Chapter 26 : Menuju kedamaian

19 3 0
                                    

Bukan pertama kali bagi Benthala membawa namanya ke bangsal intalasi gawat darurat. Rasanya setiap mereka berulah selalu saja ada korban yang menyertai. Kali ini yang menempati posisi leader turut terbaring lemah di ranjang pesakitan. Jake Shim, mengerjap pelan mencoba memahami situasi dimana dirinya terbujur kaku tanpa rasa sakit.

Ah, pasti dirinya mendapat anti nyeri. Sekarang sih tidak terasa tapi mungkin beberapa jam ke depan rasa nyeri itu kembali muncul.

"Jake Shim." Adam memantapkan langkahnya mendekati ranjang milik Jake. "Apa yang kau rasakan saat ini? Ada yang sakit?"

Adam S¡ Ancora Aesternus bukanlah orang yang mudah berbasa-basi. Berbincang berdua seperti saat ini terasa canggung sekali baginya. Pria itu mencoba memberi pengertian bahwa mental Jake yang sekarang tidak sedang baik-baik saja.

"Saya sudah mendengar kejadian-kejadian yang kalian lalui. Saya akan panggil kan orang pintar setelah kondisi kamu membaik."

Jake mengulum bibirnya yang terasa kering. Dia tidak perlu bertingkah bingung sebab dia begitu memahami pernyataan si pemilik yayasan Berdikari. Dia hanya merasa hampa, kekosongan seolah menguras semua kenangan. Hidupnya bagai pengangguran yang hobi menonton film. Kisahnya klise dan mudah dimengerti tetapi begitu film itu lenyap sebelum tamat dia merasa kosong sebab kembali sepi. Hanya sepenggal episode yang berhasil diingat kemudian kembali dilupakan. Bertanya-tanya bagaimana akhir dari kisahnya. Namun hanya kesepian yang menjawabnya.

Air matanya meleleh tanpa disadari. Kekosongan ini mendekapnya lebih erat dari kesadarannya sendiri. Jake lelah, dia letih, dia putus asa. Takdir seolah mempermainkan hidupnya. Membawanya terbang di udara lantas menenggelamkan dirinya dalam samudra. Kembali dibawa terbang sebelum kembali dihempaskan dalam jurang tanpa dasar yang terus membuatnya melayang-layang. Akankah dia berakhir terhempas atau tetap melayang tanpa kepastian. Dan Jake merasa dia berada dalam fase yang kedua.

Pak Adam melengos begitu mendapati Jake menangis dengan raut datar. Menatap kosong langit-langit ruangan tanpa berkedip banyak. Baiklah, dia akan memberi ruang untuk Jake menangis.

Memilih menekan medial nomor sebelum mendekatkan ponsel ke telinga.

"Hallo .. anak itu tidak bisa diajak bicara. Bawa saja orang itu kemari biar dia sendiri yang menjelaskan." Raut wajahnya mengeras, "bawa saja kemari, hidup atau mati."

|••••|

Nabastala tidak pernah menyangka akan menjadi saksi pembebasan Benthala dari cengkraman hal ghaib. Bersama SMK Rendang dan SMK Surya mereka berkumpul diatas tribun bak menonton pertandingan sepak bola. Kadang menyeru kadang berdecak bahkan sampai ada yang membawa spanduk dengan logo kedamaian. Sejak perang mereka telah usai tiga hari yang lalu, mereka sepakat untuk menjalin persahabatan. Mereka puas, misi kedamaian untuk Benthala akan segera di dapat. Ini lebih dari cukup.

Di tengah lapangan basket, Jake merasa perutnya diaduk-aduk dari dalam. Rasa mual dan pening menyandera. Bisikan ayat-ayat suci tak pernah surut meminta Jake untuk mengikuti. Disampingnya Lalita membentuk segel-segel aneh dengan kedua tangannya. Bergaya seolah-olah menari dengan netra terpejam erat sesekali alisnya berkerut dalam. Beberapa saat kemudian Jake berteriak nyaring meronta-ronta. Banyak anggota Nabastala yang turun tribun demi menenangkan Jake yang mengamuk.

"Aku akui, akulah yang menurunkan kutukan ini pada kalian."

"Apa motif anda?"

"Aku tidak bisa membiarkan saudaraku Ganesh, menderita seorang diri dengan kutukan itu. Maka aku membunuhnya. Sayangnya jin penjaga kutukan Ganesh marah padaku. Dia meminta tumbal setiap tahun tepat dihari kematian Ganesh."

"Sudah berapa banyak tumbal yang kau korbankan?"

"Tujuh belas tahun telah berlalu, tetapi hanya ada 16 korban. Semuanya perempuan, rata-rata masih anak-anak."

Jungwon menyela disaat interogasi berlangsung, "apa salah satu itu kakakku, Yang Jisoo? Sepuluh tahun yang lalu?"

Sosok yang diborgol itu tak berani mengangkat kepalanya, "mungkin .. ya."

Setelah nya terjadi kericuhan akibat Jungwon yang tak dapat mengontrol emosinya. Remaja dengan dimple di pipinya itu meraung-raung menyumpah serapahi sosok itu.

"Saudara Naresh, bisa anda sebutkan siapa saja korban anda yang keenam belas itu?" tanya seorang polisi dengan pena dan kertas ditangannya.

".. Lee Yuna, Yang Jisoo .." Naresh menyebutkan nama mereka satu persatu. Lengkap dengan marga mereka.

"Kau menguburkan jasad mereka dimana?"

"Semua kembali pada keluarganya, kecuali Lee Yuna. Dia ada di peti paviliun milik keluarga Aesternus."

"Kau menyimpan jasad nya?"

"Karena dia adalah korban pertama ku." Semua yang di ruangan itu berdecak ngeri, tak habis pikir dengan makhluk sepertinya.

"Kau pantas dihukum mati."

Jake meraung tak sadarkan diri dengan air mata dan peluh membasahi wajahnya. Begitu pula Lita yang ambruk hampir tak sadarkan diri, karena demi apapun dia hampir menukar jiwa nya. Ini menakutkan.

"Lita! Ya ampun sayang kuh," pekik Shani dan Clara berbarengan kemudian memeluk tubuh Lita yang bergetar hebat. Angel dan Jingga pun turut menenangkan gadis itu.

"Selesai. Tubuh Jake sudah bersih seperti sedia kala," ujar orang pintar yang turut membantu.

Mereka yang ada disana menghela napas lega, "syukurlah."

"Haruskah kita memberi tahu sekarang?" tanya Sunghoon sembari melamun.

"Gila kau? Merusak suasana saja!" balas Jay sensi.

"Tapi pemakaman akan dilangsungkan jam sepuluh pagi, bakal lebih buruk lagi jika kita tidak sempat memberi salam terakhir."

Jay tertegun akan ucapan Niki, "meski ada benarnya, bagaimana kita bisa membicarakan ini pada Jake?"

Karena Jake yang sekarang masih begitu lemah, mentalnya terguncang sementara fisiknya pun baru saja baikan. Hal berat yang akan mereka sampaikan akan menambah beban Jake, lalu bagaimana dengan salam terakhir yang ingin mereka sampaikan?

|••••|

Halo halo, Nabastala dan Benthala menuju ending nih, kira-kira setelah scene perpisahan tambah apa lagi ya biar genap 30 chapter? Atau cukup setelah kepergian nya saja?

*Mencium aroma sad ending.

Nabastala vs Benthala [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang