Gue daritadi menatap handphone gue dengan cemas, seharian ini Zen menghilang, gak biasanya anak itu gak ada kabarnya sama sekali. Setidaknya Zen bakal bales chat gue meskipun singkat, tapi hari ini, chat gue bahkan gak dibaca sama sekali.
Saat gue berusaha menelfonnya juga, enggak diangkat sama sekali. Meskipun gue tau Zen gak bisa menjawab gue, tapi setidaknya panggilan itu harus dia angkat. Tapi kemana anak ini?? Bahkan saat gue mengecek tugas dari kelasnya, Zen belum mengumpulkan apa-apa padahal deadlinenya sudah lewat dari 2 jam lalu
Tanpa basa basi, gue langsung menelfon Jian karena kemarin Jian sempet bilang kalo dia bertemu dengan Zen di acara yang dia hadiri
"Kenapa, Kai??"
"Jian, kamu tau kemana Zen?? Anak itu gak bales chat aku, bahkan tugas aja dia gak kumpulin"
"Zen?? Enggak, aku gak tau. Terakhir aku ketemu dan ngobrol sama Zen ya 2 hari lalu, pas aku anterin dia pulang"
"Aku khawatir Jian, kemarin tuh Zen masih bales chat aku, nanya-nanya soal tugas. Tapi hari ini, dia kayak ilang ditelen bumi, bahkan tugas yang dia tanya aja gak dikumpul sama sekali!"
"Kai, tenang ya?? Aku jemput kamu sekarang trus kita datengin apart Zen"
"Iya, maaf aku malah bikin kamu ikutan panik"
"Enggak, gapapa. Sebentar aku langsung ke rumah kamu"
***
Dan sekarang, gue dan Jian ada di depan pintu apartnya Zen. Daritadi gue mengetuk dan memencet belnya, tapi gak ada tanda-tanda pintu itu akan dibuka.
"Zen!! Zenjiro buka pintunya!!" teriak gue sambil terus mengetuk pintu itu dengan kencang
"Zen buka Zen!! Ini gak lucu sama sekali!!" teriak gue, Jian yang di samping gue juga berusaha tenang, meski gue sadar, dia juga mulai dilanda kepanikan
PRANGG
Gue dan Jian sama-sama membelalakan mata saat mendengar suara pecahan dari dalam apartnya Zen. Sial, otak gue gak bisa diajak untuk berpikiran positif sama sekali sekarang
"Zenjiro!! Jangan bercanda, Zen!!"
"Awas Kai, aku dobrak paksa pintunya"
Gue sedikit menyingkir dan membiarkan Jian menendang pintu apart itu bertubi-tubi, sialan bahkan pintu aja gak bisa diajak kerja sama sekarang
Jian terus mendobrak pintu itu, sampai akhirnya pintu itu kebuka juga. Tapi yang ada di hadapan gue dan Jian bener-bener ngebuat gue pengen muntah saat itu juga. Darah, semuanya darah. Darah mengalir penuh di lantai, darah kering yang terlukis di wajahnya dan darah segar keliatan masih mengalir dari pergelangan tangan Zen
"Zen!!"
Gue langsung berlari dan menepuk-nepuk pipi Zen. Anak ini udah mulai kehilangan kesadarannya
"Zen!! Zen jangan tidur!! Zen, gue mohon tetep sadar!!"
"Kai! Zen udah gak sadar! Bantuin Zen buat naik ke pundakku, kita harus bawa dia ke rumah sakit sekarang!!"
Gue yang sadar kalo Zen udah pingsan langsung membantu Jian untuk membawa Zen di pundaknya. Wajahnya itu terlihat damai, tapi demi Tuhan! Zen, lo harus tau gue sama Jian udah mau gila rasanya! Apalagi melihat darah yang terus merembes hingga membasahi sepertiga kemeja putih Jian, membuat gue makin mau gila
Selama di mobil, gue terus berusaha menghentikan pendarahan yang ada di pergelangan tangannya, sedangkan Jian udah ngebut, gue bisa liat Jian udah gak bisa fokus nyetir, tapi dia memaksakan diri
"Zen!! Bangun lo, brengsek!!" isak gue yang masih sambil berusaha menghentikan pendarahannya
"Sialan! Jangan pergi dulu Zen!!"
"Zen!! Lo tuh belom bahagia, jangan pergi sebelum ngerasain kebahagiaan itu!!"
Gue dengan bodohnya berusaha memaki dia, memaksa dia untuk menetap padahal gue tau, anak itu gak bisa mendengar apa-apa
"Zen.. gue mohon.. bertahanlah"
***
Sekarang, gue duduk di kursi depan ruang rawat Zen. Anak itu langsung diberi penanganan darurat dan sekarang Jian juga lagi ngurus biaya administrasi Zen. Gue melihat tangan gue yang masih penuh dengan darah, darah dari tangan Zen.
Kenapa?? Kenapa lo milih jalan ini, Zenjiro?? Kenapa lo pengen banget pergi?? Padahal, gue dan Jian di sini berusaha agar lo setidaknya ngerasain sedikit kebahagiaan. Apa usaha gue dan Jian selama ini sia-sia?? Apa emang diri lo udah semati rasa itu sampe gak bisa ngerasain sedikit rasa bahagia pun??
Jian akhirnya dateng dan berlutut di depan gue. Tangannya yang selalu penuh kehangatan mengusap sisa air mata di wajah gue sambil tersenyum teduh. Setelah itu, tangannya membersihkan tangan gue yang penuh darah dengan tissue basah yang gue gak tau dia dapatkan dari mana
"Kai sayang, udah jangan sedih ya"
"Z-Zen, Jian.. A-aku takut"
"Iya, aku paham. Tapi kamu juga jangan nangis gini, nanti kamu sesek napas. Udah ya?? Zen pasti baik-baik aja, dia anak yang kuat"
"Jian... Z-Zen berusaha b-bunuh diri. A-aku gak bisa l-liat dia menderita lagi"
"Sstt, udah-udah. Dengerin aku ya?? Pasti ada alesan kenapa Zen milih buat ngelakuin ini, tapi aku yakin, dia bakal baik-baik aja. Kita jaga Zen sama-sama ya??"
Gue akhirnya mengangguk dan Jian langsung memeluk gue, gue sendiri masih sedikit terisak di dadanya. Seandainya gak ada Jian, gue gak tau apa yang bakal terjadi ke Zen.
Gak lama kemudian, dokter keluar dan Jian langsung menghampirinya. Gue bisa melihat wajah serius Jian mendengar penjelasan dokter sampai akhirnya Jian mengangguk mengerti dan kembali duduk di sebelah gue
"Gimana??"
"Zen baik-baik aja, untung kita bawa dia tepat waktu dan untung juga, Zen gak sampe memotong putus nadinya. Mungkin kalo saat itu dia ngegores tangannya lebih kenceng lagi, Zen bisa tewas di sana langsung. Selain itu, katanya kepalanya sempet kena benturan keras, jadi Zen mengalami geger otak, tapi untunglah cuma cedera ringan aja"
"Benturan keras??"
"Kai, kamu liat sendiri kan?? Pas kita dateng, kepala Zen itu bocor, tapi darahnya udah kering. Entah kenapa firasatku, cedera di kepala sama mukanya Zen itu, bukan karena ulah dia sendiri"
"Maksud kamu..."
"Aku gak mau mikir jelek, tapi aku punya firasat entah Vero atau papanya Zen dateng sebelum itu"
Jian langsung menceritakan kejadian 2 hari lalu, yang dimana ternyata acara yang dihadiri Jian itu adalah ulang tahun kakeknya Zen. Gue cuma bisa mengepalkan tangan kesal mendengar ucapan Jian, kenapa di dunia ini masih banyak orang-orang kayak gitu?? Kenapa mereka gak musnah aja?!
"Terus, kapan Zen bakal sadar, Jian??"
"Dokter gak bilang apa-apa, dia cuma minta kita sabar nunggu aja"
"Zen bakal bangun kan??"
"Pasti, Zen pasti bangun. Dia harus tau kalo banyak orang yang sayang sama dia"
Gue seketika terdiam, ada satu pertanyaan yang melintas di otak gue dan pertanyaan ini udah lama sekali gue simpan.
"Jian"
"Iya, kenapa Kai??"
"Kenapa kamu peduli banget sama Zenjiro??"
TBC
Ello!! Aku kembali lagi dengan chapter baru!! Semoga kalian suka ya!
Jangan lupa vote and comment, see you on next chapter!!