Lee Heeseung menggerutu dalam hati saat mendapat panggilan dari leader Benthala untuk berunding di perpustakaan. Dia memang salah satu anggota inti, tapi haruskah ditengah-tengah acara dimana dia harus mendampingi pak Adam memberi sambutan? Tidak adakah anggota lain yang bisa menggantikan barang sejenak?
"Heeseung." Dari tiang paling ujung perpustakaan terdapat sebuah lubang hitam yang menganga. Bukan horor, hanya saja pintu yang terbuka itu tak sepenuhnya berbentuk persegi pada umumnya. Membuatnya nampak aneh dengan kegelapan pekat didalamnya.
"Lead?"
"Kau bersumpah setia dengan Benthala atau dengan OSIS?"
"Apa maksudmu?"
"Pilihlah."
"Itu bukan pilihan," tuturnya memberi jarak pada sosok sang leader yang bersembunyi dalam kegelapan. "Kenapa membahas soal ini lagi?"
"Itu konsekuensi."
"Apa maksudmu? Dari awal kau yang memaksa aku untuk mencalonkan diri ke OSIS. Kau bahkan memintaku memegang posisi ketua," ujarnya terbata, Heeseung benar-benar tak mengerti hal apa yang tengah mereka bahas.
"Hmph, itu bukan apa-apa bagiku," gelaknya memancing kemarahan Heeseung.
"Apa belum cukup sumpah setia ku pada Benthala? Pada kalian? Setelah kau juga mengancam orangtuaku dan membawa pergi jasad adik perempuan ku?!"
Sang ketua OSIS yang diunggul-unggul kan berteriak marah dengan netra memerah. Dadanya naik turun tak beraturan menahan sesak yang membekap. Kisah lama miliknya terlalu asa untuk kembali dikenang. Baik tentang ancaman maupun penghilangan nyawa keluarganya. Hanya menyisakan asa yang membelenggu jiwanya. Heeseung tidak tahu harus pergi kemana, baginya tidak ada jalan keluar. Hanya ada jalan buntu dimana dia lebih memilih mati daripada terus terjebak didalamnya.
BUAK
"Lemah."
Sang ketua OSIS terpengkur memegangi dadanya yang ditendang kuat dari depan. Kaos panitia setengah basah oleh keringat diremas kuat kala oksigen seakan menjauhi deru nafasnya. Sesak bercampur nyeri terasa bertalu-talu namun anehnya rasa sesak sebab asa tanpa luka miliknya terasa jauh lebih menyakitkan.
"Memangnya sekarang kau ingin berkhianat? Tidak ada pilihan untukmu, Heeseung. Pernyataannya," sosok itu keluar dari kegelapan menyapa netra Heeseung yang terbelalak mengetahui sosok dibaliknya. ".. kau budak tulen milik Benthala."
"Ka-kau?" Iris matanya melebar tak percaya dengan sosok yang dilihat. Kaos panitia yang sama dengan miliknya, postur tubuhnya, juga suara terakhir yang terdengar jelas. "Kenapa, KENAPA HARUS KAU?"
BUAK
Luruh sudah pertahanan Heeseung untuk berdiri kembali saat mendapat serangan beruntun dari lawannya. Bohong. Katakan jika ini kebohongan. Sosok leader Benthala yang tak pernah tunjuk muka itu selalu digosipkan bukan berasal dari Berdikari lantas mengapa sosok yang amat dia kenali ternyata begitu lihai menyembunyikan jati diri? Si pemilik permata kayangan yang selama ini meresahkan ternyata hidup berdampingan bersama dirinya. Kenapa dia tidak pernah menyadarinya selama ini.
"Sakit? Seperti inilah rasanya dikhianati." Sosok itu merapikan headband setelah membuat Heeseung terkapar dilantai. Dia tak punya energi lebih untuk membalas karena telah menguras tenaga untuk mempersiapkan acara sejak kemarin. Heeseung bahkan hanya beristirahat 3 jam dan belum mengisi perutnya sejak pagi.
"Kau terlalu naif, Heeseung. Aku menyuruhmu berpura-pura menjadi ketua OSIS untuk menyerang Berdikari dari dalam tapi .. kau malah mengabdi pada Berdikari lebih dalam daripada dengan ku."
Heeseung sibuk mengatur nafasnya saat sosok itu berjalan mengelilingi tubuhnya, "aah, aku kehilangan buku penting yang tersimpan disini. Kau tahu ada dimana?"
Sosok itu berdiri dibelakangnya hingga Heeseung sendiri pun tak tahu apa yang tengah dia lakukan. Namun sebuah pertanyaan menarik berhasil membuatnya tetap terjaga menahan lara.
"Buku?"
"Ya, buku. Buku yang berisi mantra penghilang kutukan."
"Kutukan?" Dia sempat terbatuk sebelum kembali keheranan, "apa lagi kali ini?"
"Satu-satunya cara lepas dari kutukan ini ada dibuku itu, Heeseung. Sekarang buku itu lenyap dan aku selamanya akan membawa kutukan ini."
"Apa maksudmu? Kutukan apa yang kau katakan?" Nada bicaranya terdengar khawatir berselimut rasa penasaran. Jangan-jangan ada lagi jiwa yang terluka selain dirinya? Jika iya, maka sebenarnya ada lagi sosok penguasa disini melebihi pemilik ..
"Kutukan permata kayangan."
|••••|
Hoodie hitam oversize milik Na Jaemin berhasil menjadi kamuflase yang baik dengan semak-semak saat malam tiba. Dengan kecerdasan dan ketangkasannya, dia berhasil memanjat pagar asrama putri yang memang lebih rendah dibanding pagar-pagar yang lain. Dengan laser mainan milik Haechan sebagai penerangan minim, dia berhasil membuka pintu ruangan yang diyakini sebagai markas Benthala. Senyuman mentereng terpatri diwajahnya dibalik masker. Dia tidak perlu repot-repot mencongkel jendela jika tidak ingin dicurigai. Cukup berjalan santai sebab Hoodie miliknya bergambar bumi hancur dimana itu logo milik Benthala.
Sunghoon menaikkan alis tebalnya saat pemuda bermasker itu duduk di sampingnya tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Justru sepasang netranya terpejam damai. Sunghoon tidak peduli padanya, anggota Benthala cukup ramai dan dia bukan tipe orang yang gampang mengingat. Setelah mengikat tali sneaker miliknya langsung saja pemuda itu beranjak keluar. Menyisakan sepi yang memang ditunggu-tunggu Jaemin.
Sepasang kelopak matanya terbuka, melirik ke arah meja dengan alat-alat elektronik terbengkalai disana. Bukan terbengkalai, tapi memang tidak ada yang menjaganya. Sebab salah satu komputer disana menyala dengan kamera CCTV yang terhubung didalamnya. Salah satu sudut bibirnya tertarik keatas. Ini memang yang sedang dicarinya.
|••••|
Orang lain mah nyelinap masuk diem-diem nah Jaemin langsung masuk dengan santainya wkwk. Mon maap nih si pemilik permata kayangan udah kebak ya ..
Masih bingung bikin endingnya setelah fight scene. Ayo-ayo ditunggu dukungannya yw
KAMU SEDANG MEMBACA
Nabastala vs Benthala [REVISI]
Teen FictionBenthala identik dengan rahasia. Tak pernah bermaksud untuk saling menyerang apalagi memusuhi. Namun, Nabastala yang keras kepala masih terus mencoba menguliti rahasia yang mereka sembunyikan. Memupuk Benthala menjadi sosok yang keji tak pandang co...