11. Dia yang Mengamati dan Diam

33 4 2
                                    

Sedari tadi, gue terus mendengarkan semuanya. Kejadian dari Zenjiro Xavier ditarik papanya ke taman, datengnya pewaris tunggal keluarga Narendra, pertengkarannya dengan Cavero Xavier, sampai di mana anak dari keluarga Narendra itu membawa Zen ke mobilnya.

"Sialan! Anak keluarga Narendra itu bener-bener suka ikut campur!!" omel Richard Xavier

"Om tuh gak pernah berubah ya"

Ketiga insan yang ada di sana menatap gue dan tentu saja, Cavero Xavier menatap gue dengan penuh ketidaksukaan

"Kamu ngapain di sana, Jose??" tanya tante Miura

"Ini tempat umum?? Aku juga kebetulan mau pulang, lagi nunggu mamaku yang lagi pamit sama kakek"

"Lo denger semuanya??"

"Ya, lumayan?? Tapi emang masalahnya apa juga kalo gue denger semuanya?? it's not even like I don't know anything? Gue tau semuanya dari dulu" ucap gue tak acuh

Gue mendekat ke arah om kandung gue sendiri, Richard Xavier dan menatapnya dengan tatapan meremehkan

"Om kira tuh om bisa selamanya nyembunyiin ini dari kakek?? Cepat atau lambat kakek akan tau apa yang udah om lakuin ke cucu kesayangannya"

"Kamu jangan macem-macem, Jose. Saya gak akan segan-segan menghancurkan kamu kalau kamu berani buka mulut"

"You can try, but I don't even care about it. Sebaiknya om berenti nyakitin anak om daripada kakek tau semua ini"

"Kamu cuma anak-anak, gak usah ikut campur tentang keluarga saya"

"Lo juga gak usah sok peduli sama Zenjiro, lo gak beda dari gue, Josefano" lanjut Vero

"Pardon? Meskipun gue gak peduli apa pun yang terjadi sama Zenjiro, gue bukan lo yang nyakitin dia, Ver"

"Udahlah, pokoknya this will be my last warning, om" lanjut gue dan segera menghampiri mobil gue yang tidak jauh dari sana

***

Nama gue Josefano Arsene Xavier, orang yang gak terlalu deket dengan gue akan manggil gue Josefano, tapi orang terdekat gue akan manggil gue Arsene. Mama gue bekerja di perusahan kakek sedangkan papa gue adalah dokter yang cukup ternama. Mama gue itu merupakan adik dari Richard Xavier yang berarti, lelaki itu adalah om gue dan anaknya yang tuli dan bisu itu adalah sepupu gue.

Gue lebih muda setaun dari Zenjiro dan 2 tahun dari Cavero. Gue tumbuh dalam bayang-bayang Cavero yang membuat gue agak tidak suka dengan dia. Ya tentu saja, anak dan cucu kebanggaan keluarga Xavier, bahkan mama gue mungkin lebih sayang dia daripada gue sendiri. Karna tumbuh di antara bayang-bayang Cavero, gue menjadi anak yang dominan diam dan mengamati sekitar, terutama Zenjiro Xavier.

Gue gak pernah membenci Zen, tapi bukan berarti gue juga peduli dengan dia. Kehadirannya tampak samar di hidup gue, menandakan dia gak ada kepentingan di hidup gue ini

Tapi gue mulai menyadari beberapa hal dan salah satunya pengusiran Zenjiro dari rumahnya sendiri. Orang-orang gila itu mengusirnya dan membuatnya tinggal di apartment kumuh. Gue gak pernah mengira kalo om Richard dan tante Miura bakal setega itu ke anaknya, tapi lagi-lagi, siapa Zen di hidup gue sampe gue harus peduli sama dia??

Lagipula, Zenjiro itu cuma sebatas sepupu gue, gak lebih dan gue gak menemukan alesan kenapa gue harus peduli dan membantu dia. Tapi hari ini, malam ini, gue melihatnya sendiri bagaimana sosok Zenjiro diinjak-injak oleh orang tua dan kakaknya sekaligus, membuat perasaan tidak nyaman sedikit muncul di dalam diri gue

"Jiantara Oliver Narendra??" panggil gue ke sosok yang sedang berdiri di parkiran sambil memainkan handphonennya. Sosok itu mendongak dan menaikan sebelah alisnya, terlihat bingung dengan siapa gue

Imperfect MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang