9. Saling Menyalahkan

1.7K 232 4
                                    

Kami semua berkumpul di cafetaria. Untuk waktu yang lama tidak ada satu pun yang bicara. Sampai beberapa menit berlalu, Kyungjun akhirnya buka suara lebih dulu.

"Jangan memperpanjang masalah ini. Serahkan saja diri kalian," kata cowok itu. "Jika kalian mafia, beritahu aku."

Jungwon kemudian menanggapi dengan sengsi, "menurutmu mereka akan melakukannya? Bagaimana jika itu kamu?"

"Sial!" Kyungjun mendesah kesal. "Baiklah, biar kucoba lagi." Dia menyandar ke kursi, lalu mulai menaikan nada suaranya, "si brengsek itu 100 persen adalah mafia! Apakah ada yang sepemikiran?" Dia menunjuk kearah Junhee.

"Ya!" sela Somi. Gadis itu menatap Kyungjun dengan ekspresi wajah marah.

"Dia mengumpulkan kita semua di auditorium. Lalu membuat kita semua tertidur disana agar mafia tidak perlu bersusah payah untuk mencari target. Bukankah itu rencananmu. Mafia?" Kyungjun lalu berdiri dan menggebak meja, membuat semuanya terkejut. "Yakh! Tidak adakah yang berpikir bahwa itu masuk akal?"

"Kamu terus menyalahkan Junhee dan mendorongnya. Bagaimana jika kamu adalah mafia nya?" serang Somi. Kyungjun menoleh pada gadis itu dan tampaknya siap mendebatnya.

"Setidaknya untuk siapa pun yang memiliki peran sebagai polisi. Tunjukan diri kalian!" perintah Seungbin, dia menggebrak meja dengan kesal dan frustasi.

"Sialan! Kalian tidak mau bekerja sama?"

"Kurasa mereka juga tidak akan mengaku," ujar Dabum.

"Ya, kita masih belum tahu identitas Eunha. Dia bisa jadi mafia," ujar Somi dia melempar tatapan kearah Eunha yang duduk disampingku.

"Sudau kubilang kalau bukan aku. Kamu terus mendorongku seolah kamu sangat ingin aku mati. Seperti apa yang kamu lakukan pada Donghyun!" balas Eunha.

Aku mengernyit mendengar apa yang Eunha katakan dan dengan bingung meraih tangan Eunha. "Ya, apa maksudmu?" Aku menatap Eunha yang balik menatapku.

Aku melihat Eunha menggeram sebelum mengatakan sesuatu, "aku melihatnya, Somi mendorong Donghyun dan membiarkannya tergelincir."

"Yakh!"

Bisa kurasakan sesuatu seolah meledak dalam diriku saat mendengar apa yang Eunha katakan mengenai Donghyun. Untuk sejenak mengabaikan perdebatan Eunha dan Somi yang terus saling menyalahkan. Pikirkanku berkecamuk, dan amarah yang berusaha kutekan sejak kemarin perlahan meluap.

"Kamu mendorong dan melepaskan tangnnya, aku melihatnya!"

"Saat itu aku hampir terseret juga! Dan aku tidak mendorongnya. Kamu berbohong untuk menutupi dosamu!"

Tanganku terkepal sementara aku memejamkan mata dengan napas berat, sebelum kemudian menggebak meja dan mengejutkan yang lain dengan teriakan, "yakh!"

Napasku naik turun, seiring dengan emosi yang kian meluap nyaris tanpa kontrol. Aku melemparkan tatapan tajam ke arah Somi yang ditanggapi gadis itu dengan ekspresi keras.

"Apa itu benar?" Aku mengawasinya, melihat setiap ekspresi yang Somi tampilkan saat dia mulai membuat bebagai alasan didepanku.

"Tentu saja tidak. Eunha hanya berbohong demi dirinya sendiri."

Mengabaikan Somi, aku melihat beberapa orang yang ikut naik ke gunung kemarin, menatap satu persatu dari mereka dengan tatapan tajam. "Selain Eunha, adakah dari kalian yang menyaksikan apa yang terjadi sebelum Donghyun tergelincir?"

Aku melihat mereka saling menatap sebelum Hyunho buka suara, menjawab, "kupikir tidak. Kami menemukan Donghyun sudah berada diluar garis dan..." Hyunho menunduk, terlihat tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

Aku kembali beralih pada Somi yang balik menatapku dengan ekspresi kerasnya, ekspresi yang tidak menampilkan rasa bersalah sedikitpun. "Aku akan menyelidiki ini. Jika perkataan Eunha benar. Lihat apa yang akan kulakukan." Aku bangkit berdiri dan segera pergi dari cafetaria, mengabaikan semua orang.

Aku pergi menaiki tangga menuju roftoop, memilih tinggal disana untuk beberapa saat. Matahari hampir jatuh dan langit sepenuhnya berwarna jingga. Aku memandang ke arah gunung, memandang tempat Donghyun pergi dan tidak pernah kembali lagu. Dia tergelincir dari garis, aku tidak mau membayangkan bagaimana cara Donghyun mati, tapi, jasadnya masih ada di sana, mereka tidak bisa membawanya kembali karena dia berada diluar garis.

"Donghyun yang malang. Karena itu, sudah kubilang agar kamu tidak usah pergi. Dasar brengsek!"

Aku menyugar rambutku dan meremasnya agak kuat, merasakan frustasi yang teramat, serta duka untuk kesekian kalinya. Aku menunduk dan memejamkan mata, berusaha menelan tangis yang nyaris meledak. Aku sudah bertekad untuk berhenti menangis, tapi kenapa tiap kali seseorang menyinggung Donghyun, emosi itu datang dan menghantamku telak.

"Jiwon."

Aku menelan ludah, menegarkan diri sebelum berbalik untuk melihat Junhee berjalan menghampiriku.

"Bagaimana keadaanmu?"

Aku menggigit bibirku, untuk sejenak hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Junhee serta mengabaikan keberadaan cowok itu yang telah berdiri disampingku.

"Tentang Donghyun..."

"Berhenti. Aku tidak ingin menangis sekarang. Berhenti menyinggung tentangnya," sergahku. Aku menarik napas dalam-dalam.

"Maaf."

"Juga, berhenti minta maaf."

Akhirnya aku menoleh pada Junhee yang saat itu juga sedang menatap ke arahku. Mengabaikan rasa sedih dan berusaha mengalihkan pembicaraan, aku bertanya padanya. "Jadi, siapa yang akan dipilih kali ini?" Aku keluar lebih dulu tanpa tahu akhir dari diskusi di cafetaria. Aku penasaran dan ingin tahu.

Junhee menggeleng. "Belum diputsukan. Yoonseo menyarankan untuk mencari siapa dalang permainan dan aku setuju."

"Dalang permainan? Dimana kita akan menemukannya? Tidak ada orang lain disini selain kita. Dan kamu setuju? Bagaimana dengan yang lain, apa mereka setuju juga?"

Junhee hanya diam, membuatku membuang pandangan dan menghembuskan napas berat. "Kami mulai kehilangan kepercayaan satu sama lain. Mereka akan saling mendorong untuk menyelamatkan diri sendiri."

Bisa kudengar helaan napas berat Junhee. "Kami akan berusaha mencari dalang untuk saat ini dan memutuskan memilih saat tengah malam nanti."

"Kita harus memilih orang yang tepat dan bersembunyi saat malam untuk menghindari mafia."Junhee mengangguk. "Tidak adakah orang yang kamu curigai?" Aku bertanya.

"Bagaimana denganmu? Apa kamu percaya padaku?" Tanya balik Junhee

Aku mengawasinya sejenak sebelum menjawab, "ingin jawaban jujur?" Aku membuang pandangan, melihat jauh ke arah gunung. "Ya, aku tidak percaya padamu. Sebenarnya, aku tidak percaya pada siapa pun lagi." Kembali menatap Junhee, aku melanjutkan ucapanku, "permainan ini sungguh jahat ya. Tidak hanya merengut nyawa, tapi juga bisa membuat kita kehilangan kepercayaan antara satu sama lain. Bahkan, apakah kita bisa keluar dari permainan ini dengan selamat atau tidak."

"Kita akan."

Aku menatap tepat mata Junhee, bisa kulihat keyakinan darinya.

"Kita akan keluar dari sini bersama-sama."

To Be Continued

ɴɪɢʜᴛ ʜᴀs ᴄᴏᴍᴇ ⇴ᴏᴄ ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang