19. Kenapa kamu terus tidur??

28 4 0
                                    

Gue masuk ke kamar rawat Zen dan menemukan sosoknya masih tidur dengan tenang. Gue cuma menghela napas dan menatap sosok yang keliatan damai banget dalam tidurnya itu

Tiba-tiba mata gue menemukan keranjang buah yang enggak mungkin disediakan dari rumah sakit, apa Jian tadi dateng bentar terus bawa buah ini?? Atau mungkin Josefano itu yang bawa??

Gue enggak terlalu memikirkannya dan kembali menatap Zen. Gue mengusap pelan kepalanya yang masih terbalut perban itu dan memegang tangannya.

"Zen, kapan bangun??"

"Lo udah tidur lebih dari 4 hari, enggak capek apa tidur terus??"

"Ayo bangun, gue sama Jian nungguin. Sepupu lo itu, Josefano, dia juga nungguin lo sadar"

"Gue tau dunia ini jahat, tapi jangan nyerah dulu boleh gak? Setidaknya, biarin gue sama Jian bikin lo bahagia dulu. Biarin gue sama Jian nunjukin sisi lain dunia yang mungkin lebih baik ke lo"

"Zen, lo harus tau, keberadaan lo itu mengubah gue sama Jian jadi sosok yang lebih baik. Gue mulai memperhatikan orang lain di sekitar gue dan mulai sadar kalo gue bukan yang paling menderita. Jian juga jadi bisa menunjukan sosoknya sebagai kakak yang baik setelah sebelumnya dia gagal"

"Jadi Zen, gue mohon, bangun dan bertahan sekali lagi. Kasih gue sama Jian kesempatan terakhir untuk membahagiakan lo"

Tanpa sadar, air mata lagi-lagi lolos gitu aja dari mata gue. Zen, kenapa lo gak mau bangun?? Apa mimpi lo saat ini lebih indah daripada kenyataan??

***

"Zen belum sadar??"

Gue menoleh dan mendapati Josefano dateng. Keliatannya dia baru aja pulang dari kampus

"Belum"

Gue bisa mendengar anakk itu menghela napas dan duduk di sofa yang ada. Kita sama-sama diem, mengingat gue masih cukup kesel sama ini bocah dan dia juga keliatan sedikit sungkan dengan gue

"Gue boleh tanya sesuatu?" ucap gue akhirnya

"Kenapa??"

"Apa selama ini, lo juga benci sama Zen??"

Anak itu diam sebentar sebelum akhirnya menggeleng.

"Enggak"

"Tapi kenapa lo juga jahat sama dia?"

"Lo tau, sejak kecil, gue udah diajarin untuk menanam kebencian ke dia"

"Maksud lo??"

"Sejak kecil, mama gue udah bilang untuk benci sama anak ini karna dia anak pembawa sial. Kalo deket-deket sama dia bakal sial, gue sampe sekarang gak mengerti kenapa mama ngomong itu, tapi sebagai anaknya, gue cuma bisa iyain aja"

"Tapi nyatanya, gue gak pernah benci sama dia, tapi bukan berarti gue peduli juga. Bagi gue, Zenjiro cuma sepupu gue dan ada ato gak nya di hidup gue, gak berarti apa-apa" 

"Josefano" panggil gue 

"Hmm??"

"Pasti capek ya?? Maaf.."

"Hah??"

"Pasti capek buat lo untuk pura-pura benci sama Zen di depan keluarga lo dari kecil, padahal lo aja gak tau apa-apa sejak dulu"

"Oh itu, udah biasa" 

"Gue boleh tanya??" tanyanya tiba-tiba yang membuat gue menoleh ke arah dia dan mengangguk

"Kenapa lo sama Jiantara baik banget sama Zen?? I mean, he didn't do anything for you"

"Entahlah, kenapa ya?? Gue cuma kasian sih awalnya karena dia gak bisa apa-apa, tapi lama-lama muncul niat di hati gue pengen liat dia bahagia, gue mau dia tau kalo dunia ini tuh gak seburuk itu" 

"Gitu ya.." 

"Lo juga sebenernya peduli kan sama Zen?? Ya meski cara lo salah, gue tau niat lo tuh sebenernya mau Zen selamat dari keluarganya"

"Entahlah, gue gak tau itu karna gue emang mau bantu dia ato karna ada ambisi juga dari gue yang mau hancurin keluarga dia"

Gue ketawa kecil, anak ini polos juga, mirip kayak Zen, ya gak salah sih mereka sepupuan juga. 

***

Udah keitung 1 minggu, dan Zenjiro juga gak bangun-bangun. Gue gak mau hopeless, tapi gak bisa boong kalo gue juga kalo gue udah mulai takut kalo Zen gak akan bangun sama sekali. 

Jian juga mungkin sama dengan gue, dia juga keliatan gak bersemangat beberapa hari ini. Bahkan beberapa acara ngedate kita, kita batalin buat jaga di rumah sakit karna takut tiba-tiba Zen sadar sendirian

"Kai.."

"Iyaa??"

Gue agak kaget sebenernya, Jian menunjukkan tatapan tajam penuh kebencian, tatapan yang cuma pernah sekali gue liat selama kenal Jian, dan kali ini dia kembali menunjukkan tatapan kayak gitu lagi

"Jian?? Kenapa??"

"Kalo Zen sampe bener-bener gak bangun, aku... aku bakal hancurin keluarga Xavier saat itu juga. Aku bakal runtuhin semua kejayaan mereka saat itu juga"

"Jian??"

"Untuk pertama kalinya, aku akan bawa nama Narendra dan dengan tangan aku sendiri, aku pastiin semua perusahaan dan bisnis atas nama Xavier itu hancur. Aku gak peduli tentang kakeknya Zen yang baik lah atau Josefano atau bahkan yang lainnya"

"Kalo Josefano cuma mau ngehancurin keluarganya Zen, aku mau hancurin semuanya. Aku akan pastiin keluarga Xavier kehilangan semuanya" 

Tatapan mata itu.. menandakan kalo Jian gak main-main sama ucapannya. Untuk pertama kalinya gue liat Jian semarah ini sampe punya niat kayak gitu. 

"Jian..." Gue meraih tangan Jian dan mengusapnya pelan, gue dia ngomong kayak gini karena dia terlalu emosi sampe gak mikir konsekuensi dari hal yang dia ucapin barusan

"Aku tau kamu marah, aku tau kamu kesel, aku juga tau kamu kecewa. Tapi jangan gini ya, ini bukan Jiantara yang aku kenal. Aku tau kamu sayang sama Zen, tapi cara kayak gini enggak akan nyelesaiin masalah, kamu malah bikin Zen gak tenang"

"Seperti yang kamu bilang, kita gak punya hak untuk ikut campur sama urusan keluarga mereka. Biarkan itu jadi urusan internal keluarga Xavier, kita di sini cuma berperan jadi pendukung buat Zen"

"Jangan putus asa ya, Jian?? Aku yakin Zen bakal bangun kok" 

Jian tampak mengangguk lesu, dan memeluk gue sambil meletakkan kepalanya di pundak gue. Gue sendiri menepuk-nepuk pundak Jian, berusaha menenangkannya. 

***

"Zenjiro udah sadar"

3 kata dari Josefano itulah yang membuat gue dan Jian langsung buru-buru ke rumah sakit karna sedari tadi kita emang di kampus

Akhirnya, tepat setelah 10 hari anak itu tidur, dia membuka matanya lagi. Kata Josefano tadi, Zen tiba-tiba membuka matanya saat Josefano keluar dari kamar mandi

Gue langsung menelfon Jian dan kita memutuskan untuk langsung kesana, melupakan kalau gue masih ada satu kelas siang nanti

Tepat setelah Jian membuka pintu kamar rawat Zen, gue melihat anak sedang duduk di atas ranjang, dengan Josefano di kursi samping ranjang. Anak itu menoleh dan langsung tersenyum lebar, memamerkan giginya ke gue dan Jian

Bahkan, dengan tubuh penuh luka seperti itu, lo masih bisa tersenyum lebar, Zen...

TBC

Hai semua! Aku kembali lagi with a new chapter!! Akhirnya setelah 5 chapter, Zen sadar juga ^^

Jangan lupa vote and comment ya, see you on the next chapter!!

Imperfect MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang