"Master permainan?" Aku menatap Yoonseo, bertanya memastikan setelah mendengar ceritanya tentang kunci yang dia temukan di ruang staf kemarin.
Yoonseo mengangguk, dia kemudian mengeluarkan kunci yang dimaksud agar aku melihat dan mempercayainya.
"Kenapa tidak memberitahu lebih awal?" tanyaku, lantas membagi tatapan antara Junhee dan Jungwon, menuntut bingung kearah mereka. Merasa heran kenapa mereka diam saja untuk hal sepenting ini. Jika kami bisa menemukan master permainan, maka kami bisa saja mengahiri permainan ini.
"Kami pikir, memberitahukannya hanya akan membuat Yoonseo semakin dicurigai. Yoonseo tidak dapat membuktikan rekaman cctv di besment, jika dia mengungkit sesuatu yang belum pasti dan tanpa bukti, itu hanya akan membuatnya kembali dicurigai," jelas Jungwon.
Aku mengangguk paham. Alasan Jungwon sangat masuk akal dan bisa diterima.
"Kami berniat mencari tahu lebih dulu sebelum memberitahu kamu dan yang lain," kata Junhee. Aku mengamgguk penuh pengertian.
"Tapi, kalau itu niat kalian, kenapa beritahu aku sekarang? Apa kalian sudah tahu untuk apa kunci itu?"
Aku melihat Jungwon mendesah pelan sebelum menunduk, sementara Junhee hanya tersenyum tipis tanpa menjawab, membuatku keheranan.
"Yoonseo sangat ingin memberitahumu," cetus Jungwon.
Sontak aku langsung memandang Yoonseo, menaikan alis penasaran, bertanya hanya lewat ekspresi padanya.
"Kupikir kamu akan mempercayaiku," aku Yoonseo, dia tersenyum meringis. "Aku punya perasaan bahwa kamu akan selalu berpihak padaku."
Aku sedikit terpaku mendengar penuturan Yoonseo barusan dan entah bagaimana terdengar sangat benar, sebab aku juga setuju, meskipun agak membingungkan kenapa aku bisa sepercaya itu pada Yoonseo.
Aku memberikan senyum ragu pada Yoonseo. "Jadi, kamu juga percaya bahwa aku bukan mafia?"
Yoonseo mengangguk kuat. "Tentu saja. Aku percaya kamu, Jiwon. Kamu, Junhee dan Jungwon bukan mafia."
Dia tidak ragu sedikit pun. Yoonseo sungguh naif dan tulus. Yoonseo tidak mungkin mafia, dia terlalu baik untuk mampu membunuh seseorang. Entah bagaimana Yoonseo terjebak dalam permainan sialan ini. Ah, mungkin karena dia tidak beruntung mendapat teman sekelas seperti kami.
"Kita harus mengidentifikasi mafia malam ini bagaimana pun caranya," cetus Jungwon.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Yoonseo, dia kemudian menambahkan, "bahkan jika kita berhasil melewati malam ini, seseorang akan tetap mati besok."
Aku melirik ke arah Junhee yang juga tengah melihat ke arahku. Kami berdua sudah tahu bahwa Somi adalah mafia, tapi kami harus mengikuti rencana, membuat yang lain meyakini pesan yang ditinggalkan Hyunho dan mulai mempercayai Somi sungguhan mafia.
"Jika memang ini tujuan dari permainan ini, kita mungkin bisa keluar dari sini selama menemukan master permainan." Yoonseo cukup bertekad saat dia melemparkan kunci tersebut ke atas meja. "Mari kita cari master permainannya terlebih dahulu. Kita harus melakukan apa pun."
Junhee mengangguk setuju. "Baiklah, tapi jika kita tidak menemukan dia sebelum matahari terbenam, kita harus mencoba mengidentifikasi mafia. Kita tidak bisa membiarkan warga mati lagi."
"Benar. Jika tidak mengidentifikasi mafia, kita juga akan berada dalam bahaya."
"Baiklah," tanggap Yoonseo pasrah. "Mungkin ada petunjuk lain selain foto itu, mari geledah ruangan ini dahulu."
Kami mulai mencari diseluruh ruang staf, tempat kami berada saat itu. Mencari kesegala sudut, tidak peduli ruangan itu jadi berantakan. Kami mencari cukup lama, sampai Jungwon mengambil perhatian kami karena tidak bisa membuka lemari, lantas meminta agar Yoonseo mencoba membukanya dengan kunci yang dia temukan.
Tapi tidak berhasil. Kunci tersebut bukan untuk membuka lemari itu.
"Tunggu," sela Junhee, dia maju dan mencoba membuka paksa lemari tersebut, namun lemari itu rupanya cukup tahan dengan guncangan. "Tidak bisa terbuka."
"Apa sih yang ada di dalam?" gumamku.
"Mari kita buka lemari ini untuk berjaga-jaga," cetus Jungwon. "Kita bisa mendobraknya."
Kami setuju. Lalu Junhee dan Jungwon pergi ke gudang untuk mencari benda yang bisa digunakan untuk membuka lemari tersebut. Sementara aku tinggal dengan Yoonseo, melanjutkan pencarian petunjuk.
"Yoonseo," panggilku, bermaksud menarik perhatiannya sejenak. Yoonseo pun menoleh dengan alis terangkat. "Bagaimana kamu bisa menemukan foto itu? Maksudku, apa yang sedang kamu lakukan digudang sehingga menemukannya?" Aku menongka lenganku di atas meja, menatap Yoonseo penasaran.
Yoonseo yang tadinya sedang mencari sesuatu dirak dinding, beralih menghampiriku. "Aku masuk ke dalam jalur yang ada di ruang pendingin di cafetaria. Saat itulah aku menemukan ruang cctv di basement." Yoonseo menunda ucapannya sejenak dan terlihat ragu untuk melanjutkan. Ekspresinya menjadi cukup serius. "Aku berada di basement, tapi saat aku melewati pintu, aku tiba-tiba berada dilantai dua."
Alisku berkerut heran. "bagaimana bisa?"
Yoonseo mendesah gusar. "Entahlah. Tapi saat itulah aku menemukan gudang dan juga menemukan kotak berisi album foto itu."
Serius, mau dicerna bagaimana pun, sangat tidak mungkin keluar dari basement akan langsung tiba dilantai dua. Dalam kondisi normal, pasti harus melewati lantai satu terlebih dahulu. Aku berpikir agak keras sampai tidak menyadari Yoonseo berjalan melewatiku. Aku yang akhirnya sadar, menoleh ke arah Yoonseo dan cukup terkejut menemukan lemari yang tadinya terkunci, kini sudah terbuka lebar.
Aku segera menghampiri Yoonseo dan mengungkapkan kebingunganku, "Yoonseo, bagaimana kamu bisa membukannya?" Junhee bahkan tidak bisa membukanya tadi.
Yoonseo memggeleng pelan tanpa mengalihkan perhatian dari sesuatu di dalam lemari tersebut. "Entahlah, lemarinya terbuka begitu saja." Yoonseo kemudian mengangkat kunci yang dia simpan, menggunakannya untuk membuka kotak yang digembok.
Aku mengawasinya, membiarkan Yoonseo menemukan apa pun yang tersembunyi di dalamnya. Kunci itu berhasil membuka gembok, dan sesuatu di dalam kontak segera menarik perhatian Yoonseo.
Selembar foto dikeluarkan. "Ini, ini kelas kita," gumam Yoonseo. Aku yang kebingungan berniat melihat foto tersebut, tapi berhenti karena Yoonseo justru beralih melihat sesuatu diponselnya. Gadis itu memasang raut terkejut, membuatku makin bingung.
Sesaat kemudian, lampu mulai berkedip, dan cahaya yang agak menyilaukan seakan memenuhi seluruh ruangan.
"Apa? Apa yang terjadi?"
Suara terdengar melalui speaker, tapi sedikit aneh, seperti mengalami eror.
Sebuah notifikasi yang berasal dari ponselku kemudian membuatku terpaksa mengabaikan keanehan yang terjadi dan memilih untuk memeriksa pesan yang baru saja terkirim.
=Periksa Master Permainan=
Selebar emplop surat terbuka dan sebuah pesan muncul darinya.
=Park Se Eun=
Aku dan Yoonseo membagi tatapan, sebelum kembali beralih pada layar ponsel masing-masing, tapi secara tiba-tiba, Yoonseo jatuh begitu saja seolah kakinya melemah dan tidak kuat menompang berat tubuhnya.
"Yoonseo."
Aku berniat membantunya, tapi aku juga mengalami hal yang sama. Kepalaku terasa sakit sebelum dihantam rentetan memori acak yang tidak pernah kusadari.
Park Se Eun. Segela memori yang muncul berkaitan dengan Se Eun. Dan seiring dengan semua ingatan tentangnya yang kembali, hatiku tiba-tiba terasa perih, seperti baru saja dihantam kenyataan pahit yang amat memilukan.
Hari kematian Se Eun. Hari yang sama saat gadis itu ditemukan hanya menyisakan tubuh pucat kebiruan. Hari Park Se Eun tewas.
Bagaimana aku bisa melupakannya? Bagaimana ingatan itu seolah terhapus seakan aku tidak pernah mengenalnya? Bagaimana bahkan aku melupakan bahwa Lee Yoonseo juga bagian dari sahabat terdekatku.
Aku tidak bisa menahan air mataku luruh. Rasa bersalah yang menghantui hampir sepanjang tahun sejak kematian Se Eun meledak dan meninggalkan bekas luka yang lebih dalam.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
ɴɪɢʜᴛ ʜᴀs ᴄᴏᴍᴇ ⇴ᴏᴄ ✓
Fanfiction"Bagaimana caranya kita keluar dari permainan ini?" - Night Has Come | Fanfiction Shin Jiwon ft All Char NHC Alternative Ending