalan yang tadi ia lewati.
"Ini jalannya kok jadi sepi gini?" Ia bergumam merasa aneh, tetapi ia mengendikkan bahunya tak peduli. Toh, gak merugikan dirinya juga.
Semakin lama, Davin semakin merasa janggal. Jelas-jelas jalanan ini ramai ketika ia pergi melewat jalanan ini. Dan sekarang tiba tiba sepi ini ada apa?
"Yaudah sih, cepetin aja jalan nya." Evan berseru jengah dengan kelakuan Davin yang lemot, sudah jelas ada apa-apa disini, masih aja santai-santai.
Davin menurut, ia juga merasakan hal yang kurang mengenakkan. Ia menambah laju mobilnya.
Sedang anteng-antengnya ia mengendarai mobil, tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang melaju kencang dari belakang dan..
Ciiit
Brakk!
"Apa apaan, dia!?" Davin berseru kesal ketika tiba-tiba saja mobil itu memblokade mobilnya. Untung saja mobilnya tidak terlalu menabrak mobil yang sudah menghadang nya itu.
Kalau nabrak, bisa mampus dia.
Beberapa orang berbaju hitam keluar dari mobil itu dengan membawa belati. Davin yang melihat itu menelan ludahnya dengan susah payah. Ia sepertinya kena begal, mana ia gak bisa berantem lagi.
"Pasrah aja kali, ya? Ku kasih mobilnya sama mereka, tapi nanti aku pulang bagaimana?"
"Dasar bodoh!"
Prang!
Bersambung
Mlkchz
040124
KAMU SEDANG MEMBACA
Impromptu Father! [END]
FantasyDavin tak sengaja ketiduran di taman, seharusnya bukan masalah. Tetapi ketika ia terbangun, ia tiba tiba berada di kamar. Benar, kamar. Tetapi bukan kamar nya. Ada yang salah, ia berkaca dan melihat orang lain di pantulan nya. Setelah mencerna apa...