Chapter 14 : Logo OSIS di dada

37 3 0
                                    

"Sialan!" Napas Jeno memburu mencengkeram layar komputer yang telah padam, "apa yang terjadi disana?!"

Sebuah pukulan hendak melayang sebelum tablet --satu-satunya alat komunikasi mereka--menyala merah. Sebuah amaran? Tidak.

COMPLETED MISION
next to B

Sebuah kesuksesan! Dengan langkah tergesa Jeno meninggalkan ruangannya. Menyisakan senyuman tipis yang hanya dia sendiri yang tahu maknanya.


-Nabastala vs Benthala-

Gedung kosong belakang sekolah entah kenapa selalu identik dengan bullying. Ruang kedapnya, sepinya, bahkan penghuninya. SMK Surya, bukan asing lagi namanya bila membicarakan bullying. Hampir menjadi makanan sehari-hari bagi siswa lemah yang tak punya lingkup pertemanan kuat. Konco bolo, begitu mereka memanggil. Sekumpulan anak-anak berandal yang cukup disegani. Bukan hanya kuat, tetapi juga kejam dan tak pandang bulu.

BUAK
BUAK

"Hahaha,"

"Ampun .. ampun .. Ra-Raja! Ampuni aku."

"Njing, geli banget."

BUAK
BUAK

".. ampun .."

"Woi ada yang datang!"

"Ha," seringainya. "Aku tidak takut siapa pun itu."

"Bukan lol, ada yang nyariin katanya dari Nabastala. Udah punya janji dari lama katanya."

"Nabastala?" Sosoknya mengelus dagu, merasa familiar dengan nama tersebut, "dimana dia? Suruh masuk."

"Dia masih didepan, biar ku panggil."

Dasi yang terjerat asal-asalan ditarik kasar memaksa melepaskan diri dari lehernya. Sejenak dia mengulum bibir sebelum kembali menendang sesosok ringkih yang terbaring dilantai.

"Pergi."

Sosok itu tak mengucap apapun selain memaksakan diri bangkit dan menjauh secara tergesa. Semakin tergesa pula ketika berpapasan dengan tamu baru bos bullying nya.

"Selamat sore sobat," sapanya ramah sembari mengamati detail jaket yang melapisi kaus olahraga lawan bicaranya.

Dia mengangguk singkat, "aku Ji-Sung, anggota Nabastala. Kemarin leader kita sudah bertemu dengan mu, benar?"

"Aah .. Nabastala .. maksud mu Mark?"

"Benar, Mark, leader Nabastala."

"Kalau begitu, aku Raja, leader Konco Bolo dari SMK Surya," terangnya sembari mengusir rekannya. "Kau pasti ingin membicarakan hal penting, duduk lah. Tempat ini aman."

Ji-Sung mengikuti langkah Raja yang membawanya pada kursi-kursi bekas yang nampak masih bagus. Sepertinya memang sering dipakai oleh mereka.

"Soal aliansi ..," lirihnya membuka topik. "Kami segera membutuhkan kalian dalam waktu dekat."

"Hmm," gumamnya berpangku tangan. "Apa tujuan kalian mengumpulkan kami?"

"Maksudku-- kami dapat apa jika membantu kalian?"

"Bukan kah Mark sudah menjelaskan padamu? Apalagi yang membuatmu merasa kurang?"

Sudut bibirnya terangkat sebelah, "Mark ya Mark, Nabastala ya Nabastala. Kalian berbeda."

"Jadi kau hanya akan menurut pada Mark?"

"Hahaha, tidak aku hanya bercanda. Jadi, apa yang harus aku siapkan?"

"Kami butuh pasukan penyerang bagian depan, dari pada strategi kalian lebih menonjol di bagian berkelahi." Raja mengangguk-angguk pada bagian terakhir.

"Kapan waktu itu tiba?"

Iris matanya menajam, "secepatnya."

|••••|

Niki mengerutkan kening ketika tablet yang tengah dipegang Jingga menyala merah terang. Sedikit ragu ketika Jingga justru tersenyum puas.

"Dengan ini mereka akan menunjukkan rencana berikut nya."

Seringainya terbentuk, "sekarang dimana kau, Haechan?"

Tak
Klotak
Klotak

Kaleng bekas yang disusun piramid berjatuhan setelah dikenai bola dengan telak. Bersorak girang Haechan kembali mengantongi sejumlah uang hasil tukar voucher hadiah yang didapat dari permainan. Saking girangnya dia sampai melompat-lompat kecil memamerkan tumpukan uang nya pada orang random yang berpapasan.

"Seru juga disini kayak pasar malam haha," kepala nya tertoleh kesana-kemari, "main apa lagi ya."

"Lho itu bukan nya Jeno?" matanya menyipit mencari tahu. "Sama anak-anak juga--kenapa?"

Iris matanya melebar menyadari sesuatu, "mampus gue. Pasti ada apa-apa sama Mark atau Renjun. Gue musti nyari mereka dulu," ungkapnya sebelum berlari tak tentu arah.

Bagian keamanan langsung menghadang begitu sosok-sosok tak diundang seenaknya menerobos kerumunan. Sedikit beradu cekcok sebelum bagian keamanan menggiring mereka menuju tempat yang lebih leluasa bergerak.

Jay yang salah satu bagian dari keamanan merasa lebih berhak berbicara pada Nabastala dibanding anggota OSIS yang tidak ada hubungannya. Dengan congkak Jay menaikkan dagunya.

"Kalian pikir masuk dikandang lawan terang-terangan itu ide bagus?"

"Tidak, tapi menyerang lawan dikandang sendiri secara keroyokan itu juga bukan ide bagus. Apalagi mereka datang untuk membantu." Jeno menelan ludahnya, masih berusaha menatap sengit padahal sosok yang dimaksud sama sekali tidak membantu justru berniat mengacaukan.

"Hmp, kami tidak pecundang seperti kalian. Logo OSIS di dada kami menjadi saksi kalau-kalau kami ingkar janji."

"Apapun yang kau katakan, dimana teman-teman kami? Apa kau bisa menjamin keselamatan mereka dengan logo OSIS di baju mu itu?" gertak Jeno. Sedikit tersulut sebab penyerangan di perpustakaan tadi masih terngiang walau sekilas. Dia harus segera menemui Renjun untuk memastikan keselamatannya.

"Jika mereka datang untuk membantu, tentu mereka selamat. Tapi jika mereka datang untuk mengacau .. maka sebaliknya."

"Air tuba tak akan pernah bisa menjadi air susu," lanjutnya menatap sengit Jeno yang dibalas tak kalah sengit.

|••••|

Halo, penasaran banget sama yang add didaftar bacaan .. dibaca nggak nieh?

Setelah cukup lama sekitar 5 bulan kali ya, cerita ini nggak dilanjut karena beberapa hal, aku pikir bakalan kerasa plong kalo udah end sekalian. Semoga bisa TT deh, stay tune kalian. Hope u enjoy it, bye bye!

Nabastala vs Benthala [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang