Chapter 16 : The game

32 3 0
                                    

Adiratna Jingga Lasmaya, tak terlalu pandai di bidang matematika akan tetapi jika menyangkut gadget maka dialah ahlinya. Cukup percaya diri dengan kemampuannya dalam bidang teknologi menggunakan ilmu cyber security yang dipelajari secara ilegal. Niki sendiri hanya memperhatikan selagi gadis itu membobol keamanan tablet yang di yakini milik pentolan Nabastala.

"Udah gua duga mereka sengaja mengalah buat selidikin Berdikari," ungkapnya skeptis.

Baik Niki maupun Jingga begitu memahami konsep misi yang dijalankan Nabastala. Mulai dari perencanaan, gagasan, sampai rencana cadangan bila gagal. Semua terpampang jelas tanpa kode-kode yang berarti. Nampaknya Nabastala sedikit ceroboh kali ini.

"Gue yakin setelah ini mereka bakal berhenti bergerak," ujar Niki setelah puas membaca ulang misi Nabastala.

Jingga termenung, " .. tapi Lo sadar nggak sih? Tujuan mereka untuk bantu kita."

"Gue nggak peduli sama mereka. Ikut campur itu nggak baik. Semakin sedikit yang mereka tahu itu malah bagus."

"Oh ya? Gua rasa mereka sudah tahu banyak tentang Benthala."

Merenggangkan tangannya, Niki membuang muka merasa muak dengan yang dibahas Jingga. Dia tahu juga sebenarnya. Tentang Benthala yang diam-diam tertarik dengan permata kayangan juga tentang OSIS yang entah kenapa selalu terlibat. Mereka anggota Benthala tetapi tak ada yang tahu menahu mengenai sosok dibalik permata kayangan. Ironis sekali. Bohong kalau dirinya tidak tertarik, selama ini dia hanya mengikuti arus berharap suatu saat rahasia-rahasia mereka terbuka dengan sendirinya.

"Menurut Lo, siapa yang paling mencurigakan?"

Jingga mematikan komputer milik sekolah yang disembunyikan di markas Benthala, "tiba-tiba?"

"Menurut gue, Heeseung yang paling mencurigakan. Lo tahu kenapa?" Jingga menaikkan bahunya acuh, Niki sembrono sekali membicarakan anggota mereka di markas mereka sendiri. "Karena dia ketua OSIS," paparnya.

"Terus kenapa kalau dia ketua OSIS?"

"Ya Lo pikir aja, dia lindungin Benthala dari dalam dengan gelar ketua OSIS nya sedangkan ketua OSIS dilindungi banget sama pak Adam si pemilik sekolah kita. Dia seolah buat alibi sebagai murid teladan, tapi sebenarnya dia sumpah setia atas nama Benthala-- grub berandal yang sebenernya dibenci banget sama pak Adam."

"Masuk akal juga." Niki tersenyum puas mendengarnya, "tapi sebenarnya ada yang lebih mencurigakan daripada Heeseung."

Dengan alis mengkerut Niki berpikir lugas namun dia tidak menemukan sosok yang lebih mencurigakan dari Heeseung, "siapa?"

|••••|

"Angel, lo lihat Heeseung nggak?"

Angel menegakkan tubuhnya yang kaku setelah berjam-jam berkutat merevisi berlembar-lembar pidato. Cella, sang sekretaris tak sempat merevisi surat-surat yang masuk sebab pengeluaran dan barang yang diperlukan tak sesuai dengan pesanan. Saat ini dia tengah mengurus biaya pengeluaran dengan Sila si bendahara. Jadilah dia si wakil ketua OSIS yang tak punya pekerjaan dipilih untuk menyelesaikan pekerjaan Cella.

"Tadi sih ada disini bareng gue, tapi sekarang nggak tahu deh." Iris matanya bergulir menatap sekitaran ruang OSIS  yang sepi, dia yakin tak ada Heeseung disana tapi tetap saja netranya beredar mencari sosoknya. Siapa tahu nylempit dibangku kan?

"Yaah kemana lagi coba gue cari nya?" Mengingat betapa besarnya sekolah mereka.

"Ada masalah apa emang?" Bagaimanapun juga posisinya adalah wakil Heeseung. Jika pemuda itu tidak ada, apa salahnya mengoper pada Angel?

Kaos putih khas panitia yang melekat ditubuhnya basah kuyup oleh keringat. Sudah hampir Magrib begini pasti sumpek sekali mengenakan baju itu dari pagi. Angel yang dari tadi hanya duduk berkipas pun merasa gerah apalagi mereka yang panas-panas diluar sana.

"Jake, Istirahat dulu aja." Tumpukan kertas yang telah dia revisi dipisahkan, "kalian juga harus mengandalkan gue, jangan mentang-mentang udah ada Heeseung kalian jadi lupa siapa gue. Sekarang, kenapa nyari Heeseung?"

Jake menguncir rambut tebalnya menggunakan karet yang dia curi dari tali lompat bekas challenge Pramuka bulan lepas. Berdiri menghalau angin dari kipas yang dari tadi menyala.

"Enggak gitu kok. Gue cuma butuh brosur, tadi gue lihat Heeseung pegang brosur banyak banget kalau masih ada kan gue nggak perlu fotocopy dulu."

Angel berpikir sejenak, "oh brosur! Kayaknya ada di kardus situ," tunjuknya.

"Ini ya." Kardus itu memang ada didekat kipas angin tepat disamping Jake yang tengah ngaso. "Syukur deh masih banyak," ungkapnya.

Angel tak lagi menganggu dia kembali fokus menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi. Ditengah desingan kipas yang berpusing Jake, menyeletuk, "gue penasaran sama kabar temen Lo."

Bukan sekali dua kali ada yang menanyakan sahabatnya, memang dirinya bergaul dengan orang-orang yang menarik. Sebelum menjawab Angel tersenyum tipis, "yang mana?"

"Anaknya pak Adam."

Wah wah apakah dia punya selera tinggi?

"Shani maksudnya? Yaah dia baik-baik aja."

Jake menoleh menatap wajah serius Angel yang tak menatapnya, "bukan itu maksud gue." Dia berjalan mendekat Angel untuk menurunkan nada suaranya.

"Maksud gue, bapaknya kan anti banget sama anak-anak urakan kayak Benthala, gimana kabarnya setelah anak gadisnya bergabung jadi bagian Benthala itu sendiri?"

"Bergabung? Shani temen gue maksud Lo?"

"Gue nggak ngerti jalan pikirannya, bisa-bisanya nantang bapaknya sendiri. Kalo Lo sendiri, kenapa nggak ikut join Benthala aja temen-temen Lo semua kan ikut," paparnya menjauhi ruang OSIS sembari membopong kardus berisi brosur.

Sebelum menghilang dibalik pintu dia berbalik, "jangan sendirian disini udah hampir malam."


Nabastala vs Benthala [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang