6. Kabar Buruk

1.8K 255 8
                                    

Saat itu, aku duduk sendirian di tangga lobi, sampai seseorang menghampiriku dan mendudukan diri tepat disampingku. Aku melirik dan menemukan Kyungjun. Dia kemudian mengulurkan sebungkus snack padaku, membuatku menoleh bingung antara dia dan snack ditangannya.

Bisa kudengar Kyungjun berdecak sebelum meletakan snack itu kepangkuannku.

"Untuk apa ini?" tanyaku curiga.

"Tidak bisakah kamu melihat. Itu snack. Makanlah," katanya acuh

Aku mengeryit. "Ya. Tentu saja aku tahu ini snack. Tapi apa niatmu memberikannya padaku?"

Kyungjun terlihat menahan kesal. Aku mengawasinya dengan alis berkerut sebelum dia menoleh padaku dan mengatakan sesuatu, "tidak bisakah kamu berhenti memandangku dengan tatapan curiga itu."

Aku memutar bola mata malas. "Kalau begitu berhentilah menganggu orang lain," kataku. Aku melirik Kyungjun, mendapatinya sedang menunduk entah memikirkan apa. "Berhentilah bersikap seperti bajingan brengsek."

Kyungjun tiba-tiba bangkit berdiri, membuatku kebingungan sampai dia berbalik menaiki tangga dan pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun lagi.

Aku menghela napas berat. Apa aku sudah terlalu berlebihan? Dia tidak akan beralih mengangguku karenanya kan? Sial.

Aku berdiri dan ikut pergi meninggalkan lobi. Pergi ke kamar dan menunggu di sana. Mencoba menghilangkan bosan dan mengalihkan pikiran buruk dengan memainkan game offline diponselku. Tapi pada akhirnya, aku justru jatuh tertidur dan baru dibangunkan saat malam oleh ketukan dipintu kamarku. Aku segera pergi untuk membukakan pintu dan menemukan Junhee berdiri di depan, sementara hampir semua orang juga berada di sana.

"Ya, kalian sudah kembali? Apa kalian menemukan jalan keluar?" Aku menatap Junhee penuh harap. Juga pada beberapa orang yang pergi bersamanya mendaki gunung. Tapi kemudian alisku berkerut saat tidak menemukan Donghyun diantara mereka.

"Ngomong-ngomong, dimana Donghyun?" tanyaku. Aku menatap Junhee lagi, tapi dia justru menunduk dan tidak menjawab. Tidak tahu kenapa Junhee tidak menjawab pertanyaanku, aku beralih pada Hyunho yang berdiri disamping Nahee yang tampaknya mengalami cedera dikakinya. "Hyunho, dimana Donghyun?" Tapi tidak ada jawaban lagi. Aku menatap mereka kesal karena semua orang selalu mengalihkan pandangan ketika aku menatap ke arah mereka.

"Yakh! Aku bertanya pada kalian. Dimana Donghyun?" Aku berteriak murka merasa sangat kesal. "Tidak bisakah salah satu dari kalian menjawabnya?"

Perasaanku campur aduk. Dugaan-dugaan buruk mulai hinggap dalam pikiranku, membuatku cemas dan ketakutan. Aku menatap Junhee. Memelankan suara lebih normal, mencoba mendapatkan jawaban darinya. "Junhee, dimana Donghyun? Tidak..." aku menunduk dan memejamkan mata sejenak. Menolak air mata yang nyaris keluar karena dugaan buruk yang semakin keras menghantam pikiranku. "Apa yang terjadi padanya?"

"Jiwon, kamu tidak mendengar pengumumannya?" tanya Yeonwoo. Aku beralih padanya dengan alis berkerut.

"Pengumuman?"

"Jiwon," panggil Yoonseo. Aku menoleh padanya dan dengan cepat pergi ke arahnya. Menatapnya penuh harap agar dia memberitahuku dimana Donghyun berada dan kenapa dia tidak ada di sini sekarang.

Aku bisa melihat keragu-raguan Yoonseo saat dia hendak mengatakan sesuatu, aku berusaha menunggu dengan sabar, tidak ingin begitu menekan Yoonseo. Tapi saat Yoonseo hendak mengatakan sesuatu, sebuah suara menyabarnya lebih dulu. Mengatakan sesuatu sebelum Yoonseo memberitahuku.

"Donghyun. Dia pergi memeriksa apakah garisnya berhenti disana," ucap Junhee, dia yang sebelumnya menghadap ke arah pintu, kini berbalik menghadap ke arahku dan menatapku sepenuhnya. "Tapi, dia tergelincir, dan..."

"Berhenti." selaku. Aku langsung menunduk dalam, memegangi kepalaku yang terasa seperti baru saja dihantam batu besar. Aku tidak mau mempercayai segala dugaan yang terus datang saat menemukan bahwa Donghyun tidak ada diantara mereka yang kembali. Aku berusaha berfikiran positif, berpikir mungkin saja Donghyun hanya terluka dan berada di uks saat ini. Tapi, semua orang menghindari tatapanku saat aku bertanya tentangnya, seolah sesuatu yang sangat buruk telah terjadi. Dan kata-kata Junhee sekaan mempertegas dugaan buruk itu.

Aku meremas rambutku. Menahan diri dihadapan yang lain. Dengan susah payah menelan kenyataan pahit tentang Donghyun yang sudah pergi.

Aku berjalan melewatu Junhee, dan masuk ke dalam kamar, mengabaikan semua orang. Menutup pintu dan merosot jatuh begitu saja. Tangis yang berusaha kutahan dihadapan yang lain, akhirnya pecah saat aku sendrian. Ketakutanku menjadi kenyataan. Firasat buruk saat membiarkan Donghyun pergi siang tadi sungguh terjadi. Aku menyesal, seharusnya aku berusaha lebih keras untuk mencegah agar Donghyun tidak pergi. Aku seharusnya memohon padanya.

Namun, sudah terlambat. Donghyun telah pergi dan aku tidak bisa melakukan apa pun. Aku bahkan tidak bisa pergi dari tempat ini. Aku. Sial.

Entah berapa lama aku menagis dan berdiam diri dikamar. Aku benar-benar menangis sampai rasanya tidak ada lagi air mata yang tersisa. Aku menyalakan ponselku, membuka galeri dan melihat beberapa foto dan video yang diambil Donghyun sesekali saat kami menghabiskan waktu bersama. Bibirku bergetar, nyaris terisak lagi. Tapi aku segera menghapus bekas air mata diwajahku. 

Semua yang kami alami, kematin teman-teman yang lain, kematian Donghyun. Itu semua karena game sialan ini. Aku akan menemukan siapa dalangnya, siapa yang sudah menjebak kami dalam lingkaran setan ini dan kemudian membuatnya membayarnya.

"Sial!"

Aku bangkit berdiri. Berusaha tidak lagi terisak. Lalu kemudian membuka pintu kamar dan keluar. Aku handak pergi menuju toilet untuk membasuh wajahku, tapi terhenti saat menemukan Junhee entah sejak kapan berada di samping pintu kamarku dan menghalangi jalanku.

"Jiwon."

Aku membuang pandangan, tidak ingin menatapnya. Sejujurnya, aku menyalahkan Junhee. Kalau saja dia tidak memberi ide untuk pergi mendaki gunung, tidak akan ada yang celaka. Donghyun masih akan hidup dan bersama kami saat ini.

"Maaf, aku..."

Aku mengulum bibirku, sebisa mungkin menahan diri agar tidak meledak dihadap Junhee. Aku berlalu mengabaikannya, tapi Junhee dengan bodohnya malah menahan pergelangan tanganku dan membuatku berhenti.

"Jiwon. Aku benar-benar minta maaf. Apa yang menimpa Donghyun adalah salahku."

Aku menggigit bibirku, tidak sedikitpun berbalik menghadap Junhee. "Itu memang salahmu. Tidak...tidak seharusnya kalian pergi." Aku menelan saliva susah payah, mendongkak ke atas karena merasa air mata kembali mengenang dipelupuk mataku. "Aku berusaha mencegahnya pergi. Aku, sial!" Aku menarik kasar tangaku agar lepas dari Junhee, lalu segera pergi meninggalkan cowok itu tetap berdiri di depan kamarku. Aku tidak peduli, aku merasa marah, kesal, dan sedih. Perasaan itu bercampur menjadi satu, membuatku benar-benar merasa kesakitan.

To Be Continued

ɴɪɢʜᴛ ʜᴀs ᴄᴏᴍᴇ ⇴ᴏᴄ ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang