Chapter 1 : let's call them Benthala

287 10 3
                                    

Bangunan berlabirin dengan corak grey and white terkesan mewah untuk seukuran sekolah menengah atas dipinggiran kota. Acap kali namanya trending dan menjadi bahan perbincangan di media. Entah karena prestasi yang direkrut siswa-siswi nya atau karena bangunannya sendiri yang unik dan layak untuk dikulik. Sebut saja namanya Berdikari. Sekolah unggulan yang didirikan secara personal oleh Adam de Ancora Aeternus. Dari namanya saja sudah diketahui beliau bukan orang asli Indonesia. Tak heran banyak yang merasa cemburu dengan kesuksesannya berbisnis di negara orang. Tak tahu saja ibunya asli pribumi.

Cukup muak juga saat dirinya mendapat kritikan tajam dari siswa-siswi nya sendiri mengenai latar belakang keluarganya. Sebab, putrinya yang bersekolah disana turut menjadi bahan perbincangan. Terlebih saat keduanya berjalan berdampingan menuju lapangan basket.

"Apa mereka terbiasa begini?"

Sang putri menatap bingung, "apanya?"

"Lupakan."

Dari tribun tempat mereka berdiri saat ini cukup membuat siswa-siswi didekat nya menjauh secara perlahan, entah mereka segan atau memang tak nyaman. Keterdiaman nya rupanya tak cukup menarik perhatian putrinya. Dia justru sibuk memicingkan matanya ke tengah lapangan dimana ke-dua kubu saling bersiteru merebutkan bola.

"SHANI!!!"

Gadis mungil dengan kipas mini ditangan nya melambai-lambai penuh semangat. Terlebih saat melihat eksistensi sang donatur utama disana.

"Kalian mau nonton juga?" tanya nya terengah setelah berlarian.

"Enggak Cil, kita lagi nyari Heeseung si ketua OSIS itu. Lu ada lihat nggak??"

Bibirnya membulat dan kepalanya mengangguk-angguk mengerti. "Kenapa nyariin dia?" lanjutnya.

"Ada lah pokok nya. Lu tau nggak yang mana orangnya?" Shani semakin menyipitkan matanya, lupa bahwa dia minus.

"Dia nggak ikut main, itu lagi duduk-duduk santai," tunjuknya pada tribun paling rendah diujung.

"Oooh, ayo Pi, kesana!"

"Ih, tungguin Lita ikut!!"

Segera setelah Shani menyeret ayah nya, Lita mengintili keduanya. Membawa langkah riang nya menuju remaja  berpakaian rapi lengkap dengan jas almamater.

"Nak Heeseung?!" Yang dipanggil tersentak kemudian segera menguasai keadaan dan memberi salam.

"Bagaimana agenda OSIS akhir-akhir ini?" tanyanya basa-basi.

"Cukup baik pak, anggota OSIS bertanggung jawab dengan tugasnya masing-masing dengan baik. Seperti mengolah mading, jatah jaga bergilir, juga membimbing potensi siswa-siswi untuk mengembangkan bakat di club tambahan untuk menambah nilai. Terlebih tidak ada acara penting akhir-akhir ini, jadi OSIS masih bisa mengendalikan situasi."

"Wow?!" Shani terlihat begitu takjub. Apa dia sudah hafalan sebelumnya?

Pak Adam manggut-manggut kemudian memicingkan matanya, "bagaimana dengan kumpulan anak-anak berandal itu?"

Sejenak Heeseung merasa terintimidasi, tetapi dengan tenang dia kembali menyahut, "mereka bekerjasama dibawah pimpinan OSIS. Selama tidak membuat onar atas nama sekolah, mereka benar-benar dibelakang kita."

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan?"

Heeseung mengangguk ragu. Sementara pak Adam semakin dalam menatapnya. Buliran-buliran keringat dingin perlahan membasahi tengkuknya. Terasa gerah juga menggigil disaat yang bersamaan.

"Baiklah, saya mempercayakan kepada OSIS." Finalnya.

Diam-diam Heeseung menghembuskan napas lega. Namun kelegaan itu hanya sebentar sebelum yang lebih tua kembali menginterupsi.

Nabastala vs Benthala [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang