Gue dan Jian lagi menghabiskan weekend kita berdua untuk ngedate di salah satu mall. Udah cukup lama gue sama Jian enggak keluar bareng karena padatnya jadwal kita sebagai mahasiswa semester 5. Ini aja kebetulan banget kita lagi sama-sama kosong seharian ini
"Ck, nyebelin banget itu anak tuli yang tadi, mana itu satu lagi kurang ajar banget"
Gue sama Jian langsung menatap satu sama lain saat mendengar ucapan seorang bapak-bapak yang lewat dengan wajah kesal
"Gak mungkin kan" kata gue sambil meringis sedikit
"Enggak, gak mungkin Zen kok" kata Jian meyakinkan gue
"Iya, kita mau kemana lagi ini??"
"Eum, kamu mau kemana lagi?? Udah malem juga sih, mama kamu udah di rumah??"
"Oh iya, mama harusnya udah pulang. Kalo gitu kita pulang aja gimana? Aku udah puas juga sih hari ini"
"Boleh, aku anterin sekalian mau nyapa mama dulu sekalian"
"Iya, ayuk"
Gue dan Jian langsung menuju parkiran, tapi tiba-tiba kita malah dibuat kaget oleh sosok yang duduk sambil menyembunyikan kepalanya di pojokkan. Sebentar, gue kenal sosok itu..
"Zen?" panggil gue tanpa sadar, tapi orang itu tidak bergeming. Tapi, itu malah membuat gue makin yakin kalau itu bener-bener Zen
Gue menarik Jian untuk menghampiri sosok itu dan langsung menyentuh kepalanya. Sosok itu mendongak dan berderai mata
"Zen"
Ini kedua kalinya gue melihat Zen menangis, tapi entah kenapa tangis kali ini terasa begitu menyakitkan. Baru kali ini gue melihatnya terisak penuh penderitaan. Zen, apalagi yang diperbuat dunia ini sama lo sebenernya??
Jian langsung menarik tubuh Zen untuk berdiri, tapi anak itu menolak dan kembali menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya. Di samping Zen, gue bisa melihat alat bantu dengar yang dibuang, gue akhirnya mengambil alat itu dan memakaikannya di telinga Zen
"Zen, kenapa??"
Zen hanya menggeleng, tanpa berniat menatap gue ataupun Jian.
"Cup cup, jangan nangis lagi ya?? Dunia ini jahat lagi ya sama lo??"
Zen enggak menjawab, tapi perlahan tangisnya memelan. Gue sendiri masih setia mengusap punggungnya, berusaha menenangkannya sedangkan Jian hanya menatap Zen penuh kekhawatiran
"Zen, pulang yuk" ucap Jian akhirnya
Zen sedikit mendongak dan akhirnya mengangguk. Tangisnya udah mulai berhenti, digantikan dengan mata dan hidung yang memerah.
"Zen, ke-"
Baru gue mau bertanya alesan dia menangis, tapi Jian langsung menahan gue. Saat itu gue baru mengerti maksud Jian, benar juga, gue enggak bisa meminta dia bercerita dengan kondisi shock seperti ini. Lebih baik jangan bahas lebih dulu
"Yaudah, Zen pulang sama kita ya?"
***
Setelah mengantar Zen pulang sampai ke apartmentnya, gue dan Jian sama-sama terdiam selama perjalanan ke rumah gue. Saat kita mengantarkan Zen tadi, anak itu benar-benar diam bahkan enggan untuk menjawab apapun. Gue dan Jian juga cukup sadar kalau anak itu memang tidak mau bercerita, karena pada dasarnya memang dia itu tertutup
"Menurutmu... Zen itu nangis ada hubungannya kah sama bapak-bapak yang ngomel tadi??" tanya gue akhirnya buka mulut
"Eum?? Bisa jadi, aku juga mikir gitu. Aku jadi penasaran.."
"Kenapa??"
"Apa aja ya yang udah Zen rasain?? Aku udah pernah liat dia dibully anak-anak sampe babak belur, aku liat dia nangis karna dihina orang lain, apalagi kira-kira yang bakal aku liat tentang Zen??"
Gue terdiam mendengar ucapan Jian, karna jujur aja, gue enggak pengen liat Zen disakitin lagi. Udah cukup dengan segala penderitaan yang dia terima, udah cukup dia dihancurin sama banyak orang, emangnya belum cukup penderitaan yang udah dia rasain??
"Kamu liat tempat tinggalnya tadi, Kai??" tanya Jian saat gue sedang fokus dengan pikiran gue sendiri
"Uhh? Iya, liat"
"Tempat itu tempat yang rawan, Kai. Banyak preman di daerah sana dan gak jarang ada kasus perampokan ato pembunuhan"
"H-hah??"
"Iya, pas nganterin Zen pulang beberapa hari lalu, aku udah mulai curiga karena ada beberapa orang ngeliatin mobil aku terus. Pas sampe rumah aku baru cari tau dan ternyata emang tempatnya bukan tempat yang bener"
"Kenapa dia bisa tinggal di situ.."
"Dugaan aku cuma 1. Karena itu kawasan buangan, biaya sewa apart di situ ya murah, apalagi untuk anak yang emang sengaja dibuang kayak dia. Menurutmu orang tuanya bakal dengan baik hati beliin dia apart mewah??"
Ucapan Jian ada benarnya, tidak, bahkan sangat benar. Zen itu dibuang oleh keluarganya sendiri, enggak mungkin orang tuanya memberikan dia tempat yang mewah. Kawasan tadi memang terasa tidak bersahabat, terlihat bagaimana kawasan itu tidak terlalu diurus. Apa Zen baik-baik aja di tempat kayak begitu??
"Aku gak tega dia harus tinggal di tempat kayak gitu" lirih gue
"Aku juga, tapi aku gak mau ikut campur. Gimana pun, ini masalah internal Zen sama keluarganya, kita gak ada hak untuk tau lebih dalam. Kalo kita ikut campur, bisa aja itu malah jadi petaka buat Zen"
"Kamu bener.."
Gue terdiam cukup lama sampai akhirnya gue buka mulut lagi, sebuah pertanyaan yang sebenarnya udah tersimpan cukup lama saat gue pertama kali melihat sosok Zenjiro Xavier di kelas waktu itu
"Ngomong-ngomong, kamu sadar sesuatu gak sih??" tanya gue ke Jian
"Kenapa??"
"Muka Zen itu.. gak asing"
Jian terdiam, tampak memikirkan sesuatu
"Aku kira, aku doang yang sadar soal itu" jawab Jian
"Kamu juga sadar??"
"Iya, awal-awal aku gak sadar sih, tapi lama-lama rasanya muka itu gak asing sampe aku inget dia mirip siapa"
"Zen itu mirip.."
"Cavero Xavier" ucap gue dan Jian bersamaan.
Benar saja, bukan cuma gue yang berpikir kalo wajah Zen itu mirip sama Vero atau Cavero Xavier, terlebih nama belakang mereka yang sama persis, membuat dugaan gue semakin besar kalau mereka memiliki hubungan keluarga. Cavero adalah teman satu sekolah gue sama Jian, bahkan enggak bisa disebut teman juga karena Vero sedikit membawa trauma untuk gue.
***
Gue membaringkan tubuh gue di kasur setelah selesai mandi dan makan malam sama mama. Ponsel gue tiba-tiba bergetar, menandakan ada beberapa pesan masuk yang gue kira dari Jian, tapi ternyata itu dari Zen
Zen Xavier
Kak Kai
Makasih udah anterin aku pulang
Maaf aku tadi cuma diem dan nangis
Maaf juga karena aku jadi ngerepotinKenapa lo harus minta maaf atas kesalahan yang bukan lo lakuin Zen?? Kenapa lo selalu dengan gampangnya menyebutkan kata maaf??
Zen, lo kuat banget bisa sampai di titik ini. Mungkin kalau gue yang ada di posisi lo, gue udah nyerah dari awal. Zen, gue harap, lo bisa terus melangkah maju. Tenang aja. gue dan Jian akan selalu dukung lo kok
TBC
Hai semuanya!! Maaf banget aku baru update lagi setelah ngilang hampir 2 bulan karena aku jujur aja kena writer block dan sibuk banget T-T. Aku akan usahain untuk update lebih sering jadi stay tune yaa
Jangan lupa vote and comment, see you on next chapter!!