22. Sebuah Analisis

1.2K 210 1
                                    

Kami salah memilih orang. Kim Jinha adalah warga dan bukan mafia. Sementara hari berikutnya tiba, dan orang lain mati lagi.

Jasad Mina ditemukan diruangan yang seharusnya jadi tempat persembunyiannya.

Sementara Hyunho berhasil membuat heboh dengan tulisan di lobi yang dia tulis diam-diam, memberitahu bahwa Kim Somi adalah mafia.

"Tidak, aku bukan mafia!"

Somi tentu saja akan menyangkal. Sesuai predikisiku, tulisan itu mengundang minat kecurigaan. Namun, hal itu masih belum cukup untuk benar-benar membuat semua orang percaya dan langsung memilih Somi.

"Aku akan membuktikan bahwa aku bukan mafia, dan tulisan bodoh ini hanya omong kosong!"

Somi melongos pergi meninggalkan lobi, tampak marah.

Aku tidak tahu bagaimana Somi akan membuktikan dirinya bukan mafia sementara beberapa dari kami sudah tahu kenyataannya. Gadis itu memang benar mafia.

"Bagaimana dia akan membuktikannya?"

Aku mendengar Jisoo bergumam, gadis itu menatap sinis kepergian Somi.

"Jangan ada yang memilih dulu. Kita harus memastikan kebenaran tulisan ini. Apakah benar polisi yang menuliskannya atau bukan," ujar Junhee, dia menatap yang lain dengan sok serius.

Aku hendak menghampiri Junhee, merasa heran kenapa dia justru mengulur waktu dan mencegah yang lain memilih. Kami sudah membuktikan bahwa Somi adalah mafia, apa lagi yang dia tunggu?

Namun, belum juga aku berhasil bicara dengan Junhee, seseorang tiba-tiba menyeretku pergi. Aku mendelik kesal pada Ko Kyungjun -si pelaku- sebelum menarik paksa tanganku agar lepas dari cekalan cowok itu.

"Sial, Ko Kyungjun, aku harus bicara dengan Junhee."

"Tunggu," cegat Kyungjun saat aku akan berbalik pergi.

"Kamu, dimana kamu bersembunyi tadi malam?" tanya Kyungjun.

Aku menekuk alis heran. Ada apa dengannya tiba-tiba mempertanyakan tempat persembunyianku? Aku terpaksa menghadapinya langsung, sembari bersedekap dada dan balik menatap Kyungjun penuh selidik.

"Kenapa kamu ingin tahu?"

Aku tidak cukup menyadari sebelumnya, tapi jika ditelik lagi, aku mulai menyadarinya sekarang. Sikap Ko Kyungjun memang agak berbeda saat dia berhadapan denganku. Dia cukup kasar dan seenaknya pada teman-teman lain, tapi saat dia bicara padaku, suaranya lebih rendah dan tidak sarkas. Meskipun kata-kata yang dia gunakan terkadang masih terdengar menyebalkan.

"Bersembunyilah ditempatku nanti malam."

Aku sontak membelakak mendengar ucapannya barusan. "Apa kamu gila?"

"Jangan berpikir macam-macam."

"Siapa yang berpikir macam-macam. Jelas sekali kalimatmu terdengar ambigu."

Kyungjun mengerang sebentar. Apa dia ahkirnya lelah menghadapiku?

"Para mafia sialan itu, kita tidak tahu siapa target mereka. Dan siapa yang akan mati besok. Kantin cukup aman untuk berlindung, setidaknya tidak akan mudah dibobol. Bersembunyilah ditempatku agar kamu aman."

"Apa kamu tidak khawatir bahwa aku bisa saja mafia?" tantangku, mengawasinya untuk melihat bagaimana rekasinya. Tapi, diluar dugaan, Kyungjun cukup santai menanggapi.

"Aku sudah bilang. Kamu bukan mafia dan aku percaya intuisiku."

Aku mengangguk-angguk. "Yah, kalau begitu bagaimana jika kamu yang mafia?"

"Aku bukan."

"Apa buktinya?"

Menjaili Kyungjun rupanya cukup menghibur. Aku Terkekeh diam-diam saat melihatnya berbalik membelakangiku beberapa menit, sepertinya sedang menahan diri untuk tidak emosi.

Tidak lama kemudian, Kyungjun kembali menghadapku, membuatku dengan cepat bertindak normal lagi, menutupi bahwa aku sempat menertawai sikapnya tadi.

"Aku bukan mafia okey?"

Aku menggeleng dan memasang tampang ragu. "Tidak cukup meyakinan."

Bisa kulihan ekspresi menahan kesalnya. Sebelum Kyungjun mendesah pasrah.

"Harusnya begini," ucapku sebelum Kyungjun berhasil membuka mulutnya. Alis cowok itu berganti menekuk, tidak paham dengan ucapanku.

"Kamu cukup mampu untuk menahan emosi. Jangan selalu marah-marah dan kasar setiap kali kamu kesal pada orang lain. Kamu tahu, sikapmu yang seperti itulah yang membuat teman-teman yang lain tidak menyukaimu."

Aku melihat Kyungjun mengerlingkan bola mata malas. "Aku tidak peduli orang-orang itu menyukaiku atau tidak."

Aku mendesah lelah. "Pokoknya, hanya tahan emosimu, jangan biarkan itu mengendalikan sikapmu. Kamu tahu, kamu bisa jadi lebih baik Ko Kyungjun." Aku memberikan senyum tulus sebelum berbalik dan pergi meninggalkan Ko Kyungjun. Aku sungguh berpikir Kyungjun bukan orang yang sebrengsek kelihatnya. Dia cukup peduli padaku, itu sudah membuktikan bahwa cowok kasar itu masih punya nurani. Dan jika sedikit saja Kyungjun berniat merubah sikapnya pada yang lain juga, dia bisa jadi teman yang baik.

Ngomong-ngomong, ide untuk bersembunyi di kantin sepertinya patut dicoba. Benar bahwa kantin adalah satu-satunya ruangan yang cukup aman dan tidak mudah dibobol. Tapi aku tidak bisa berpatokan pada pemikiran itu. Aku belum tahu siapa saja yang mendapat peran sebagai mafia, dan bagaimana mereka menentukan target. Aku mungkin selamat sejauh ini karena belum dijadikan sasaran.

Tapi tunggu, kemarin mafia membunuh Seungbin dan membuat kecurigaan tertuju pada Jinha. Dan kalau diingat lagi, Kyungjun ditunjukkan untuk jadi objek kecurigaan juga. Itu seperti siapa pun mafia yang asli, berusaha menghabisi mereka bertiga sekaligus. Itu membuat Dabum jadi satu-satunya yang mencurigakan. Tapi bukankah itu akan mudah dan gampang ditebak? Jika Dabum mafia, bukankah dia cukup bodoh? Aku akui, jika rencananya berhasil, dia akan berhasil menyingkirkan tiga orang sekaligus dalam satu hari, tapi jika gagal, akan jadi bumerang untuknya.

Well, itu benar-benar jadi bumerang karena sejak diberitahu tentang identitas Jinha adalah warga, Kyungjun dengan terang-terangan menyalahkan Dabum.

"Sial, ada berapa lagi sih mafia yang tersisa?"

"Jiwon!" panggil seseorang. Aku menatap ke depan dan melihat Yoonseo menghampiriku, dibelakangnya ada Junhee dan Jungwon yang berjalan lebih lambat.

"Oh, Yoonseo. Ada apa?"

"Kamu bertanya tentang album foto itu bukan? Aku berniat mencarinya. Itu bisa saja ada disuatu tempat di gedung ini. Maukah kamu membantu?"

Aku tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja. Jadi, dimana kita harus mulai?"

To Be Continued

ɴɪɢʜᴛ ʜᴀs ᴄᴏᴍᴇ ⇴ᴏᴄ ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang