Kalau ada typo tandain aja, sekalian komen-komen biar rame hh. Enjoy ..
-Nabastala vs Benthala-
Penerangan menjelang petang begitu minim dari pandangan. Pun udara sejuk dari AC yang menyala menambah kesan. Perpustakaan SMAU Berdikari sangat luas berlabirin dengan dinding-dinding dan rak kokoh yang begitu provokatif mengepung. Dari sudut pandang Renjun pecahan kaca dan besi dari kamera pengintai jatuh berserakan tepat dibelakangnya. Iris mata itu mengecil mengintai bahaya. Sosok berjubah hitam yang tak lain bagian dari musuhnya mengangkat tangan panik.
"Tunggu, aku bukan lawan mu!"
Kepalan tangannya menguat dengan jantung berpacu cepat, "siapa kau?"
Sosoknya semakin menurunkan tudung, "siapa pun itu. Aku hanya ingin melarang mu memasuki lorong itu."
"Lorong itu?" Bola matanya bergulir menatap jalur yang terbuka, memang seperti lorong yang gelap tak berujung. Netranya menyorot curiga, "memangnya ada apa disana?"
"Itu bukan lagi wilayah kita. Jangan mencoba masuk, atau kau tidak akan pernah bisa keluar lagi." Sosok itu berjalan mendekati tuas dan menariknya. Dengan begitu lorong misterius diujung tiang perpustakaan menutup kembali.
Renjun mencoba mendekat, meraba setiap inci permukaan tiang yang menutup rapat tanpa cela. Kamuflase yang sempurna!
"Permata kayangan yang kalian cari memang bersembunyi disana. Tapi percuma, tidak ada yang bisa keluar hidup-hidup setelah masuk ke sana."
"Penjagaan yang ketat? Disekolah elit seperti ini, mustahil dapat bertahan lama rahasia kalian. Setelah aku, mungkin ramai siswa-siswi yang penasaran."
Sosok itu mengangguk membenarkan, menatap punggung Renjun yang masih betah melamun dipojokan. "Sayangnya banyak yang dibutakan sebelum melihat permata itu."
"Cih, apa kalian juga bermain fisik pada anak-anak tak bersalah? Aku semakin penasaran siapa pemilik ide gila kalian."
"Bukan mereka yang menyerang fisik, tetapi ada sosok yang memang bertugas menjaga permata kayangan." Sosok berjubah hitam itu berjalan mendekat, "sebenarnya kau akan menjadi tumbal tahun ini jika tidak ku tarik tadi."
Tubuh tegap Renjun menegang, "apa maksud mu?"
Sosok itu berdiri tepat dibelakangnya, Renjun dapat merasakannya. Rungu nya pun dapat mendengar jelas kekehannya. "Alibi yang sempurna, bukan?"
BUAK
Lelaki berkaus hitam itu tersungkur dengan topi yang terlepas. Kacamata aneh yang dipakai terpental beberapa langkah meski tidak pecah. Dengan jubah yang menjuntai sosok itu itu menyeret tubuh Renjun untuk mendekat dengan tongkat kayu dan kamera yang berserakan. Memilih menggunakan alibi pertarungan dari pada penyelamatan.
"Asal kau tahu, pemilik permata kayangan itu bukan salah satu dari mereka."
|••••|
"Sekarang, bisa kalian jelaskan?" Jeno bersedekap marah, mengeluarkan aura intimidasi terlebih pada Haechan yang tertangkap basah tengah membeli es teh. Dia masih memaklumi Mark yang betulan membantu acara, tetapi bocah itu sempat-sempatnya berleha-leha dengan alasan berpisah dari rekannya.
Mark menghembuskan nafas lelah, melepas topinya lalu menyisir rambut asal. Saat ini mereka tengah berada di ruang kesehatan. Renjun ditemukan pingsan saat Jeno dan rombongannya menerobos masuk dengan Jay yang menjadi pengawal. Sempat baku hantam sebelum dilerai ketua OSIS mereka yang kebetulan melintas.
"Dengan logo OSIS konon!" sindir Jeno tepat sasaran. Sebab langsung dipelototi garang oleh Jay.
"Heh denger ya, sampai temen lu sadar dan cerita sendiri .. Gue, OSIS dan atas nama Benthala nggak pernah sudi mengakui salah. Bisa saja ini bagian dari rencana kalian mau hancurin image Berdikari di depan tamu-tamu penting diluar."
"Lo pikir kita sejauh itu sampai bikin cedera teman sendiri?"
"Kalian memang brengsek kan."
"Besok-besok kalo ngaca jangan di air butek."
"CUKUP!" bentak Mark yang kepalang frustasi. Sekarang apapun tak dapat. Tablet yang berisi rencana dan bagian-bagian yang telah dianalisis menghilang entah dimana. Renjun pingsan, Jeno memperkeruh keadaan dan Haechan tidak dapat diandalkan. Jay benar, selagi Renjun belum sadarkan diri semua masih abu-abu dimata mereka.
"Bertenang Mark, tidak perlu berbising."
Semua yang di ruangan itu tersentak. Sontak mereka memusatkan perhatian pada sosok Renjun yang tengah duduk bersandar pada ranjang. Kelopak matanya terbuka datar dengan bibir kering pecah-pecah yang tak dihiasi senyuman. Haechan menyodorkan es teh miliknya, "ini minum dulu."
Mark menanti harap-harap cemas. Mereka bukan orang yang akan menanyakan keadaan melainkan pernyataan akan kejadian sebelumnya. Renjun pun mengerti, meski diam dia hanya tidak tahu harus memulai dari mana. Soal pintu dan lorong rahasia dibalik perpus, sosok yang memperingatinya, atau informasi penting yang terakhir kali dia tangkap sebelum pingsan.
"Aku--" irisnya bergulir menatap satu persatu manusia disana. Banyak anggota Nabastala tetapi ada juga anak OSIS dan anggota Benthala. Dia harus pandai memilih kata, "aku diserang orang yang pakai jubah hitam."
"Nah kan! Kalian dengar itu? Dia diserang! Siapa kira-kira penyerang itu, Renjun?" Sela Haechan tak sabaran.
"Bukan dari Benthala." Jay menjulurkan lidahnya.
"Bukan pula dari OSIS." Sekarang Jay malah memberikan jari tengah pada Jeno yang menatap tajam.
"Katakan yang jelas Renjun! Kau diserang siapa?"
"Sosok penunggu .." pria-pria petarung bertubuh tegap berisi disana merinding, "permata kayangan."
"APA?!"
"Apa yang dia bicarakan?" tanya Jay meragukan kewarasan Renjun.
Heeseung yang sedari tadi diam menyimak mulai berdehem, "sebenarnya apa yang kau lakukan sampai ada sosok yang menganggu mu? Kau sedang apa disana?"
Itu dia masalahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala vs Benthala [REVISI]
Novela JuvenilBenthala identik dengan rahasia. Tak pernah bermaksud untuk saling menyerang apalagi memusuhi. Namun, Nabastala yang keras kepala masih terus mencoba menguliti rahasia yang mereka sembunyikan. Memupuk Benthala menjadi sosok yang keji tak pandang co...