18. Adikku

34 4 1
                                    

"Papa darimana??" tanya gue saat melihat papa masuk ke rumah dengan wajah yang terlihat masih emosi.

"Kantor, tapi sebelum itu dari tempat Zenjiro" ucapnya sambil duduk di sofa dan mulai menyalakan TV, menonton berita di sana

"Tempat Zen? Ngapain??"

"Kasih dia pelajaran, berani-beraninya dia kasih tau Josefano soal perilaku kita ke dia"

"Papa apain dia??"

"Seperti biasa, papa pukul dia. Tapi karna kepalang emosi juga, papa gak sadar dorong dia dua kali sampe palanya bocor"

"Hah?! Papa gila ya?! Kalo dia mati terus ketauan kakek gimana?!"

"Dia gak bakal mati, gitu-gitu dia anak yang tangguh"

"Tapi pa..."

"Cavero!"

Gue langsung terdiam saat mendengar teriakan papa, akhirnya gue memilih diam dan masuk ke kamar untuk mengambil jaket dan kunci motor.

"Eh, kamu mau kemana, sayang??" tanya mama saat melihat gue sudah memakai jaket dan membawa helm

"Aku mau keluar sebentar ma"

"Yaudah hati-hati ya"

"Iya ma"

***

Gue menatap apartment yang pintunya keliatan sedang diperbaiki oleh seseorang dengan seragam security, yang gue yakini adalah security apartment ini. 

"Dek, mau cari siapa?" tanyanya saat menyadari kehadiran gue dibalik pintu itu

"Mau cari Zenjiro, pak"

"Oh, Zenjironya lagi gak ada di dalem dek"

"Bapak tau anaknya kemana??"

"Tadi ada 2 orang, cowok cewek. Zenjiro tadi saya liat pingsan, kepala sama tangannya berdarah, trus dia dibawa sama 2 anak itu. Yang cowok juga sempet minta tolong saya buat benerin pintu ini karna katanya dia paksa dobrak tadi"

2 orang?? Cowok cewek?? Terus Zenjiro pingsan??

"Kayaknya sih mereka ke rumah sakit terdekat, soalnya saya liat nak Zenjiro udah gak sadar sama sekali. Aduh kasian sekali anak itu lagi, dek, saya aja gak tega liatnya"

"Udah berapa lama pak mereka perginya??"

"Udah lumayan lama, sekitar 3 jam lalu?"

"Oke, terima kasih pak"

Gue langsung pergi dari sana dan menuju rumah sakit yang paling deket dari sini. Jaraknya sekitar 3 km dari sini dan memakan waktu sekitar 15 menit buat ke sana

***

Gue melangkahkan kaki ke meja resepsionis dan menanyakan keberadaan Zenjiro

"Zenjiro Xavier?? Dia dirawat di ruang 312"

"Terima kasih"

Gue segera menuju ke ruang ini, tapi saat sampai di depan sana, tangan gue malah ragu untuk membuka pintunya. Gue juga baru sadar, buat apa juga gue dateng?? Entar anak itu malah kepedean kirain gue peduli sama dia

"Mau masuk, kak??"

Gue tersentak saat seorang suster tiba-tiba berdiri di samping gue.

"E-enggak sus"

"Kalau mau masuk gapapa lho kak, mumpung masih jam besuk"

"Saya boleh tanya sesuatu sus??"

"Iyaa kak??"

"Zenjiro... dia kenapa sus?"

Suster yang awalnya tersenyum itu langsung terdiam dan menghela napas

"Kami menduga ada percobaan bunuh diri dari Zenjiro"

DEG

"Bu-bunuh diri??"

"Iya, menurut kakaknya, luka goresan di tangan Zenjiro itu disebabkan oleh dirinya sendiri. Jadi kami asumsikan ini percobaan bunuh diri, tapi ada luka juga di kepalanya, jadi ada juga kemungkinan penganiayaan"

Kakak?? Siapa orang yang mau-maunya mengaku jadi kakak anak cacat itu?? Terus percobaan bunuh diri??

Kalo anak itu mati, semuanya bakal terbongkar dan jadi sia-sia. Kakek bisa marah besar dan perusahaan Xavier bisa-bisa malah jatuh ke tangan Josefano.

Gak, Zenjiro gak boleh mati, dia belum boleh mati sekarang. Dia harus bisa bertahan sampe gue berhasil mendapatkan kekayaan kakek, setelah itu, gue gak peduli kalo dia mau mati sekalipun.

"Kak??"

Gue langsung mengucapkan terima kasih dan pergi dari sana. Gue harus kasih tau papa mama buat jangan terlalu menyakiti anak itu untuk sekarang, daripada dia berbuat tindakan nekat lagi.

Dan sosok kakak yang dimaksud suster itu, sosok cowok cewek yang dimaksud satpam itu, pasti itu Jian sama Kai. Sial, mereka bener-bener suka ikut campur urusan orang lain

"Lo tuh bener-bener gila ya?! Lo gak punya simpati sedikit pun sama adek lo?!"

"Meski dia lahir dari darah dan rahim yang sama kayak gue, dia gak pernah jadi adek gue dan lo udah terlalu banyak ikut campur, Narendra"

***

Gue memasuki rumah besar milik kakek karena tiba-tiba aja kakek minta gue menghampirinya.

"Kakek" panggil gue saat melihat sosok itu di ruang kerjanya, sedang berfokus dengan beberapa dokumen di sana

"Oh? Cepet juga kamu dateng, Vero"

"Iya, kebetulan aku baru selesai urusan dari luar jadi langsung ke sini"

"Begitu ya, padahal kakek berharap kamu bawa Zen"

Ck, selalu aja anak cacat itu yang dicari sama kakek. Apa untungnya juga sih dia peduli sama si cacat itu?

"Zen lagi sibuk kek. Kakek tau sendiri, karna keterbatasannya, dia harus berusaha lebih keras di dunia perkuliahan"

"Bener juga kamu. Kamu sendiri gimana? Lancar kuliahnya?"

"Aman kek, semua berjalan lancar. Aku bahkan udah dapet surat rekomendasi beasiswa penuh buat program master"

"Kamu memang paling hebat, Vero"

Ya hebat, tapi tetap saja gue gak ada apa-apanya di mata kakek jika dibandingkan sama Zenjiro Xavier. Cucu kesayangannya, yang sampai sekarang gue gak paham kenapa kakek sayang banget sama itu anak

"Gimana kabar Zenjiro??"

"Kakek baru liat dia beberapa hari lalu, dan seperti yang kakek liat, dia sehat aja"

"Bener?? Akhir-akhir ini kakek kepikiran, Zen keliatan gak bersemangat waktu itu, kakek kira dia ada masalah di kampus atau dia mengalami perundungan"

"Enggak, semuanya aman kek, kakek bisa mengandalkan aku. Aku akan menjaga adikku dengan baik"

"Kamu memang kakak yang sangat bisa diandalkan, Vero"

Tenang aja kek, suatu saat nanti kalo kakek udah gak ada, aku pastiin bakal membawa Zenjiro buat nemenin kakek secepatnya.

TBC

Karna lagi free, aku langsung double up hehe. Menurut kalian, berdasarkan chapter ini, Vero ini beneran benci Zen atau dia cuma diliputi iri sama Zen?

Jangan lupa vote and comment ya, see you on next chapter!!

Imperfect MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang