19. Peran Polisi

1.6K 237 8
                                    

Sebuah tulisan berada di dinding kolam renang. Itu memberitahu soal identitasku sebagai warga serta pesan singkat yang mengatakan bahwa polisi lah yang menuliskannya. Cepat saja aku menoleh ke arah Jisoo, namun melihat ekspresi keruh cewek itu, bisa kusimpulkan bukan Jisoo pelakunya.

Tatapanku kemudian bersibobrok dengan tatapan Yoojoon, dan melihat cowok itu menipiskan bibir sebelum membuang pandangan, aku tahu bahwa dialah pelakunya. Jisoo pasti akan marah karena dia membawa-bawa peran polisi yang merupakan identitasnya.

"Yaa, kamu menuliskan ini?" tuduh Somi, dia menarik lenganku agak kasar dan menatap penuh kecurigaan.

"Tidak. Bukan aku."

"Apa? Apa sungguh polisi yang menuliskan ini?" cetus Eunchan.

"Itu pasti dia," todong Somi padaku lagi, membuatku segera mendelik tidak terima atas tuduhannya. "Identitasnya tidak terungkap. Dia pasti menuliskannya agar kita tahu dia hanya warga dan bukan mafia."

"Yaa, Kim Somi!" tegur Junhee.

"Junhee, kenapa kau berteriak padaku?"

"Berhentilah."

"Aku tidak memperhatikannya tadi" celetuk Hyunho, dia menatap beberapa orang yang tadi pagi datang ke kolam renang untuk melihatku "apa kalian melihatnya?" lanjutnya.

"Entahlah, aku tidak memperhatikan," jawab Mina acuh.

Aku memandang ke arah tulisan di dinding lagi. Mengabaikan yang lain yang saling mencurigai. Aku Memperhatikannya dengan seksama dan berpikir, ide ini cukup bagus untuk memancing kecurigaan, dan jika Jisoo berhasil mengungkap mafia dan harus memberitahu semua orang tanpa harus mengungkap identitasnya sendiri.

Kami semua kemudian berkumpul di cafetaria untuk membahas segala yang sudah terjadi.

"Aku hanya warga," akuku, sembari menatap semua orang. "Dan bukan dokter atau polisi." Menghembuskan napas berat, aku melanjutkan, "aku tidak tahu siapa dokter yang menyelamatkanku dan siapa polisi yang menuliskan pesan itu. Tapi terima kasih sudah percaya padaku."

"lupakan itu," sergap Somi sarkas. "Masih belum pasti kamu benar-benar warga atau bukan."

"Benar," timpal Mina. "Kenapa identitasnya tidak terungkap kemarin? Identitas biasanya terungkap saat mereka mati."

"Itu tidak terungkap karena dia tidak keluar dari permainan," tanggap Jungwon.

"Sudah," sela Kyungjun. "Bukankah menemukan yang membunuh Seungbin lebih mendesak?" Dia menoleh ke arah Jinha yang duduk agak berjarak darinya, membuat kami semua ikut menoleh ke arah yang sama.

Mendapati tatapan curiga lagi, Jinha langsung menyangkal keras, "bukan aku," suarnya menjadi lebih tinggi kemudian, "saat bagun aku sudah menemukannya tewas."

"Kamu bilang hanya ada kamu dan dia. Benar, bukan?" Tanya Yoonseo. Aku bisa melihat tatapan tajamnya tertuju ke arah Jinha. "Apa kamu melihat hal yang tidak biasa?"

Jinha membalas dengan ekspresi sok tegar, "entahlah." Dia melotot dan menjelaskan dengan mengebu, "mafia sengaja mengoleskan darah padaku saat aku tidur."

"Itu, agak masuk akal," ujarku yang berhasil menarik semua perhatian. Aku mengejrap dan balik memandang mereka santai. "Mafia selalu bekerja bersih tanpa meninggalkan petunjuk, dan kita selalu menemukan mereka sudah mati saat pagi. Bahkan Wooram yang membunuh Jooyoung dengan hebat berpura-pura seolah dia tidak tahu apa-apa untuk menutupi identitasnya," jelasku. Aku lalu menuding ke arah Jinha. "Yeonwoo dan Eunchan memergokinya pagi ini dengan darah ditubuhnya. Jika dia mafia, dia pasti sudah membereskannya sejak tadi malam agar tidak dicurigai. Antara dia bukan mafia atau dia bodoh sebagai mafia."

"Kalian dengar itu, aku bukan mafia. Bukan aku yang membunuh Seungbin," kata Jinha cepat setelah aku selesai dengan pemikirannku.

"Kupikir itu juga menjelaskan kenapa jaket Kyungjun dan kapak berada didepan pintu kantin," ujar Eunha. "Apa mafia ingin menjebak mereka atas kematian Seungbin?"

"Sepertinya memang masuk akal," tanggap Hyunho. "Mereka menaruh bukti didekatnya agar Kyungjun terporvakasi untuk saling menyalahkan dengan Jinha. Tapi sepertinya Kyungjun tidak begitu memperhatikan bukti itu tadi pagi."

"Itu karena dia lebih perduli untuk menghampiri Jiwon ketimbang mengurusi benda itu," celetuk Jisoo. Aku langsung mendelik dengan alis berkerut bingung kearahnya. Apa hubungannya denganku?

"Benar." Yoonseo yang duduk bersedekap di atas meja tiba-tiba melompat dan mulai bicara di hadapan kami semua. "Mafia selalu pintar menyembunyikan identitas selama ini."

"Mungkin dia ceroboh kali ini," tanggap Somi acuh ke arah Jinha, lalu melemparkan tatapan tidak suka ke arah Yoonseo. Aku mengerlingkan bola mata muak melihat gadis itu. Somi terus menyudutkan seseorang, menuduh sana-sini. Aku juga baru ingat, aku mungkin harus meminta Jisoo memeriksa identitas Somi.

"Sial, bukan aku!" sangkal Jinha. Dia kemudian menyingkirkan kursi di depannya dengan kasar dan menghampiri Somi dengan ekspresi murka. "Kamu terus mendorong seseorang, menuduh orang yang tidak kamu sukai adalah mafia padahal dua mafia yang sudah tertangkap adalah temanmu." Jinha kemudian menatap kami semua. "Dia berteman dengan Yewon dan Wooram bahkan membela mafia itu. Dia pasti juga mafia," Jinha menunjuk-nunjuk Somi dengan kasar.

"Ya, berhenti," sergap Junhee. Dia berdiri di antara Jinha dan Somi dan balik menatap Jinha dengan ketegasan. "Berhenti atau sikapmu yang seperti ini akan membuat kami semakin curiga."

Jinha menatap dengki pada Junhee, lalu bergantian menatap semua orang yang berada di cafetaria satu persatu. "Bukan aku pelakunya. Jangan pilih aku. Aku akan mencari tahu siapa pembunuh Seungbin. Tunggu saja." Dia terlihat sangat bertekad sebelum melenggang pergi meninggalkan cafetaria.

"Menurut kalian, Jinha membunuhnya?" tanya Nahee. Aku melihatnya yang memandang kepergian Jinha dengan agak prihatin.

"Dia pasti tahu kita akan mencurigainya karena darah itu. Dia tidak punya alasan untuk melakukan itu," kata Yoonseo.

"Dia seharusnya memberithau kita, kenapa dia kabur?" Ujar Eunchan. "Itu membuatnya tampak mencurigakan."

Kami semua hanya bisa mendesah lelah. Masalah tanpa henti terus mendatangi kami, dan itu menumpuk menjadi beban yang cukup menyusahkan sekaligus menyebalkan.

"Teman-teman,"  panggil Dabum. "Tulisan itu. Jika benar polisi yang menuliskannya, kenapa dia hanya memberitahu identitas Jiwon? Keahlian itu sudah digunakan tiga kali."

Yoonseo clingak-clinguk. "Mungkin ditulis ditempat lain," katanya, seakan siap menelusuri seluruh gedung untuk menemukan tulisan serupa.

Jungwon berdecih sinis. "Dia seharusnya menuliskan siapa mafia-nya."

"Teman-teman, mari berkumpul lagi pukul 11 malam," cetus Junhee. "Jangan memilih sampai saat itu." Dia menatap semua orang yang masih berada di cafetaria dengan serius, mewanti-wanti semuanya agar tidak ada yang melakukan kecurangan dengan memilih sebelum pukul 11 malam.

To Be Continued

ɴɪɢʜᴛ ʜᴀs ᴄᴏᴍᴇ ⇴ᴏᴄ ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang