Seharian ini, gue menghabiskan waktu bersama dengan Kai. Iya, udah lama kita gak menghabiskan waktu berdua aja karena akhir-akhir ini kita sibuk memperhatikan Zen sekaligus urusan kuliah masing-masing
"Aku seneng deh, Zen udah lebih hidup" ucap Kai saat kita sedang melihat beberapa foto yang Zen kirimkan. Foto-foto itu berisi rekaman saat kita di kebun binatang, berpiknik, dan camping
Tapi ada satu foto yang emang sangat memikat gue sama Kai, foto Zen sendirian. Karena emang dari semua foto itu, gak ada satu pun foto Zen sendirian karena anak itu emang gak percaya diri dengan dirinya. Foto itu diambil Josefano secara diam-diam, saat Zen sedang menikmati pemandangan sekitar sendirian.
"Aku suka foto ini" ucap gue
"Iya, aku juga suka"
"Zen terlihat lebih hidup sekarang"
"Iya, kita berhasil ya, Jian??"
"Iya, Kai. Kita berhasil"
Tepat setelah itu, ponsel gue berdering. Awalnya gue kira itu papa atau mama gue, tapi dahi gue mengerut saat melihat nama yang tertera di sana
Cavero Xavier is calling you
Vero?? Buat apa orang ini nelfon gue?? Awalnya gue gak berniat sama sekali mengangkatnya, tapi tiba-tiba gue teringat Zen. Apa dia melakukan sesuatu yang jahat ke Zen dan berniat buat memamerkannya ke gue. Dengan sedikit ogah-ogahan, gue akhirnya mengangkat panggilan itu.
"Kenapa??" tanya gue tanpa basa basi
"Jian.."
"Kalo lo cuma mau menghina Zen, mendingan gak usah hubung-"
"Tolongin gue"
Gue terdiam, selama gue mengenal Cavero, menjadi teman, bahkan sekarang terbilang orang yang gue gak suka. Baru kali ini dia menunjukkan suara yang seperti itu, tapi apa dia pikir dengan gak ada dosanya minta tolong gini gue bakal dengan senang hati bantuin dia??
"Setelah semua yang lo perbuat ke gue sama Kai, dengan gampangnya lo minta tolong ke gue??"
"Gue minta maaf, gue beneran minta maaf. Tapi kali ini bantuin gue, Jian. Gue gak tau Zen kemana, dimana-mana gak ada, gue takut banget Jian"
"Bentar, Zen kenapa!?"
"Ada masalah internal terus bokap murka sama Zen, bokap suruh Zen pergi ke tempat dimana gak ada yang bisa nemuin dia. Terus Zen ninggalin surat di kamarnya, dari suratnya, gue takut Zen bakal pergi selamanya, Jian.."
Gue terdiam, tunggu, ini gak kayak yang gue dan Kai prediksi. Gak pernah ada pikiran kalau hal kayak gini terjadi lagi. Gue gak pernah menduga kalo Zen akan nekat dan memutuskan untuk pergi lagi.
"Tolongin gue, Jian. Gue tau lo benci sama gue, tapi tolongin adek gue.. tolongin Zen"
"Gue hubungin lo nanti kalo udah ketemu"
Gue langsung menurunkan ponsel gue dan menatap Kai dengan mata berkaca-kaca, membuat Kai yang ada di hadapan gue melihat gue dengan penuh kekhawatiran
"Kita gagal, Kai..."
***
Air mata sialan ini gak pernah berenti mengalir dari mata gue, membuat pandangan gue sedikit buram saat mengemudikan mobil untuk mencari Zen. Kai yang di sebelah gue juga terus terisak sambil berusaha menghubungi anak itu, tapi tentu saja gak diangkat sama sekali.
"Zen, gue gak akan maafin lo sama sekali kalo lo kenapa-napa!" jerit Kai
Sedari tadi, gue sama Kai gak menemukan Zen di mana-mana. Tempat kita piknik, taman belakang kampus, perpustakaan kota, dan semua tempat yang biasa Zen datengin, tapi tetap aja gak ada sama sekali.