28. Isi Hatiku

14 5 0
                                    

Gue udah gak tau udah menghela napas untuk keberapa kalinya sejak tadi. Mata gue enggak henti-hentinya menatap ke dalam ruang rawat Zen, dokter tadi sempet keluar dan mengabarkan kalau anak itu koma, tapi untungnya dia cepat mendapat pertolongan pertama. Meski kemungkinan dia untuk bangun itu tinggi, perasaan gue tetep gak enak. 

Gue menutup mata, mengingat beberapa momen terakhir gue dengan Zen. Apa gue udah menjadi sepupu yang baik untuk dia?? Apa gue udah cukup menebus semua kesalahan gue ke dia?? 

"Arsene! Kamu suka kak Kai ya??" tanya  Zen ke gue saat gue daritadi diam memperhatikan Kairina dan Jiantara sibuk bermain air di sungai di dekat tempat kami camping. Kedua insan itu tampak sangat mencintai satu sama lain, merasa kalau dunia hanya milik mereka berdua 

"A-apa sih?! Siapa yang suka sama dia?!" 

"Daritadi kamu gak berenti liatin kak Kai sambil senyum, pipi kamu bahkan merah lho" 

"Ck" 

Gue yang sejatinya sudah enggak bisa mengelak cuma buang muka sampai gue merasa dia menepuk punggung gue 

"Lagipula aku juga gak kaget kamu suka sama kak Kai, maksudku, siapa coba yang gak suka kak Kai??" 

"Ya, dia itu... menarik" 

"Iya, kak Kai punya banyak banget sisi unik yang selalu bikin aku kaget"

"Baru pertama kali ada cewek yang berani nampar gue, bahkan berani ngomong seberani itu ke gue di saat semua orang udah mundur saat denger nama belakang gue"

Zen tersenyum dan mengangguk, tanda dia setuju dengan ucapan gue 

"Kamu boleh suka sama kak Kai, tapi jangan sekalipun berpikir untuk rebut dia dari Kak Jian, karena mereka udah ditakdirkan buat satu sama lain" 

"Gue juga enggak berniat rebut dia karena gue juga tau diri, sejak awal gue bukan siapa-siapa untuknya"

"Iya, aku paham kok"

"Ternyata gak enak ya, gak bisa memiliki seseorang yang lo suka" 

"Iya, emang gak enak. Tapi suka sama sesuatu gak berarti harus memiliki. Aku banyak belajar soal itu"

"Gimana?"

"Menurutmu aja, aku juga pengen punya banyak hal dari orang lain, contohnya aja aku mau bisa bicara dan mendengar kayak orang biasa. Tapi aku gak bisa, aku gak memiliki kemampuan untuk itu. Tapi aku juga gak bisa ngapa-ngapain, aku cuma bisa menerima keadaannya aja karena nyatanya, gak semuanya sempurna, gak semua manusia mempunyai segalanya"

Gue merenung sebentar dan kembali melihat ke sosok gadis yang tersenyum lebar itu. Senyumnya manis, tapi sayangnya senyum itu bukan buat gue, tapi buat lelaki yang ada di dekatnya itu, Jiantara Oliver Narendra. 

"Iya, lo bener. Tapi setidaknya dia bahagia, gue udah cukup seneng liat dia seneng" 

Gue membuka mata setelah mengingat beberapa kenangan bersama Zen akhir-akhir ini. Gue baru sadar, gue cukup terbuka dengan dia beberapa waktu ini, bahkan sampai dia sadar kalo gue lagi jatuh cinta, meski gue juga yakin ini cuma cinta sesaat 

Dari jauh, gue tiba-tiba bisa mendengar suara langkah kaki yang cukup kencang. Saat menoleh, ternyata itu mama dengan wajah marahnya yang datang ke arah gue

"Ma-"

PLAK

Gue sempat terdiam karena enggak menduga akan tiba-tiba ditampar begini oleh mama gue sendiri, sosok yang sangat gue hormati itu. Ternyata.. ini ya yang lo rasain Zen..

Ternyata ini lebih sakit daripada pikiran gue. Sakitnya bener-bener nusuk sampe ke hati. 

"Kenapa??"

"Kamu yang kenapa Arsene?! Kenapa kamu bawa kakek kamu ke rumah om kamu dan kasih tau kalo Zenjiro diusir dari rumah itu?!"

Gue diam sebentar, menunggu mama yang keliatannya masih ingin menumpahkan emosinya

"Kalo udah kayak gini, semuanya terbongkar gini, kita semua yang rugi Arsene!! Kalo kakek kamu cabut semua warisan kita gimana?! Mama kan juga udah bilang ke kamu, jangan pernah berpikir buat bantuin anak itu!!" 

"Akhir-akhir ini mama juga sadar kamu sering keluar pergi, jangan bilang kamu pergi sama dia?! Kamu main sama dia, iya kan?! Kenapa sih kamu gak bisa dengerin mama, Arsene?! Mama udah bilang anak itu pembawa sial!! Dia itu cuma hambatan buat keluarga kita!!" 

"Udah??"

"Arsene??"

"Udah ma?? Udah ngehinanya??"

"Kamu..." 

"Tampar aku lagi kalo belom puas ma, pukul aku lagi kalo belom puas!! Terus sakitin aku sampe mama puas!" 

"Arsene!!" 

"Aku gak bisa ma!! Kenapa?! Kenapa aku harus jahat sama dia?! Aku sampe sekarang gak pernah nemu alasan untuk benci sama dia ma! Kalo mama, papa, om Richard, tante Miura atau semuanya benci sama dia, tolong jangan buat aku ikutan benci sama dia!! Stop bikin aku jadi kayak monster ma!!" 

"Mama gak tau rasanya jadi dia... ini sakit ma, sakit banget. Dipukul sama orang tua sendiri itu rasanya lebih sakit daripada yang mama bayangin, aku bahkan gak bisa bayangin gimana rasanya buat dia yang selalu ngalamin ini dari kecil" 

"Aku bukan monster atau robot ma, aku juga cuma seorang anak di sini. Aku gak peduli kalo mama benci dia, tapi jangan aku.. Tolong hargain keputusan aku ma. Selama ini aku selalu dengerin mama, tapi kali ini aja, stop buat aku jadi orang jahat. Aku gak mau jadi orang jahat. Aku gak mau jadi seorang monster.."

"Anna!!"

Kakek langsung datang dan memeluk gue yang masih terisak. Sesek, rasanya sesek banget. Kenapa Zen?? Kenapa lo milih cara ini??

"Stop Anna!! Cukup kamu cuci otak Jose!!" 

"Aku gak cuci otak dia pa!! Emang nyatanya anak itu pembawa sial!!" 

"Zen bukan pembawa sial!! Jaga mulut kamu!!"

"Papa selalu belain anak itu!! Selalu aja dia!! Papa bahkan gak pernah perhatiin Arsene sampe segitunya!" 

"Karena dia berkebutuhan khusus Anna!! Karena ipar kamu dia harus kehilangan semuanya!!" 

Mama langsung terdiam, terlihat kaget dengan ucapan kakek barusan. Kakek sendiri masih mengusap punggung gue, berusaha membuat isakan gue mereda

"Kamu tanya aja kakak kamu, dia udah tau semuanya" 

Kakek menarik gue agak menjauh dan mengusap kepala gue, membuat gue sedikit lebih tenang daripada tadi

"Nafas Jose" dan cuma gue balas dengan anggukan

"Udah jangan nangis, yang kamu lakukan udah bener Jose. Terima kasih karena sudah menjadi satu-satunya keluarga buat Zen di saat kakek gak ada" 

"Aku juga banyak jahat sama dia, kek" 

"Gapapa, kakek juga. Tapi setidaknya, kamu udah sadar semua dan berusaha menebusnya" 

"Zen pasti bangun kan kek??"

"Tentu, sepupu kamu gitu-gitu sangat kuat, dia gak akan pergi begitu saja" 

"Aku harap gitu..." 

TBC

2 more chapters and this book will end, yey!! Jangan lupa vote and comment ya, see you on the next chapter!! 

Imperfect MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang