Akhirnya, hari yang enggak pernah aku harapkan untuk datang, datang juga. Aku menatap pantulan diriku di cermin yang lagi mengenakan setelan jas yang dikirim mama dan sedikit menata rambutku, ya walaupun aku tau ini gak ada gunanya sama sekali karena semua orang hanya melihat sisiku yang cacat. Setelah memastikan aku sudah rapi, aku memakai alat bantu dengar dan langsung berangkat ke acara ulang tahun kakek.
Kenapa gak ada yang menjemputku?? Papa atau mama mana sudi untuk datang ke tempat terpencil seperti ini, mereka cuma memberi aku alamat tempat acara ulang tahun kakek diadakan. Selama di dalam taxi, entah udah berapa kali aku menghela napas karna takut mulai merambat ke seluruh tubuhku dan sialnya, sekarang aku ada di depan gedung ini, hotel milik kakek.
Aku dengan sedikit ragu melangkahkan kaki masuk dan melihat ada banyak orang, entah itu kerabat atau orang asing. Tapi tujuanku sekarang cuma 1, mencari kakekku dan aku menemukannya lagi berbincang bersama papa, mama, dan kak Vero.
"Oh, kamu akhirnya dateng, Zen"
Kakek adalah orang pertama yang sadar dengan kedatanganku. Kakek langsung menarikku masuk ke dalam pelukannya dan aku juga balas pelukan kakek yang hangat. Tapi tepat setelah pelukan itu lepas, aku kembali mendapatkan sesuatu yang menyakitkan. Tatapan penuh kebencian dan amarah dari papa dan mama, yang membuatku otomatis menunduk, gak berani menatap mereka yang seakan lagi memakiku karena datang sedikit terlambat.
"Tugas kamu udah selesai??" tanya kakek
Tugas?? Oh, itu pasti kebohongan yang diucapkan papa mama saat kakek mungkin nanya dimana keberadaanku yang enggak datang bersama mereka. Iya, kakek itu enggak tau kalau aku sudah tinggal berpisah dengan papa mama dan kakak
Aku mengangguk dan berusaha terseyum sebagai jawaban, mengiyakan pertanyaan dari kakek
"Kamu tumbuh makin besar ya, Zen. Terakhir kakek liat kamu tuh 4 taun lalu, karna kamu selalu sibuk sekolah setiap ada acara kayak gini"
Lagi lagi, aku cuma bisa tersenyum mendengar ucapan kakek. Kek, kakek tau gak?? Aku gak pernah sibuk, aku pasti selalu punya waktu untuk kakek. Tapi papa dan mama emang gak pernah mengizinkan aku datang ke acara seperti ini karena aku dianggap mempermalukan mereka. Aku gak berani berontak, kek
"Maaf karena baru bisa menemuimu, kek" balasku dengan gerakan tangan. Iya, mungkin di antara semua anggota keluarga besarku, cuma kakek yang mengerti bahasa isyarat, yang dimana bahkan kedua orang tuaku gak pernah berniat untuk mengerti
"Gapapa, kakek paham kamu lagi sibuk kuliah kan? Kakek seneng setidaknya hari ini kamu mau dateng"
"Aku juga senang kek, oh iya, aku ada hadiah kecil buat kakek"
Aku langsung mengeluarkan kotak kecil dari sakuku dan menyerahkannya untuk kakek.
"Wah, apa nih"
Kakek langsung membuka kotaknya dan menemukan gelang yang aku beli beberapa hari lalu. Wajahnya tampak senang dan langsung memakai gelang itu di tangannya
"Maaf aku cuma bisa kasih ini"
"Gapapa Zen, kakek seneng banget lho ini. Baru kali ini kakek dikasih hadiah sama cucu kakek"
Maaf kek, aku gak pernah bisa memberikan hadiah buat kakek karena aku sendiri juga hidup seadanya. Uang saku dari papa mama itu pas-pasan dan hanya sedikit yang bisa kusisihkan.
"Kakek sayang banget sama Zen"
"Aku juga sayang kakek"
Kakek, aku rasanya ingin mengadu ke kakek tentang seluruh kebenaran yang ada, tapi aku gak punya keberanian sebesar itu. Maaf karena aku bohong sama kakek
***
"Udah kubilang untuk gak dateng terlambat bukan?!"
Aku cuma menunduk mendengar bentakan papa kepadaku. Iya, papa mengajakku keluar dan sekarang kita ada di taman hotel yang sepi karena semua orang sibuk di dalam hall
"Untung aja kakekmu itu percaya sama kebohongan kami!! Kamu mau kami ketauan ngebuang kamu?!"
Aku menggeleng sambil menahan tangis, sialan, jangan menangis, kamu gak boleh menangis di sini, Zenjiro!!
PLAKK
Aku tersentak dan telingaku tiba-tiba berdengung kencang. Astaga, aku gak pernah menduga kalau aku akan mendapat tamparan malam ini. Aku cuma bisa diam membeku sambil merasakan panas yang mulai menjalar di area pipi
"Kamu tuh ya, emang selalu membuat masalah dimana pun kamu berada!! Kamu bener-bener pembawa sial, Zenjiro!!"
"Bukankah anda udah keterlaluan, tuan Xavier??"
Aku langsung mendongak dan melihat kak Jian!? Kak Jian datang dan langsung menghampiriku. Kenapa kak Jian ada di sini?? Apa keluarga kak Jian itu salah satu rekan kerja kakek?
"Tu-tuan muda Narendra"
Eh?! Tuan muda Narendra?! Kak Jian itu dari keluarga Narendra?! Salah satu pemilik saham tertinggi dan pemasok dana di perusahan kakek?!
"Wah, saya gak tau kalo Tuan Richard Xavier itu punya 2 anak laki-laki, selama ini saya kira cuma Vero doang putra anda, ternyata anda punya putra lain"
"A-ah iya, Zenjiro emang gak pernah ikut ke acara kayak gini karna dia sibuk kuliah"
"Oh ya?? Lalu kenapa anda menyakitinya cuma karna dia datang terlambat?? Bahkan sampai mengatai anak anda sendiri pembawa sial, bukannya itu sudah sangat keterlaluan??"
"Zenjiro emang agak pemberontak, jadi saya agak sedikit kesal dan terbawa emosi"
Pemberontak?? Aku bahkan gak pernah punya keberanian untuk memberontak dari kalian semua, terutama kamu, pa
"Hm?? Saya cukup mengenal anak ini di kampus, dia anak yang baik dan tenang. Anda yakin Zen pemberontak??"
"Sa-saya"
"Cukup, tuan Xavier. Jika saya melihat anda menyakiti Zen lagi, saya dan keluarga tidak akan segan-segan untuk memutus hubungan kerja kita yang sudah dibangun bertahun-tahun ini"
"Maafkan saya, tuan muda Narendra"
Papa sedikit menunduk, tapi dia masih menatapku dengan tajam. Abis ini aku pasti akan kena masalah lebih besar. Aku berusaha untuk mengalihkan pandanganku, kemana aja asal bukan mata papa. Tapi akhirnya papa pergi dari sana dan ninggalin aku berdua sama kak Jian
"Zen" aku menoleh saat kak Jian memanggilku
"Gue gak pernah tau kalo lo itu cucu dari tuan besar Xavier"
Aku cuma bisa mengangguk kecil mendengar ucapan kak Jian. Ya tentu gak ada yang akan tau, aku ini aib yang selalu berusaha ditutupi kedua orangtuaku
"Sakit gak itu pipi??"
Aku menggeleng kecil, ya enggak sesakit hatiku yang dihina seperti itu oleh papaku sendiri. Tapi aku tiba-tiba merasakan sentuhan hangat di kepalaku, yang adalah kak Jian. Hangat, tapi kenapa aku gak pernah dapatin ini dari papa atau mama??
Perlahan, akhirnya air mata yang aku tahan keluar juga. Aku terisak karena udah gak mampu menahan sakit yang aku tahan dari tadi. Sial, ini menyedihkan sekali. Padahal aku udah berjanji ke diriku sendiri untuk gak menangis malam ini.
"Hei, gue tau itu sakit banget, Zen. Lo boleh nangis, tapi jangan menyerah ya, Zen??"
Aku mengangguk mendengar ucapan kak Jian. Iya, aku gak akan pernah menyerah, aku akan berusaha sebisaku
"Wah, liat apa yang gue temuin malam ini"
TBC
Hai hai, aku balik lagi dengan chapter baru. Jujur aja aku gak tega biarin Zen disakitin terus-terusan, tapi demi kepentingan cerita mau gak mau harus aku ketik begini T.T
Jangan lupa vote and comment ya, See you on the next chapter!!