"Kalian harus kalah."
Ji-Sung tak percaya kalimat itu meluncur begitu saja dari pemimpin mereka. Meski hanya terhubung lewat video call, dia dapat memastikan siapa yang tengah ia hubungi saat ini.
"Maksud lo apa?!"
Terdengar helaan napas berat setelah terbatuk-batuk heboh dari seberang. Mengundang ekspresi khawatir yang mendengarnya.
"Lo baik-baik saja?"
"Jangan khawatir." Dia memperbaiki posisi tidurnya. "Kalian harus tahu, Benthala punya rahasia besar yang hanya diketahui oleh ketuanya. Ini kesempatan kalian untuk masuk ke kandang mereka. Berpura-pura kalah dan cari tahu apa yang mereka sembunyikan."
Jaemin bersedekap setengah bersandar pada dinding, "lo yakin benda itu ada disana?"
"Benar, benda sepenting itu tidak seharusnya ada di sekolah. Terlalu rawan, bagaimana jika ada siswa yang berkhianat."
"Masuk akal. Tapi mereka lebih cerdas. Pasti ada tempat tersembunyi jauh dari jangkauan murid-murid disana. Karena tidak ada orang lain yang keluar masuk, akan lebih mudah menerka jika ada orang mencurigakan mendekati tempat itu."
Mereka tahu, mayoritas siswa-siswi disana mengambil program asrama dimana mereka tidak akan kemana-mana. Dalam kata lain mereka dibawah pengawasan ketat. Cukup menekankan rahasia yang mereka sembunyikan.
"Apa anggota Benthala yang lain juga tahu tentang benda ini?"
"Ku rasa tidak. Mungkin mereka tahu ada benda yang harus mereka lindungi, tapi aku tidak yakin mereka diperlihatkan benda apa itu. Satu-satunya yang tahu hanya pemimpin mereka."
"Padahal sampai sekarang tidak ada yang tahu siapa pemimpin mereka."
Dari seberang, ketua mereka mengangguk kecil. "Karena itulah aku penasaran. Kenapa Benthala tidak pernah menunjukkan aksi pemberontakan, padahal mereka dibedakan."
"Ancaman?"
Ji-Sung menoleh pada Jaemin yang bergumam. Jaemin sendiri melarikan pandanganya pada langit-langit kamar Ji-Sung. Saat ini kedua nya memang tengah berkumpul sebelum berangkat ke arena.
"Mungkin mereka diancam oleh ketua mereka jika berani membelot," sambungnya.
"Itu mungkin saja terjadi. Anak-anak berandal tidak ada yang bersih. Hanya Nabastala yang menganggap semua kawan. Di kumpulan lain tak ada yang benar-benar berkawan, semua lawan. Saling tak percaya satu sama lain."
"Jadi gue bakal mengalah malam ini?"
Kembali pada topik awal, Jaemin berjalan mendekat lalu menghempaskan tubuhnya pada sofa. Netranya kembali menerawang jauh. Ji-Sung menggaruk kepalanya sendiri sebab pertanyaannya hanya melayang tak disambut.
"Lo ingin kami menjadi mata-mata disana?"
"Tepat sekali. Seperti yang ku bilang Minggu lalu, akan ada pengganti leader sementara. Dia akan datang besok, mintalah strategi padanya untuk menyusup." Sosoknya berdehem sejenak setelah kehabisan suara, "Ku pikir ini sudah cukup, akan ku matikan."
Layar laptop yang dipangku Ji-Sung berubah menjadi wallpaper pohon, tanda panggilan benar-benar dimatikan. Keduanya sama-sama tenggelam pada pikirannya masing-masing seakan sepakat untuk menikmati keheningan bersama.
Banyak beban dipundak mereka. Kondisi leader mereka yang tak sepenuhnya sehat, adanya pemimpin baru yang menjadi pengganti pun sedikit tak mereka setujui. Sekarang beban mereka bertambah dengan misi baru untuk menyelidiki identitas leader Benthala dan memecahkan barang yang dirahasiakan demi mendapat obat untuk leader mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala vs Benthala [REVISI]
Teen FictionBenthala identik dengan rahasia. Tak pernah bermaksud untuk saling menyerang apalagi memusuhi. Namun, Nabastala yang keras kepala masih terus mencoba menguliti rahasia yang mereka sembunyikan. Memupuk Benthala menjadi sosok yang keji tak pandang co...