11. Target Berikutnya

1.8K 247 3
                                    

Junhee berekasi terkejut begitu aku memberitahunya tentang Jisoo dan isi percakapan kami.

"Rahasiakan ini, okey?"

"Ya tentu saja," angguk Junhee. "Jadi, bisakah Jisoo melihat siapa mafia diantara Kyungjun dan Wooram?"

"Kesempatannya tidak banyak, dan belum tentu akan langsung menemukan mafia. Jika dia menggunakan semua kesempatan begitu saja dan hanya mengetahui identitas warga, perannya akan jadi sia-sia "

"Kamu benar," tanggap Junhee.

"Kita akan melihat siapa yang paling mencurigakan dan memasukannya dalam kandidat mafia."

"Sejauh ini, baru dua mafia yang terungkap," ceteus Junhee. "Kita bahkan tidak menduga bahwa Joowon dan Yewon adalah mafia. Bagaimana kita menemukan yang lain?"

"Amatilah. Pasti ada cela. Tidak mungkin tidak ada."

"Apa kamu mencurigai seseorang?" tanya Junhee.

Aku menatapnya, diam sekitar semenit sebelum menjawab, "ada seseorang."

"Siapa?"

"Kim Somi."

"Apa karena Donghyun?"

Aku menggeleng. "Aku memang merasa marah setelah mendengar ucapan Eunha. Tapi aku juga memperhatikan saat Somi mencoba membuat alasan. Dia aneh dan mencurigakan. Aku akan memastikan lagi sebelum meminta Jisoo memeriksa identitasnya."

"Baiklah."

Ada jeda hening selama beberapa menit ke depan. Merasa canggung dan sedikit tidak nyaman dengan situasi aku kembali memecah suasana.

"Ngomong-ngomong, Junhe. Aku minta maaf untuk yang kemarin. Tentang aku yang sempat marah dan menyalahkanmu. Aku sungguh..."

"Tidak apa-apa," Junhee tersenyum penuh pengertian. "Aku paham. Kamu sedang berduka untuk Donghyun. Jangan khawatir tentang itu."

Senyumku terulas tanpa sadar. Junhee benar-benar orang baik. Aku merasa bersalah karena telah menyalahkannya terakhir kali. Dia hanya ingin mencari jalan keluar dan mengatasi masalah, tapi kami justru menunut dan membebaninya terus menerus.

Seketika, speaker menyala, dan terdengar suara Wooram menggema, memberitahu semua orang bahwa dirinya adalah mafia serta mengaku telah membunuh Jooyoung.

"Apa yang dia lakukan?" Junhee berdiri dan langsung pergi keluar dari kamarku. Aku yang hendak mengejarnya terhenti ketika notifikasi memberitahu bahwa Jisoo dan Yoojoon telah memilih nama Wooram.

"Apa? Apa mereka melakukannya karna pengakuan Wooram barusan?" Aku mendesah berat, segera beranjak dan keluar kamar, pergi menemui Jisoo.

"Ya, apa kamu melakukannya karena pengakuannya ataukah kamu memeriksa identitasnya?" Aku langsung menyambar begitu masuk ke dalam kamar mereka. Beruntungnya hanya ada Jisoo dan Yoojoon di dalam.

"Wooram adalah mafia."

"Kamu harus memilih, sudah tengah malam."

Aku mendesah pasrah sebelum menekan nama Wooram. "Kuharap kamu tidak berbohong." Aku menatap Jisoo tajam, sebelum berbalik dan pergi ke lantai dua dimana ruang siaran berada.

Hampir semua orang berada di sana. Jisoo dan Yoojoon menyusulku tidak lama kemudian. Kami melihat Wooram berlutut dilantai, dan memukul-mukul lantai dengan kemarahan. Cowok itu babak belur, dan darah mengotori sebagian kemeja putihnya.

"Apa yang terjadi padanya? Dia masih sadar kan?" gumamku. Matanya belum berubah menjadi putih, jadi Wooram tidak mungkin melukai dirinya sendiri.

"Kyungjun yang melakukannya," cetus Jungwon membuatku segera melihat ke arahnya. Alisku berkerut dalam dengan ekapresi meringis, tiba-tiba menyadari alasan Wooram melakukan pengakuan beberapa menit yang lalu. Aku langsung menoleh ke arah Jisoo, tapi gadis itu memeluk ponselnya dan langsung membuang pandangan.

"Sial!"

Aku melotot saat Wooram menatap kearahku dengan kesal, sebelum dia bangkit berdiri dan masuk ke dalam ruang siaran. Aku segera mengikutinya.

Dalam ruang siaran, masih ada Kyungjun, Junhee, Jinha dan Seungbin. Wooram yang baru saja menerobos masuk mengambil kapak dari tangan Junhee dan mulai berusaha menyerang Kyungjun membabi buta.

"Ya, apa kamu gila?"

"Lakukan sesuatu!"

Wooram benar-benar murka, cowok itu diliputi amarah dan tampaknya juga niat membunuh untuk membalas Kyungjun. Wooram terus mengamuk, mengejar Kyungjun saat cowok berandal itu keluar dari ruang siaran, sementara Wooram menyeret kapak mengejar Kyungjun.

"Aku akan membunuhmu sebelum aku mati!"

Aku hendak mengejar mereka, tapi Junhee menahan tanganku, membuatku terpaksa menoleh padanya lebih dulu.

"Kenapa kamu memilih Wooram?"

Aku tidak bisa menjawab pertanyaannya. Aku memilih Wooram karena kupikir Jisoo jujur mengatakan bahwa dia adalah mafia. Tapi saat menemukan Wooram babak belur karena Kyungjun, Wooram pasti diancam agar melakukan pengakuan. Aku meragukan pilihanku, sementara Jisoo tampaknya berbohong soal perkataannya bahwa Wooram adalah mafia.

Aku mengulum bibir, ekspresiku mengeruh, tidak ingin menatap Junhee saat ini. Aku akan merasa bersalah jika Wooram ternyata adalah warga.

-pemungutan suara selesai. Park Woo Ram dengan suara terbanyak 13 suara akan dieksekusi-

Seakan tersadar oleh suara pengumuman tersebut, aku dan Junhee segera keluar untuk melihat apa yang terjadi. Wooram yang siap menyerang Kyungjun yang sudah tersudut, tiba-tiba berhenti bergerak. Kapak jatuh disisi tubuhnya, dan Wooram yang sepertinya sudah kehilangan kontrol, berbalik menghadap kami semua. Sampai tiba-tiba, Wooram mengangkat kapak dan menyerang kepalanya sendiri.

Suara pekikan histeris memenuhi lorong kala itu, ketika tubuh Wooram tumbang dengan kapak tertancap pada kepalanya.

-Park Woo Ram adalah mafia-

Aku seketika memejamkan mata sembari menarik napas dalam-dalam. Sejenak merasa tegang saat menunggu sampai identitas Wooram diumumkan. Kami tidak salah memilih kali ini. Tapi rasanya tetap menyakitkan melihat seseorang mati didepan matamu untuk yang kesekian kalinya.

"Lihat? Sudah kubilang."

Aku menatap kearah Kyungjun yang sedang menatap semua orang dihadapannya. Tampak kesal sebelum pergi meninggalkan lorong.

"Ya, Jiwon, ayo."

Yoojoon menarik tanganku agar aku ikut bersamanya dan Jisoo. Mereka akan pergi ke kamar mereka, tapi aku segera menghentikannya.

"Tunggu. Kita harus bersembunyi dari mafia. Ayo cari tempat lain." Aku bergerak lebih dulu. Kami pergi ke lantai tiga dan bersembunyi di salah satu ruangan dilantai itu.

Yoojoon segera mengunci pintu dan aku mencoba mendorong meja terdekat untuk menambah keamaan jika ada yang berusaha mendobrak.

Menyugar rambutku dengan frustasi, aku berbalik dan melihat Jisoo jatuh bersandar ke dinding, lalu Yoojoon segera pergi duduk disampingnya.

Aku pergi ketempatku sendiri, duduk di sudut lain sampai dentingan alarm pertanda waktu malam dalam permainan mafia game telah tiba, dan aku lagi-lagi jatuh tertidur.

To Be Continued

ɴɪɢʜᴛ ʜᴀs ᴄᴏᴍᴇ ⇴ᴏᴄ ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang