2. Berbeda

93 6 0
                                    

Gue memasuki kantin fakultas gue yang enggak terlalu ramai itu dan menghampiri pacar gue yang sudah setia menunggu di sana. Setelah melihat sosoknya di pojokan sambil bermain HP, gue langsung menghampirinya dan tersenyum

"Jian!!"

"Eh, udah selesai??"

"Udah! Ternyata capek juga ya"

"Pastilah, tapi lumayan juga kan jadi pengalaman"

"Iya! Oh ya, Jian"

"Eum?? Kenapa, Kai??"

"Kamu tau kalo ada mahasiswa disabilitas di kampus kita??"

"Oh soal itu, aku pernah denger sih katanya ada 1 anak yang disabilitas, tapi gak pernah liat orangnya yang mana"

"Dia tadi ada di kelasnya pak Julian. Awalnya aku kira dia itu anak males yang gak niat kuliah karna tidur terus"

"Oh ya?? Terus gimana??"

"Ya, kalo diliat luarnya gak keliatan kayak orang penyandang disabilitas sih, aku jadi agak nyesel karna udah mikir negatif soal dia"

"Hei, bukannya wajar kalo mikir kayak gitu?? Kamu kan gak tau apa-apa"

"Iya sih, tapi tetep aja jadi ngerasa gak enak"

"Udah-udah, gak perlu dipikirin lagi"

Gue tersenyum dan merasa lebih baik saat Jian mengusap kepala gue dengan tangannya. Setelah itu, gue pun mengeluarkan laptop gue dari tas dan mulai mengetik sesuatu di sana

"Kamu ngapain??"

"Aku ngeringkas materi buat pertemuan hari ini, mau aku kasih ke Zen nanti"

"Zen??"

"Mahasiswa disabilitas itu"

"Ah, terus kenapa kamu yang ngeringkas??"

"Pak Julian tuh kalo ngajar gak pernah pake PPT, cuma ngomong doang. Terus Zen itu gak make alat bantu denger dia karna gak nyaman. Aku jadi ngerasa bersalah karna jatohnya dia gak ngerti apa-apa tadi"

"Pacarku ini emang baik banget ya"

"Ih! Jangan muji!!"

"Aku cuma ngomong fakta"

***

"Kai!! Ayo makan malem cepetan!!"

"Iya sebentar ma!!"

Gue masih sibuk menyaksikan video yang ditampilkan di laptop gue, video untuk mempelajari bahasa isyarat. Gue ingin memudahkan komunikasi gue bersama Zen dengan cara mempelajari bahasanya.

Gue mendengar dari mahasiswa lain kalau Zen itu sudah bisu dan tuli sejak lahir. Anak itu juga lebih memilih untuk sendirian. Gue jujur cukup mengerti kenapa dia lebih memilih untuk sendiri. Bagaimanapun, pasti enggak nyaman bersama orang yang enggak bisa mengerti diri kita. Di saat orang-orang mungkin bercanda tawa dengan lelucon mereka, Zen itu butuh bahasa isyarat atau tulisan untuk mengerti semuanya

"Ini anak, harus mama panggil berapa kali sih?!"

Gue hampir menjerit saat melihat mama tiba-tiba sudah ada di belakang gue dengan berkacak pinggang

"Eh?? Kamu ngapain belajar bahasa isyarat??"

Gue awalnya terkekeh kecil untuk membalas pertanyaan mama sampai gue menatap lagi ke arah layar laptop gue. Demi mahasiswa gue, gue rela melakukan ini semua

"Iya, ma. Di kelas aku tadi, ada anak yang menyandang disabilitas, dia gak bisa ngomong atopun ngedenger, ma"

"Astaga, kasian banget"

Imperfect MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang